Minggu, 13 Maret 2011

Terindah saat aku mencintaimu - cerpen


                Jakarta, 2 agustus 2007
                Kapankah kita harus diam, demi sebuah persahabatan? Atau saat kapankah kita harus berbicara atas nama cinta?
 “Riooo!!!” aku yang sedang menyeruput es jeruk pun tersedak mendengar pekikan seorang gadis
                “Ya ampuuun fy, kenapa sih gue harus ketemu lo lagi?”
                “Lo gitu banget sih. Jadi sekarang kita satu kampus, dan satu jurusan?”
“Lo pikir gue ngapain di sini?”
 “Kyaaaa...gue seneng banget yoo..” ucap Ify. “ntar, kalo kita satu kampus, lo harus sering2 ngajarin gue. Terus lo juga jangan sombong sama gue. Kayak kita dulu di SMA. Trus kalo kita udah jadi dokter, inget ya kita harus jadi dokter yang baik dan bukan malah nyari keuntungan dari pasien. Lalu kalo lo udah dapet....” celoteh Ify panjang lebar, menggantungkan segala impiannya. Aku hanya tersenyum memandang sahabatku dari SMA ini. Memandang setiap lekuk wajahnya, senyumannya, bahkan setiap sifatnya. Cantik, pintar, tajir, baik, ramah, almost perfect. Sudah 3 tahun lebih aku mengenal gadis di hadapanku ini, dan sudah selama itu juga aku menyimpan perasaanku dengan sangat rapi. Aku tak mngerti bagaimana rasa sayang itu bisa tumbuh dan menjalar di setiap darahku layaknya penyakit kanker. Aku bahkan masih mengingat dengan jelas, pertemuan kami pertama kali saat MOS, ataupun setiap kegiatan yang kami lakukan bersama di SMA. Semuanya begitu lekat di pikiranku. Andaikan saja aku bisa menghapus perasaan ini, mungkin akan lebih mudah untuk menjalani hari2 baru di kampus dengan sahabatku ini. Kenapa sebuah cinta harus selalu dihalangi dengan sebuah persahabatan? Atau itu hanyalah sebuah ketakutan untuk kehilangan semata?
“Riooooo...” teriak Ify menyadarkan lamunanku. “Lo kebiasaan banget deh. Kalo gue lagi ngomong, pasti kayak gini. Ngelamun nggak jelas”
“Abisnya lo cerewet sih..”
“Reseeee...” dan sekali lagi aku hanya bisa tersenyum memandang Ify yang berpura-pura cemberut. Menikmati saat-saat seperti ini yang entah bisa terjalin sampai kapan.

