Senin, 14 Maret 2011

Love is circle (SEKUEL CINTA PIANO) - part 2

                @rumah Shilla
                “Makasih ya yan. Mau mampir nggak?” tawar Shilla ramah
                “Nggak deh. Makasih. Lain kali aja. Gue pulang dulu ya.” Shilla mengangguk, Tian pun mengacak rambut Shilla lembut. Shilla memberikan senyuman manisnya. Tanpa ia sadari ada seseorang yang sebenarnya sedang menatapnya
                “Jadi dia orangnya?” Tian udah pergi, Shilla membalikkan badannya. Suara itu sudah terlalu melekat di otak dan hatinya
                “Apa sih maksud lo?”
                “Jadi gara2 dia lo mutusin gue?” tanya Alvin. Shilla hanya diam “Jawab Shill.”
                “Iya, karena dia. Puas lo?” tanya Shilla dan berjalan masuk ke rumahnya
                “Gue mau tanya untuk yang terakhir kali. Lo serius sama ucapan lo semalam?”
                “gue nggak pernah main2 sama ucapan gue”
                “Ok kalo itu yang lo mau” kata Alvin dan menstarter motornya, melaju kencang meninggalkan rumah Shilla. Ia membawa motornya tanpa arah dan tujuan

                @rumah Alvin
                “Ma..” panggil Alvin “Aku mau tunangan sama pilihan mama dan papa. Aku juga harap, agar acaranya dilaksanakan secepat mungkin” Mamanya kaget tapi bercampur lega, ada seulas senyum yang terpatri di wajah papanya. Senyum yang tak sempat dilihat Alvin. Senyum yang tak bisa diartikan oleh siapapun.
“Akhirnya dia mau juga” sahut papa Alvin
“Iya pa. Padahal, sejak ia tau mau dijodohkan sama anak teman papa, dia kan menolak mentah2. Dia tetap keukeh sama pilihannya.”
“Kita juga udah mau ketemu sama pacarnya itu.”
“Papa nggak ngerasa aneh ya? Masa Alvin tiba2 mau gitu? Apa jangan2 dia ada masalah sama Shilla?”
“Sudahlah, yang penting Alvin udah mau. Sekarang kita pikirkan saja waktu yang baik untuk mereka berdua” mama Alvin pun hanya bisa mengangguk

****************
Agni, Shilla dan Zahra yang nggak tau apa2 pun datang ke rumah Ify. Ify menjelaskan semuanya. Mereka kaget karena Via selalu diam. Lalu mereka pun mengumpulkan uang buat bayar SPP. Mereka semua ditambah Ibu Uci segera pergi ke rumah Via
                “Tante Uci? Lho kalian semua? Kok ada di sini?” ucap Via ketika membuka pintu rumahnya
                “Ehm, kita nggak dipersilahkan masuk nih?” tanya Ify
                “Eh, masuk..masuk. Maaf ya kecil. Ada perlu apa nih?” tanya Via masih bingung dengan kedatangan semuanya
                “Papa kamu ada Vi?” tanya tante Uci lembut
                “Ada..ada..Paa...” papa Via pun keluar
                “Ini mamanya ka Iel pa, namanya tante Uci”
                “Oh ya, ada apa ya bu”
                “Jadi begini, di perusahaan saya lagi kekurangan orang di bagian Ekonomi manajemen. Kebetulan Ify dan Iel cerita, karena itu, bapak mau nggak kerja di kantor saya?”
                “Ibu serius?” tanya papa Via yang udah mulai berkaca-kaca. Ibu Uci pun tersenyum dan mengangguk “Saya mau bu”
                “Ya sudah kalo gitu pak, besok bapak udah bisa kerja. Mulai kerja pukul 7 pagi. Aturan dan tanda tangan kontrak besok aja ya pak.”
                “Iya, makasih ya bu. Makasih banget...”
                “Makasih ya tan..” ujar Via yang merasa kalo Tuhan menggunakan orang lain untuk keluarganya
                “Vi, ini juga dari kita. Kita baru tau kalo lo belum bayar uang SPP. Kita harap, lo nggak nolak.” Kata Agni ambil menyerahkan amplop putih kepada Via
                “Tapi Ni,..”
                “Nggak ada tapi2an..Lo udha nggak jujur sama kita, jadi lo harus nerima ini. Kalo lo nggak nerima, berarti lo nggak nganggep kita sahabat lo” ancam Shilla. Via pun langsung memeluk mereka semua
                “Makasih ya semuanya.” Ucap Via sambil menangis
                “Udah Vi, jangan nagis lagi dong..” ujar Zahra.
“Lain kalo lo lebih terbuka ya sama kita” nasihat Ify. Semuanya pun tersenyum bahagia. Mama Via yang melihatnya dari dalam pun ikut menangis. Terharu dengan semuanya.

“Wah cape juga ya kak..” kata Ify sembari memasuki rumahnya
“Iya, tapi gue senang bisa bantu orang. Apalagi itu orang yang gue sayang.”
Kring...Kring...
Telpon rumah mereka berbunyi
“biar gue yang angkat ka.” Ify pun mengangkat gagang telpon “Hallo, selamat malam.” Sapa Ify
“Halo, malam. Bisa bicara dengan Ify?”
“Iya saya sendiri. Ini siapa ya?”
“Hai fy, lo lupa sama gue?” tanya orang yang menelpon. Ify terdiam sejenak, mencoba menerka-nerka siapa yang menelponnya. Ia pun membelalakkan matanya tak percaya

“Ka Rizky? Ya ampuuun apa kabar lo? Lo di mana sekarang?”
“Baik kok, baik. Gue di jerman sekarang. Gimana kabar lo? Tante Uci sama Iel gimana?”
“Gue baik. Lo mau ngomong sama ka Iel? Bntar ya gue panggil.” Ify pun menjauhkan gagang telpon “Ka Iel, Ka Rizky nelfon nih” Iel dengan sigap mengambil gagang telpon dari Ify
“Hei Bro..Udah lama nih nggak dengar suara lo.”
“Gimana nih? Spupu2 gue udah punya pacar blum?”
“Udah doong. Ify juga udah tuh. Lo sendiri gimana?”
“Ckckck. Udah pada GD nih. Gue? Masih PDKT. Hehehe. Yel udha dulu ya, gue mau pergi dulu, ada janji.”
“Ya udah kalo gitu. Dadagh...” Ify langsung merebut gagang telpon dari Iel
“Ka Rizky, tunggu..Minta no hape lo dong”
“Ya udah catet..0332xxxx emang buat apa sih fy?”
“Minta aja. Hehe. Ya udah ka..Bye..”
“Bye..Salam ya buat tante Uci”
“Ok deh...”
Rizky adalah sepupu Ify dan Iel. Anak dari kakak papanya. Waktu kecil, mereka bertiga sering main bareng. Cuma Rizky harus ikut sama papanya yang berangkat ke luar negeri. Sejak itu, Rizky nggak pernah ada kabar lagi.
@SMA Ganesha
Ify turun dari bus, dan berjalan ke sekolah. Ia menatap jam, 06.30
‘Pantesan masih sepi.’batin Ify. Ia masuk ke kelasnya. Via dan Agni belum ada. Akhirnya ia memutuskan ke IPA 2, kali aja zahra atau Shilla udah masuk. Dan benar saja, Shilla emang udah masuk
“Hai Shill” sapa Ify. Ia menghampiri meja Shilla. “lo kenapa Shill? Muka lo kok kusut gitu? Lo abis nangis ya?”
“Nggak apa2.” Jawab Shilla
“Shill, gue nggak mau lo diam kayak gini. Lo kayak  Via aja. Lo kalo ada masalah ngomong dong.” Ucap Ify lembut. Tapi Shilla masih saja diam dan tak menggubris perkataan Ify “Ya udah, kalo lo mau cerita, gue slalu ada kok.” Ify pun meninggalkan meja Shilla, dan kembali ke kelasnya. Ia membuka-buka catatan, mempelajari sekilas, hingga bel berbunyi.

@rumah Ify, sepulang sekolah
“Ify pulang...Lho ma? Nggak ngantor?” tanya Ify bingung lihat mamanya di dapur
“Lho?Emangnya nggak boleh? Kebetulan aja, nggak ada kerjaan. Daripada mama bosen, mending mama pulang bikin kue deh. Eh, mama kan bikin banyak, ntar kamu bawa ya buat Rio.” Ify pun mengangguk. Ia pergi ke kamarnya, dan mengganti bajunya.
“Udah jadi ma kue-nya?”
“Nih..Hati2 ya.”
“Iya.”
Ify beranjak meninggalkan rumahnya ke rumah Rio. Setidaknya, ia pernah diajak sama Rio, waktu kenalan sama mama dan papa Rio. Sesampainya ia di sana, Ify langsung memencet bel, mengetuk pintu. Tapi nggak ada sahutan sama sekali dari dalam
‘Jangan2 ka Rio masih di kampus lagi? Tapi ini kan udah mau sore’ batin Ify. Tak lama pintu pun dibuka
“Ify?”
“Ka Rio? Kamu nggak apa2?” tanya Ify cemas melihat wajah Rio yang pucat.
“Nggak. Ada apa nih? Eh masuk dulu.”
“mama suruh aku bawa kue ini buat..” perkataan Ify terhenti ketika melihat Rio berjalan sempoyongan. Ify pun segera meletakkan kue yang ia bawa, dan memapah Rio ke Sofa. Tepat, ia hendak mendudukan Rio, Rio pun pingsan. Ify pun membaringkan Rio di Sofa panjang.
“Ka Rio..” Ify pun menyentuh pipi Rio. ‘Ya ampun, Ka Rio panas banget sih..’ bain Ify
“Tante Ira,, Om Yunus..” panggil Ify. Tapi tak ada jawaban. ‘Duh, nggak ada orang lagi di rumah.’ Ify pun mengambil HP-nya memencet sederet nomor
“ma, Ify pulang telat ya. Ka Rio sakit. Dia pingsan, nggak ada orang di rumahnya. Jadi Ify rawat, ntar klo dia udah sadar, aku telpon Ka Iel deh buat jemput,”
“Ya udah kalo gitu fy. Hati2 ya. Jangan lupa makan”
“Iya..” Ify mematikan sambungan telpon. Ia mencari2 kamar Rio. Ia menatap foto mereka berdua di atas meja belajar Rio. Ia hanya tersenyum. Ia mengambil selimut, dan pergi ke ruang tamu untuk menyelimuti Rio. Ify pun mengambil sapu tangan dan air dingin. Ia mulai mengompres Rio. Ia memasak bubur di dapur untuk Rio. Jaga2, Rio lapar kalo bangun nanti. Setelah semuanya ia lakukan, ia pun duduk di sofa dekat Rio. Tanpa sadar ia tertidur
                @Frankfurt, Jerman
                Di jerman masih siang. Perbedaan waktu 6 jam dengan Indonesia bagian barat.
                “Cakka, temenin gue yuk.”
                “Ke mana sih?”
                “Ketemu teman lama gue. Yayaya”Zeva mulai masang tampang memelasnya
                “iya, iya, udah. Lo nggak usah pasang wajah memelas gitu deh.” Kata Cakka
                “Hehehe, biar lo mau ikut.”
                “dasar” kata Cakka. Tak lama kemudian, mereka sampai di salah satu sudut cafe itu, terdapat seorang cowok yang melambai-lambai ke arah mereka
“Hai, Ze, udah lama nih nggak ketemu.”
“Hai Riz..Eh kenalin, Cakka ini Rizky teman SMA gue, Rizky ini Cakka teman kuliah gue. Rizky ngambil informatika gitu.” Mereka berdua pun berjabat tangan. Ada tampang nggak suka dari Rizky. Mereka pun mengobrol sampai sore
“Ya udah kita pulang ya. Takut dimarahin nih” kata Zeva
“Iya. Hati2” Zeva dan Cakka pun pulang ke asrama. Sepanjang perjalanan, Zeva hanya senyum2.
“Ehm, ehm. Ada yang jatuh cinta nih”
“Apaan sih cakk”
“jujur aja kali. Lo suka kan sama Rizky?” wajah Zahra langsung memerah “Hahaha. Ya udah gue bantu deh..”
“Thank’s ya cakk. Gue juga bakal bantu lo sama cewek lo kok” Cakka pun tersenyum