*****
Jakarta, 6 desember 2008
Aku memasuki ruangan kuIiah bersama Ify, kemudian duduk di tempat favorit kita. Yaitu di bagian depan. Setelah meletakkan tasnya, ia langsung meletakkan kepalanya di atas meja.
“Fy, jangan tidur dong.”
“Ini gara2 lo sih yo. Nelpon gue sampai jam 3 pagi.” Aku hanya nyengir mendengar penuturan dari Ify. Memang semalam aku menelponnya untuk mengucapkan selamat ulang tahun, tai nggak disangka jadi ngobrol-ngobrol nggak jelas.
Tak lama sang dosen pun masuk ke ruangan. Belum sampai setengah jam ia berbicara, Dea salah satu teman baik Ify mengangkat tangannya.
“Iya, ada yang mau ditanyakan?” tanya pak duta, dosen matematika itu.
“HP saya hilang pak.” Pak duta menurunkan sedikit kacamatanya menatap Dea.
“Kamu yakin membawanya hari ini?” Dea mengangguk. Matanya berkaca-kaca, pandangannya terhalang oleh air mata yang siap turun kapan saja. “Sudah mencarinya dengan baik?” Dea pun mengeluarkan segala isi tasnya di depan pak Duta, sehingga membuat pak Duta percaya.
“Apa ada yang melihat HP-nya?” tanya pak Duta pada seisi kelas. Namun hanya dijawab keheningan dari para mahasiswa “Baiklah, kalau tidak ada yang mau mengaku, saya terpaksa menggeledah isi tas kalian. Ketua angkatan, tolong bantu saya” ujar pak Duta kepada ketua angkatan kita yang bernama Septian. Septian pun mengangguk. Terdengar kegaduhan kecil oleh bisik2 dari para mahasiswa
“Ini pak.” Ucap Septian
“Tas siapa itu?”
“Sa..saya pak.” Aku menengok dan betapa kagetnya aku ketika melihat HP Dea ada di dalam tasnya Ify
“Kenapa kamu mengambil HP-nya?”
“Sumpah pak, saya nggak ngambil. Saya juga nggak tau gimana bisa ada di dalam tas saya.”
“Maksud kamu, HP itu bisa jalan sendiri ke tas kamu?” Ify pun menggeleng. “selesai pelajaran saya, kamu ikut saya ke ruangan. Siapa Pembimbing Akademik kamu?” *Pembimbing akademik = wali kelas*
“Bu winda, pak.”
“Baiklah!” Pak Duta pun melanjutkan pelajarannya. Aku melihat Ify sedang memandang Dea dengan tatapan ‘lo harus percaya sama gue, bukan gue yang ngambil.’
                Bel pun berbunyi, tanda pelajaran pak Duta telah berakhir.
                “kamu ikut saya sekarang ke kantor” Ify pun mengikut langkah Pak Duta. Aku pun mengekori Ify dari belakang, dan mencoba mendengar apa yang dibicarakan. Aku sempat mendengar penuturan dari pak Duta, dan permohonan maaf dari bu winda atas tingkah anak didiknya yang satu ini. Pak Duta pun meninggalkan ruangan, membiarkan Ibu winda yang bertindak
                “Jadi, kamu masih nggak mau ngaku juga sekarang?”
                “Bu, saya benar2 nggak nyuri kok!”
                “Kalau maling ngaku, pasti penjara penuh. Kamu tau kan apa hukumannya?”
                “Tapi bu..”
                “Cukup. Ibu akan buatkan surat peringatan. Dan ibu harap orang tua kamu datang menghadap. Ibu kecewa sama kamu  Alyssa. Kamu boleh kembali ke kelasmu.”  Ify mengangguk dan pergi. Aku pun segera berlari memasuki ruang kuliah, sebelum ia sampai di sana. Ketika ia membuka pintu, ia begitu terkejut melihat apa yang terjadi di dalam ruang kuliah saat itu. Ada tulisan ‘Happy b’day Ify’ yang cukup besar. Dea pun membawa kue ulang tahun, dengan lilin 18 buah. Aku pun memegang gitar dan menyanyikan sebuah lagu untuknya.

selamat ulang tahun ku ucapkan, sambutlah hari indah bahagia
selamat ulang tahun untukk
Ify
Panjang umur didalam
hidupmu
Trimalah kadoku buat kamu
Yang kupersembahkan lewat lagu
ku ini