                @rumah Rio
                Ify merasa tangannya disentuh. Ia membuka mata. Mengerjap-kerjapkan matanya. Ia  melihat sekelilingnya, mencari tau ia berada di mana
                “Eh, Ka Rio..udah baikan?” tanya Ify ketika melihat Rio udah duduk
                “Maafin aku ya, gara2 aku kamu jadi tidur di sini.”
                “Nggak apa2. Ka Rio udah makan belum? Aku panasin bubur dulu ya” Ify pun pergi ke dapur dan memanaskan bubur.
                “Aku pingsan lama banget ya fy?” tanya Rio dari ruang tamu
                “Banget..Dari sore jam 5. Kok bisa sakit sih ka?”
                “kurang tidur nih. Tugas banyak banget. Udah beberapa hari ini aku Cuma tidur 2 jam.”
                “Ya ampuuun kak, terus tugasnya udah selesai?” tnaya Ify sambil membawa sepiring bubur
                “Udah sih. Tinggal dikumpulin doank. Maaf ya, aku jadi jarang hubungin kamu.”
                “Nggak apa2 kok. Nih makan dulu.” Kata Ify sambil menyodorkan piring yang ia bawa
                “Nggak ah. Aku kan lagi sakit. Jadi kamu suapin donk.” Jawab Rio manja
                “yeeee, udah segede ini juga. Ya udah.” Ify pun pasrah dan menyuapi Rio.
                “Masakan kamu enak loh fy”
                “Baru tau?”
                “Ho-oh. Eh kamu udah makan?”
                “Udah tadi, sebelum aku ketiduran. Kak, tante Ira sama Om Yunus mana?”
“Belum pulang. Biasanya sih pulangnya jam 10-an gitu.” Jawab Rio dan melihat jam dinding “Kamu pulang aja. Udah malam. Ntar tante Uci khawatir lagi”
“Aku udah bilang sama mama. Ya, setidaknya nunggu tante Ira sama Om Yunus pulanglah.” Jawab Ify
“Aku anterin pulang ya?”
“Nggak. Kamu tuh masih sakit kak. Lagian aku udah sms ka Iel kok, buat jemput” Rio pun hanya mengangguk-angguk
“FY, makasih ya, kamu udah mau jagain aku”
“Sama2.”
“Ify? Kamu di sini?” tanya tante Ira yang baru aja pulang
“Iya ma. Tadi aku pingsan, terus dia yang jagain aku”
“Makasih ya fy, duh jadi nggak enak ngerepotin”
“Nggak apa2 kok tante. Tadi kebetulan, mama nyuruh aku buat antar kue.”
“Waaah, makasih ya. Salam juga buat mama kamu, ucapin trima kasih banyak.” Ify pun mengangguk sambil tersenyum
“Selamat malam semua.” Sapa Iel yang udah datang
“pas banget. Ya udah tan, Ify pulang dulu ya.” Pamit Ify dan mencium tangan tante Ira
“Iya, iya. Hati2 ya di jalan. Makasih buat semuanya.”
“Iya tante. Ka Rio, jaga tuh kesehatan”
“Berees bos..thank’s ya fy”
“Kita pulang dulu. Mari tante, yo.” Ucap Iel. Mereka berdua pun segera pulang ke rumah

@kamar Ify
Ia mengambil HP-nya yang berbunyi
From : Shilla
Fy, besok kan libur. Lo ada acara nggak di rumah?
To: Shilla
Nggak. kenapa?
From: Shilla
Besok pagi, gue datang ya ke rumah lo. Ada yang mau ghue ceritain.
To: Shilla
Ok. Via, Agni, Zahra nggak diajak?
From: Shilla
Via sama Agni udah gue sms. Zahra nggak gue hubungin. Gue Cuma mau ngobrol sama lo bertiga.
To: Shilla
Ya udah kalo gitu, besok lo wajib jelasin semuanya
From : Shilla
Thank’s ya  fy

‘Ada apa ya? Apa masalah sama Ka Alvin? ’ batin Ify. Ia masih ingin berasumsi, tapi mata dan otaknya tak bisa bekerja lagi. Ia pun tertidur dengan nyenyaknya

Ting...Tong..
Ify udah bangun dari tadi, walaupun sebenarnya kepalany pusing banget. Tapi ia harus Siap2 kalo Shilla datang. Ify menuruni tangga dan membuka pintu.
“Eh, ka Alvin? Perlu sama Ka Iel ya? Masuk dulu kak, aku panggil ka Iel dulu..Ka Ieeel...”
“Apaan sih fy, pagi2 udah teriak?” tanya Iel yang masih muka bantal keluar dari kamar “Lho? Alvin? Ada apa nih pagi2? Bntar ya.” Iel pun segera mencuci mukanya dan menghampiri Alvin
“Hmm, gue nggak lama kok. Gue Cuma mau ngasih ini.” kata Alvin sambil memberikan undangan berwarna biru
“Apaan nih?” tanya iel
“Undangan pertunangan gue.”
“Hah? Kok Shilla nggak cerita ke gue sih kalo dia udah mau tunangan?”
“ituuu...”
“Slamat ya bro.” Ucap Iel
“Ify yang lain udah pa..” perkataan Shilla terhenti ketika melihat Alvin sedang duduk manis di ruang tamu.
“Oh ya, ini Shill, kebetulan ada lo di sini. Gue mau kasih undangan pertunangan gue” ujar Alvin sambil mengeluarkan undagan lain dari dalam tasnya.
“kapan nih? Slamat ya..” ujar Shilla tersenyum dan mengulurkan tangan. Walaupun ia tau, sebenarnya ia masih nggak rela
“Liat aja undangannya. Yel, Fy, gue pulang dulu ya. Masih banyak yang harus gue bagiin” sahut Alvin tanpa membalas uluran tangan Shilla. Ify dan Iel yang sama sekali nggak ngerti Cuma bisa cengo. Alvin pun pergi dari rumah Ify dan Iel
“Lo udah putus sama Alvin, Shill?” tanya Iel
“Udah. Gue rasa, dia nggak pantes buat gue” jawab Shilla dan tersenyum miris. Belum Iel menanyakan pertanyaan lain, Ify udah narik Shilla ke kamarnya.
“Shill, jangan bohong sama gue. Apa yang mau lo ceritain ke gue? Trus kalo bukan lo, siapa yang bakal tunangan sama Alvin?” Shilla masih tetap diam. Ify dengan sigap mengambil undangan yang ada di tangan Shilla. Ia membaca nama yang ada di sana. “gue nggak ngerti. Lo harus jelasin ini semua.” Shilla pun menangis. Ify memeluk Shilla, membelai rambutnya, menenangkannya.
“Gu..gue masih sa..sayang banget sama ka Alvin. Gu..gue nggak bisa lupain dia..Gu..Gue...” Shilla kembali menangis. Ify nggak komentar apa2.
“Ada apa nih?” tanya Via dan Agni yang baru aja masuk ke kamar Ify. Mereka berempat pada diam. Semuanya nunggu Shilla, sampai selesai nangis.
“Maaf ya, gue manggil lo semua. Gue...udah putus sama ka Alvin” semuanya langsung shock “Gue, nggak rela dia tunangan sama Zahra.”
“Zahra tau kalo Alvin itu pacar lo?”
“Dia tau pacar gue nama Alvin. Gue juga tau dia bakal dijodohin sama orang yang namanya Nathan. Tapi gue nggak tau kalo Nathan itu nama panggil buat Alvin waktu kecil dulu. Tapi gue rasa dia nggak tau kalo Alvin yang gue maksud dan Nathan yang dia maksud itu orang yang sama. Gue udah cukup kenal sama dia. Dia orangnya jujur banget.”
“Lo kenapa mutusin Alvin?”
“Gue....”
======================FLASHBACK===================
“Shilla?”
“Iya om..”
                “Ayo ikut saya.” Kata Bapak itu dan menaiki mobilnya itu. Shilla hanya menurut dan mengikuti. Dia sudah membuat janji dengan bapak yang ada di sampingnya sekarang. Telpon singkat yang ia terima kemarin, cukup membuat ia berani mengatakan ya untuk bertemu sekarang. Ia juga nggak mengerti bagaimana bisa ia percaya begitu saja. Tapi setidaknya, ia nggak mau menyesal nantinya. *Ingat nggak bagian ini? kalo nggak, baca aja part 4*
                Dalam mobil, Shilla hanya diam tak berkata-kata. Ia nggak tau, penawaran apa yang akan ditawarkan. Mereka memasuki sebuah restoran mahal, dan memesan makanan. Shilla mencoba menatapi bapak yang berada di hadapannya. Bapak yang menggunakan jas ini, sangat ramah namun penuh makna tersirat dari semua tindakannya
                “Ada apa ya om?”
                “Hahaha. Tak usah buru2. Kita ngobrol2 santai aja.” Tawa yang mengandung arti “Jadi, kamu sudah berapa lam pacaran sama Alvin?”