“Happy b’day fy.” Ucap Dea
“Lo??”
“ Maaf, atas apa yang terjadi hari ini. Sumpah, ini bukan gue yang rancangin.”
“Happy b’day ya alyssa” Ify membalikkan tubuhnya dan begitu terkejut melihat pak Duta dan bu winda sudah berada di belakangnya
“Bu winda? Pak Duta?”
“Kami Cuma ngikutin skenarionya aja loh.” Ucap pak Duta sambil mengedipkan sebelah matanya
“Emang siapa sih yang jadi sutradaranya?” tanya Ify membuatku nyengir dan bersiul pelan.
“RIOOO...” teriak Ify membuatku terpaksa menutup telinga.
“Iya fy. Gue otak dari semua ini. Maafin gue ya.” Ucap Rio dan menghapus air mata Ify dengan jarinya
“Lo bikin gue frustasi yo... “ ucap Ify pura2 ngambek
“Ipy, jangan ngambek dong..Maafin gue ya..”
“Gue maafin, tapi lo harus ngajarin gue apa yang diajarin dosen tadi”
“Lho? Emang kenapa?”
“Gara2 lo, gue sama sekali nggak konsen Cuma mikirin apa yang terjadi sebenarnya.”
“Hahaha...iya deh..iya..sekarang tiup lilinya dulu. Jangan lupa make a wish.”
Ify pun menutup mata sejenak dan meniup lilin2 itu.
“Happy birthday fy..” ucap teman2nya serempak, dan mereka semua, satu persatu memberikan selamat pada Ify.
Setahun sudah aku melewati masa kuliah ini bersama dengannya. Hari ini adalah ulang tahun Ify, gadis yang paling ku sayangi namun sepertinya akan selalu menjadi sahabatku. Aku sudah mempersiapkan segalanya hanya untuk membuatnya menangis tersedu-sedu. Jahat? Oh ini hanya candaan di ulang tahunnya.
Aku tersenyum bahagia penuh kemenangan ketika tau rencana surprise ultah Ify berhasil. Walaupun jauh di lubuk hatiku, aku nggak tega melihat Ify menangis, namun aku senang akhirnya Ify tersenyum lagi.
“Gue anterin pulang ya fy”
“Ah yo, lo mah gitu. Supaya gue maafin kan?” tebak Ify. Aku hanya bisa meringis, seolah pikiranku dengan mudah ditebak olehnya “Tapi oke deh..” Kami berdua pun berjalan ke parkiran
“Tadi lo minta apaan fy?”
“Nggak boleh tau. Kalo lo tau, ntar permintaan gue nggak dikabulin”
“Terserah lo aja deh. Fy, gue denger lo lagi deket sama anak kampus lain ya??” Ify tak menjawab pertanyaanku. Namun, semburat merah langsung muncul di wajanya. “Bagus ye, sejak kapan lo jadi nggak cerita2 ke gue lagi??”
“Hmm, itu..Cuma temen biasa doank kok.”
“Lo suka sama dia?” tanyaku berat. Rasa perih pun muncul di hatiku.
“Nggak tau yo. Gue bingung. Kalo bareng dia, gue serasa diperhatiin sama cowok.”
“Jadi lo nggak nganggep gue nih selama ini? Jadi apa maksudnya hubungan kita selama ini? Gue kan sayang sama lo” Aku langsung terdiam, menanti respon dari Ify. Jujur, aku juga tak menyangka kalau aku akan mengatakan seperti itu. Mengatakan hal yang ku simpan rapat2 selama ini.
“Maafin gue yo. Gue udah nggak bisa sama lo.” Jawab Ify membuatku agak tersentak “Hahahah..yo, udah deh. Lo tuh ya, bercanda lo nggak berubah dari dulu. Untung gue sahabat lo, kalo gue fans lo, mungkin gue udah klepek2 denger kayak gitu” lanjut Ify. Aku hanya tersenyum pahit.
Selama perjalanan. Aku dan Ify hanya diam. Aku hanya tak bisa membayangkan bahwa Ify akan bersama dengan orang lain. Oh, andai saja orang itu adalah aku.
Sesampainya di rumah Ify, aku pun langsung menghentikan mobilku
“Thanks ya yo..”
Fy, kalo sebenarnya gue serius dan nggak bercanda gimana? Pikirku
“maksudnya?” tanya Ify. Aku terdiam. Aku baru sadar, sepertinya aku tak sengaja mengatakannya (lagi).
 “Hmm, maksud gue...Lupain aja..Gue ngantuk, jadi agak ngawur. Hehehe. Ya udah lo masuk gih, malam.” Ify pun mengangguk dan segera masuk ke rumahnya.

****
Jakarta, 14 februari 2011
Hari ini aku bertekad untuk mengatakan perasaanku yang sejujurnya. Aku tak mau memendam semua ini lagi. Aku pun telah mengajak Ify ke cafe tempat kita sering bertemu.  Ify sama sekali nggak curiga, katanya ia juga ingin mengatakan sesuatu padaku. Dan di sinilah aku, sedang duduk dekat jendela memandang keluar. Menatap rintik hujan yang mulai membasahi tanah. Aku hanya menopang dagu, sambil sesekali menyeruput hot cappucino yang sejak tadi ku pesan.
“Rio..”ketika mendengar suara itu, aku begitu semangat. Aku langsung menatapnya. Namun, sedetik kemudian semuanya runtuh di hadapanku
“Kenalin, ini Alvin. Pacarku.” kalimat yang keluar dari  bibirnya begitu menari-nari di pikiranku. Aku berharap ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi, aku tau ini adalah kenyataan yang tak bisa ku ubah. Aku hanya mengulurkan tangan dan mencoba tersenyum. Hatiku hancur seketika. Seolah harapanku sirna sudah. Aku tau, perasaan ini memang salah dari awalnya. Tapi apa salah aku sedikit berharap?  Kenapa aku  harus mengenalnya sebagai seorang sahabat? Haruskah aku melepaskan perasaan yang kupendam selama 6 tahun ini?
“Jadi apa yang mau dibicarain yo?” tanyanya. Aku menggenggam erat cangkir, seolah bisa menghangatkanku dan menyadarkanku kembali ke dunia nyata.
“Yo?”
“Lo dulu fy”
“Ntar malam jam 7, di cafe summer, gue sama Alvin ngadain acara. Hmm, cuman acara buat PJ-nya anak2 doang sih. Nah, gue mau minta lo buat nyanyi di sana. Bisa nggak yo?”
“Hmm, gue...”
“Ayolah yo, demi sahabat lo ini” Sekali lagi aku tersadar, bahwa aku dan dia hanyalah sebatas sahabat.
“Oke”
“Thanks ya yo. Lo emang best friend gue.” Aku hanya tersenyum.
“Btw, lo mau ngomong apaan yo?”
“seetelah acara wisuda, gue mau lanjutin S2 di amerika. Jadi kita bakal nggak ketemu. Nggak tau dalam jangka waktu yang lama atau nggak”
“Yaah rio” ucapnya. Aku bisa melihat gurat kekecewaan dan kesedihan di wajahnya “Tapi nggak apa2. Demi cita2 lo, gue dukung 100%” ucap Ify kembali tersenyum. “Yo, gue nggak lama ya. Gue sama Alvin mau ngambil dress yang udah dirancang buat gue untuk ntar malam.”
“Iya nggak apa2. Semoga bahagia selamanya” ntah bagaimana kata2 itu bisa dengan lancar keluar dari mulutku. Aku menatap tangan Alvin dan Ify yang bergandengan, dan entah  untuk keberapa kalinya aku melihat Alvin membelai rambut Ify dengan sayang. Kenapa semuanya harus seperti ini? Apakah semuanya memang terlambat? Sebelum Ify benar2 pergi meninggalkan cafe itu, aku benar2 berharap ia akan berbalik dan bilang ‘gue Cuma bercanda kok yo.’ Tapi sampai Ify menghilangpun, aku masih tak bisa bergerak untuk menerima semua ini.