                “1 tahun om.” Jawab Shilla ramah pada Bapak yang ternyata adalah ayah Alvin
                “Lama juga ya? Papa kamu kerja di mana?”
                “Di PT Orion om, kepala bagian cabang jakarta pusat”
                “Oh ya? Om loh yang punya perusahaan itu.” Shilla hanya tersenyum walaupun ia masih nggak ngerti “Kamu Cuma tinggal sama papa kamu?”
“Iya om. Mama Shilla udah meninggal.”
“Pasti kamu sayang banget ya sama papa kamu” Shilla hanya mengangguk “Saya punya penawaran buat kamu. Yaah, ini juga untuk kebaikan kamu.”
“maksud om?”
“Om minta kamu putusin Alvin” Shilla tersentak. “Atau kalo nggak...” papa Alvin menggantungkan kalimatnya. “kalo nggak papa kamu, saya pecat.”
                “Kenapa om? Saya kan sayang sama Alvin, Alvin juga sayang sama saya”
                “Hahahaha...Sayang? Hmm, saya baru tau..Hh,, setidaknya saya memiliki pasangan yang lebih baik untuk Alvin. Bukan seperti kamu pastinya. Anak teman saya, namanya Zahra”
                Shilla kaget banget. Ia seperti kejatuhan batu2 besar dari langit. Ia terdiam lama
                “Jadi, gimana? Kamu nggak kasihan papa kamu luntang-lantung nggak ada pekerjaan, belum lagi harus biayain sekolah kamu?”
                “Kenapa om nggak bicara aja sama Alvin?”
                “Kalau Alvin mau, saya juga nggak akan hubungin kamu Shilla. Tapi sayangnya Alvin membangkang, ia nggak mau dengar kata2 saya. Dia terlalu sayang sama kamu. Jadi terpaksa saya menggunakan kamu”
                “Kalo misalnya, papa saya nggak kerja di perusahaan om, apa yang bakal om lakuin?”
                “Hahahaha. Shilla. Shilla. Kamu terlalu polos ya?? Saya bisa aja jadi kejam. Misalnya menabrak mati papa kamu” kata papa Alvin sambil tersenyum penuh kemenangan. “Jadi gimana Shilla?” Shilla pun mengangguk. Tapi hatinya ingin menangis
                “Hahaha. Bagus..Ternyata gampang juga ya, bekerja sama dengan kamu. Hmm, saya harap, malam ini juga kamu putusin Alvin. Oh ya, 1 lagi, jangan pernah Alvin tau masalah ini. Kalau nggak, papa kamu nggak akan selamat”
                “Jangan khawatir om, saya nggak akan bilang ke Alvin kalo papanya selicik ini” senyum di wajah papa Alvin pun memudar “Alvin pernah bilang ke saya, kalo papanya nggak pernah mau dengar apa keinginannya. Selalu saja memenuhi ambisinya. Dan ternyata memang benar ya.”
BRAG...Papa Alvin menggebrak meja “Kamu...”
                “Saya permisi” pamit Shilla dan meninggalkan papa Alvin yang marah banget. Marah karena dikoreksi sama anak SMA
=====================FLASHBACK END===============
“AAAh,,, dasar. Udah tua , tapi nyebelin banget sih” giliran Agni yang marah2.
“Heu..Gue ngak tega sama papa gue. Makanya gue terima tawarannya”
“Ya ampuun Shilla, yang sabar ya..” ucpa Via dan memeluk Shilla
‘Aargh, kok sakit lagi sih nih perut.Benar2 nggak bisa dikompromi deh’ batin Ify. “Eh, gue ke kamar mandi dulu ya”
“Iya, iya.”
 Sambil memgang perutnya, Ify berjalan ke kamar mandi. Tiba2 ia muntah begitu aja. Darah keluar dari mulutnya. Ia kaget melihat darah segar, tapi ia segera membersihkannya, agar nggak ketahuan sama yang lain. ‘kok darah? Gue kebanyakan darah kali ya..’ batin Ify bingung. Lalu, ia kembali ke kamarnya
“Lama amat?” tanya Via
“Hehehe.”
“Fy, lo nggak apa2? Lo pucat banget” tanya Shilla
“Gue...” BRUG..
“IFY!” teriak Agni. Ia kaget, melihat Ify tiba2 pingsan. “Shill, bantu gue naikin di ke tempat tidur, Via, panggil ka Iel”
Iel, Via, Shilla, Agni membawa Ify ke Rumah sakit terdekat. Dibawa ke UGD.
“Dok, adik saya nggak apa2 dok?” tanya Iel panik
“Maaf, saya masih belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Dia harus tes laboratorium. Tadi kami udah foto, endoskop, dan pengambilan darah. 3 hari lagi baru bisa kami beritau.”
“Ify udah sadar dok?”
“Udah, kalo mau jenguk. Masuk saja. Saya permisi dulu” Via, Iel, Agni dan Shilla pun masuk. Mereka melihat Ify lagi senyum2 gaje
“Ify, lo tuh ya bikin kita semua pada khawatir.”
“Hehehe..Maaf, maaf. Tapi thank’s ya. Oh ya, gue mohon nggak ada yang bilang sama ka Rio ya.”
“Kenapa fy?”
“Gue nggak mau bikin dia khawatir aja. Lagian dia baru sembuh juga kemarin, trus tugasnya lagi banyak.”
“Ya udha kalo itu mau lo” ucap Iel pasrah
“Fy, kita pulang dulu ya.”
“Iya, Shill lo yang kuat ya..” Shilla hanya mengangguk dan tersenyum “Kalo ada apa2, sms gue”
“Ya udah bye fy. Jaga kesehatan lo.” Kata Via. Mereka bertiga pun pulang dan meninggalkan Ify Iel sendiri.