@ cafe summer
Aku telah ada di cafe ini sejak pukul setengah 7. Aku masih tak yakin dengan emosiku saat ini. Semuanya terasa begitu, menyakitkan.
 “Selamat malam semuanya. Gue di sini diundang khusus sama pasangan yang ngebuat acara ini Alyssa dan Alvin. Perpaduan nama, wajah yang cocok.” Aku terdiam sejenak, mengumpulkan sisa kekuatan dan keberanian yang ku miliki. “Gue mau nyanyi beberapa lagu malam ini. semoga kalian semua menikmatinya. This song just for you..”
Well, you done done me and you bet I felt it
I tried to be chill but your so hot that I melted
I fell right through the cracks, now I'm tryin to get back
before the cool done run out I'll be givin it my best test
and nothin's gonna stop me but divine intervention
I reckon it's again my turn to win some or learn some

But I won't hesitate no more,
no more, it cannot wait
I'm yours

Well open up your mind and see like me
open up your plans and damn you're free
look into your heart and you'll find love love love love
listen to the music at the moment people dance and sing
Were just one big family
And it's our godforsaken right to be loved loved loved loved loved

So, i won't hesitate no more,
no more, it cannot wait i'm sure
there's no need to complicate our time is short
this is our fate
I'm yours

Scooch on over closer, dear
And I will nibble your ear

I've been spendin' way too long checkin' my tongue in the mirror
and bendin' over backwards just to try to see it clearer
But my breath fogged up the glass
and so I drew a new face and I laughed
I guess what I'd be sayin' is there ain't no better reason
to rid yourself of vanities and just go with the seasons
it's what we aim to do
our name is our virtue

But I won't hesitate no more,
no more it cannot wait
I'm yours

Aku mendengar orang2 bertepuk tangan riuh. Tapi itu semua tak bisa membuatku cukup bahagia malam ini. Aku memejamkan mataku. Menikmati angin malam membelai wajahku. Menenangkan hatiku yang bergemuruh hebat. Aku pun kembali memainkan gitarku untuk lagu kedua ini. ‘Lagu ini Cuma buat lo fy.’

Menikmati kesalahan ini
                Ku biarkan hatiku merasa
                Sayang dan cinta yang tak pernah berakhir
                Untukmu, bukan milikku

                Aku membuka mata dan menatap Ify yang sedang bergandengan dengan Alvin. Rio tersenyum tipis ke arah mereka berdua.

                Aku tahu kau pun merasakan hal yang sama ketika ku di sini
                Menahan segumpal harapan
                ‘Tuk tetap mencoba, mencintai dirimu
                Sudahlah tak apa bagiku
                Semuanya bahagia untukmu
                Walau ku tak sanggup menepis bayanganmu
                Berharap sesuatu terjadi
Ketika kau tak sendiri lagi
Sayang aku akan selalu menantimu

******
Jakarta, 12 Maret 2011
Di sinilah aku, di bandara soekarno hatta. Aku akan pergi ke Amerika. Meninggalkan semua yang ada di sini. Hal terindah yang aku alami di sini adalah ketika aku diizinkan untuk mencintaimu, walaupun aku tak bisa memiliki hatimu.

**************
Hidup ini bukanlah sebuah fairytale di mana selalu dimulai dengan ‘once upon a time’. Hidup ini bukanlah fairytale di mana akhirnya, sang pangeran akan menikah dengan putri, dan akan hidup bahagia selamanya. Hidup ini nggak selamanya happy ending. Akan selalu ada sad ending, walaupun sebenarnya kita sendiri sama sekali nggak menginginkannya. Hidup ini bukanlah sebuah cerita cinderella, di mana ada tongkat sihir yang bisa mengubah segalanya. Hidup nggak semudah itu. Dan salah satu bagian kecil dari hidup adala cinta dan persahabatan. Kita nggak pernah tau kapan saat kita harus mempertahankan sebuah persahabatan, ataukah kita harus berbicara atas nama cinta. Rasa takut kita untuk kehilangan, mengalahkan semuanya. Namun, sebenarnya apapun yang terjadi, apapun hasilnya, apapun jawabannya, dan apapun nantinya, kita harus jujur akan perasaan kita sendiri. Dan hanya kitalah yang bisa menentukan, kapan kita harus jujur pada perasaan kita sendiri.

THE END

0 komentar:

Posting Komentar