@Acara pertunangan Alvin
Ify, Rio, Via, Iel, Agni, Shilla, Tian semuanya ada di sana. Teman2 papa dan mama Alvin pun ada di sana
“Selamat malam semua. Kami ingin mengucapkan terima kasih karena udah mau datang di acara ini. Kami sudah menjodohkan anak kami dari lama. Sekarang oertukaran cincin” kata papa Alvin. Alvin memasangkan cincin ke jari manis Zahra dan begitupun sebaliknya,. Semuanya bertepuk tangan “Terima kasih, trima kasih. Silahkan bersenang-senang.”
“Hei Shill, diem aja.”
“Ah lo yan, kagetin gue aja.”
“Abisnya lo bengong mlulu. Hehe.Eh ke Zahra yuk, kasih slamat. Ify dan yang lainnya juga lagi ke sana” kata Tian. Shilla pun mengangguk.
“Hai Zahra, slamat ya..” ucap Tian
“Makasih. Eh semuanya, kenalin ini tunangan gue. Alvin Jonathan Sindunata.” Ify, Agni dan Via hanya memandang Shilla “Eh Shill, nama pacar lo Alvin juga kan? Waah, kok bisa kebetulan banget sih?”
“Hahaha. Emangnya yang nama Alvin Cuma 1 doank? Lagian gue juga udah putus sama dia. Ngerasa nggak cocok aja. Selamat ya. Eh, kita ambil makanan dulu ya. Bye..” Shilla refleks menarik tangan Tian. Tian yang kaget Cuma bisa senyum2 doank, sedangkan Alvin memalingkan wajahnya. Ia benar2 cemburu
“Shilla! Cieee, lo udah sama spupu gue nih?” goda Zahra. Shilla yang nggak ngerti apa2 langsung balik. Ia langsung melepaskan genggaman tangannya
“maaf yan.”
“nggak apa2 kok” kata Tian. Dan kali ini Tian yang menggandeng tangan Shilla menjauh dari kerumunan
“Alvin? Mau nyanyi nggak?” tanya mamanya. Alvin pun mengangguk. Semuanya pun menjauh, memberikan jalan pada Alvin. Alvin tersenyum dan duduk di kursi yang ia sediakan. Ia bernanyi sambil duduk
“Lagu ini,  gue persembahkan buat seseorang, yang telah ninggalin gue” kata Alvin
Tuhan tolonglah
Hapus dia dari hatiku
Kini semua percuma
Tak kan mungkin terjadi
Kisah cinta yang selalu aku banggakan

Kau hempas semua
Rasa yang tercipta untukmu
Tanpa pernah melihat
Betapa ku mencoba
Jadi yang terbaik untuk dirimu

Reff:
Oh mengapa tak bisa dirimu
Yang mencintaiku tulus dan apa adanya
Aku memang bukan manusia sempurna
Tapi ku layak dicinta karena ketulusan
Kini biarlah waktu yang jawab semua

Tanya hatiku..
Tanpa pernah melihat
Betapa ku mencoba
Jadi yang terbaik untuk dirimu
Kembali ke Reff:

Waktu yang jawab semua
Tanya hatiku..

Setelah Alvin menyanyi, Zahra bergelayut manja di lengan Alvin. Shilla pun berlari, menjauh dari acara tersebut. Tangisnya tak bisa ia tahan lagi
“Trima kasih Shilla” kata papa Alvin yang lewat begitu saja di belakang Shilla.
“Shill...”panggil Ify. Shilla langsung meluk Ify
“Gue nggak kuat fy, gue nggak tahan. Sakit banget fy. Kenapa dia nyanyi dan tatapannya ke arah gue? Lagu itu...” Ucap Shilla yang menangis.
“Sabar ya Shill. Dia nggak tau, kalo lo sebenarnya juga korban. Ya udah kita pulang aja ya?”
 “Makasih fy.” Kata Shilla mencoba menghentikan tangisannya. Shilla dan Ify kembali ke acara itu.
“Lo nggak apa2 Shill?” tanya Rio
“Nggak apa2 kok ka. Gue pulang dulu ya.”
“Kita juga mau pulang kok. Yuk” kata Via dan disetujui semuanya. Setelah mereka berpamitan. Tian nganter Shilla pulang, Iel nganter Agni dan Via, Rio nganter Ify
“Fy, sebenarnya ada apa sih sama Shilla?”
“Janji ya kak, kamu jangan bilang ke siapa2 khususnya Ka Alvin” Rio mengangguk. Ify pun menceritakan semuanya
“Nggak nyangka, papanya Alvin bisa kayak gitu,” ujar Rio
“Kasihan deh si Shilla.”
“Fy, kamu janji ya sam aku, kamu harus selalu  jujur sama aku. Apapun yang terjadi. Nggak boleh ditutupin”
“Iya ka. Kamu juga..” ujar Ify sambil tersenyum

@kamar Ify
Ify langsung masuk ke kamarnya. Ia mengganti gaunnya. Membersihkan makeup di wajahnya. Dan menbuka laptop kesayangannya. Ia memasang modem dan mulai membuka twitter
Ifyalyssa : Orang Hebat adalah orang yang  bisa bersalaman dengan kesullitan dan takkan pernah mau menyerah
Rizky_maulana : bijak banget sih lo, RT @ Ifyalyssa : Orang Hebat adalah orang yang  bisa bersalaman dengan kesullitan
Ifyalyssa : iya dong. Baru tau. :P RT @Rizky_maulana : bijak banget sih lo,
Rizky_maulana : @Ifyalyssa, gue mau cerita nih
 Ifyalyssa : cerita aja. Ada apa nih  ka @ Rizky_maulana
Rizky_maulana : gua lagi suka sama cewek. Tapi tadi waktu ketemu, dia ngajak cowok. Gimana dong @Ifyalyssa
 Ifyalyssa : pacarnya? @ Rizky_maulana
Rizky_maulana : Ngakunya sih temannya. Tapi gue ragu. Mereka kelihatan dekat banget @Ifyalyssa
 Ifyalyssa : Lha? Percaya aja ka @ Rizky_maulana . bisa aja kan yang dibilang sama teman kakak itu benar. Teman kampus kan?
Rizky_maulana : Iya. Anak MCI, namanya Cakka. @Ifyalyssa
Ifyalyssa : hah? Serius? Bentar ya ka @ Rizky_maulana

                Ify pun menuruni tangga mencari kakaknya.
                “Ka Iel, lo ingat nggak, waktu lo ngecek Ka Cakka ke rumahnya, kan dibilang kalo dia di Jerman. Lo ingat nggak di daerah mana? Kuliah di mana?” Iel mengerutkan keningnya. Ia mencoba mengingat-ingat
                “Di Frankfurt. Kalo nggak salah di..Music College Internasional..Iya, di situ”
                “kakak yakin? Waktu itu siapa yang bilang?”
                “Yakin fy. Yang bilang om-nya.”
                “Makasih kak” Ify pun kembali ke kamarnya

Ifyalyssa : Maaf kak @ Rizky_maulana gue kelamaan.
Rizky_maulana : Gue udah lumutan nih..Hehehe. Nggak apa2, @ Ifyalyssa
Ifyalyssa : Gue mau nanya yang nama Cakka itu, tinggi, putih, dengan model rambut harajuku bukan? Gue kirimin fotonya, lo bilang iya atau nggak ya ka @ Rizky_maulana

Ify pun membuka kumpulan foto2 mereka selama ini. Ia memotong bagian Cakka, kemudian dia kirim ke Rizky
Rizky_maulana : Iya yang itu. Kenapa emangnya @Ifyalyssa
Ifyalyssa : Hmm, lo nggak usah khawatir kak. Dia udah punya cewek di sini kok. Lagian dia juga udah janji buat setia sama pacarnya di sini. @ Rizky_maulana
Rizky_maulana : Serius lo @ Ifyalyssa?
 Ifyalyssa : iya. Jadi, kalo lo mau deketin teman lo nggak usah khawatir. @ Rizky_maulana
Rizky_maulana  : Makasih @Ifyalyssa
Ifyalyssa  : kak @Rizky_maulana, lo mau nolong gue nggak?
 Rizky_maulana : Nolongin apa @ Ifyalyssa ?
Ifyalyssa : jadi giniii................

Setelah selesai Ify mematikan laptopnya. Ia tersenyum senang. Dia punya rencana bagus buat kebahagiaan temannya. Tiba2, Ia meringis kesakitan. Perutnya sakit lagi. Dia mencoba agar bisa segera tidur dan melupakan kesakitan yang ia rasakan

@SMA Ganesha
“Jalan2 yuuk..” ajak Shilla
“Duh, maaf ya. Gue nggak bisa. Gue harus ngambil hasil kemarin sama nyokap. Kalo lo mau jalan, nggak apa2 kok.”
“Yaah, masa lo nggak ikut sih fy. EH, kalo udah tau hasilnya, smsin kita2 ya”
“Bereess...Palingan juga dibilang kalo gue nggak apa2. Ya udah gue pulang dulu ya.. Bye...” pamit Ify pada ketiga sahabatnya. Ia dijemput sama Iel pakai mobil, kemudian jemput Ibu Uci di kantornya. Jarak dari kantor mamanya ke rumah sakit emang lebih dekat.
Rumah sakit yang dipenuhi aroma obat-obatan plus dihiasi botol-botol infus, ranjang dorong, kursi roda atau jarum suntik, selamanya nggak akan menjadi pemandangan yang indah. Tapi Ify tak bisa menghindar dari desakan mama dan Kak Iel hari itu. Sekalipun baginya, segala pemeriksaan laboratorium yang dilakukan atas dirinya sama sekali tak berguna dan bahkan cenderung sia-sia, namun Ibu Uci dan Ka Iel ingin ia ikut serta menerima hasil semua pemeriksaan itu.
                “Ngapain sih aku ikut cuma untuk ngambil hasil yang menyatakan aku sehat walafiat?!” komentar Ify saat didesak Mamanya tapi akhirnya ia harus menyeret tubuhnya juga memasuki RS itu.
                Sementara menyusuri koridor Rumah Sakit, pikiran Ify terbang ke berbagai masalah yang menimpa Shilla, Agni maupun Via. Rasanya segala keburukan menyerang mereka secara beruntun. Ify bukannya nggak mau bersikap tegar tapi entah mengapa, dia merasa letih dan lemah menghadapi semuanya. Mungkin karena mereka sudah cukup lama bersama, Ify ngerasa mereka seperti saudara kandung dan semua masalah mereka menjadi masalahnya. Ia tak bisa membiarkan semua berjalan seiring waktu tanpa melakukan apa-apa.
                “Ayo masuk Fy..” tukas Mamanya menyentak Ify dari lamunan. Mereka beranjak dari kursi di ruang tunggu dan memasuki ruangan dokter Chiko yang menangani Ify saat pingsan kemarin. Ia yang menyarankan melakukan berbagai pemeriksaan lain, sehingga bagi Ify, dia adalah dokter yang mata duitan. Dokter Chiko tersenyum ramah dan mempersilahkan mereka duduk.             
                “Hallo Ify! Apa kabarmu sekarang?!” tanyanya seolah mereka telah kenal lama.
                “Baik” cetus Ify pendek. ‘Ngapain sih basa-basi segala?! Kasih aja hasil pemeriksaan itu dan biarkan kami pulang’ batin Ify.
                “Well,kami sudah mendapatkan hasilnya.” Dokter itu menggantung kalimatnya sambil membuka amplop cokelat di tangannya dan menarik keluar beberapa kertas.
                “Tak ada masalah dengan jantung, paru-paru ataupun darah” ujarnya kemudian menyingkirkan berbagai kertas dan menyisakan satu yang terletak paling akhir. “Hanya saja.... kamu tidak bisa dibilang sehat...” ujar Dokter Chiko
 ‘Apa-apaan ini?! Maksudnya, gue kurang gizi?! Trus nanti disuruh ke dokter melulu?! Dasar mata duitan!’ pikir Ify kesal. Dokter Chiko menyodorkan kertas itu pada Mamanya Ify sambil tersenyum prihatin. Ify mendesah kesal, tak mengerti apa yang terjadi. Mamanya menatap kertas itu dan ternganga.
                “Ini... Ini... apa ini maksudnya...” Mamanya terbata. Ify semakin penasaran. Dokter Chiko mengangguk.
                “Iya... Maafkan saya... Ify... positif menderita kanker lambung. Penyakit ini memang jarang sekali ada. ” Dokter Chiko mencoba menjelaskan. Iel kaget. Ia memegang pundak Ify, memberikan kekuatan. Ify terdiam. Tubuhnya membeku. Tak ada informasi yang berhasil diserapnya dengan baik saat itu kecuali kata ‘kanker lambung’ yang seolah berarti ‘maut’. Mamanya memeluk Ify sambil menangis tersedu. Dokter menatap penuh keprihatinan sementara Ify masih tak bereaksi. Pikirannya mencoba mencerna segala yang terjadi, hasil pemeriksaan itu dan kata-kata  dokter Chiko tapi ia tak mampu memahami apapun selain ‘kematian’.
                Suami saya pernah mengalaminya. Jadi apa yang harus kami lakukan dok?..” tanya Ibu Uci di tengah isak.
                Kanker lambung  bukan tak bisa disembuhkan. Sekarang dunia penuh dengan kecanggihan teknologi, khususnya di Korea Selatan dan kita bisa mengatasi penyakit Ify secepat mungkin. Kita bisa melakukan kemoterapi...”
                “NGGAK!!!” Ify bereaksi untuk pertama kalinya sejak berita itu dikabarkan. Bayangannya tentang kemoterapi, rambut rontok dan tubuh bagaikan mayat membuatnya refleks berteriak.
                “Nggak mau! Saya nggak mau di-Kemo” seru Ify tegas.
                “Tapi.. ini satu-satunya jalan terbaik untuk..”
                “Saya bilang, saya nggak mau! Dokter ngerti bahasa Indonesia kan?! Saya nggak mau menderita untuk kemo dan pada akhirnya akan mati juga!”
                “Tapi penyembuhan ini bisa saja berhasil..”
                “berapa kemungkinannya?! Berapa persen?! 1 persen?! Itu sama aja sia-sia, dok! Jangan dikira saya bodoh! Siapapun tahu, ujung dari penyakit ini adalah kematian. Yang bisa dokter lakukan hanya memperpanjang hidup saya, iya kan?! Tapi untuk apa?! Untuk melihat saya lebih menderita?!...”
                “Ify...” ka Iel merangkul mencoba meredakan emosi Ify. “Coba denger kata dokter... lo masih bisa sembuh.”
                “Nggak Ka, Nggak Ma! Aku tahu, nggak akan bisa begitu. Mereka hanya akan mengeruk habis seluruh uang pasien untuk sesuatu yang pada akhirnya takkan membawa perubahan apapun selain menambah kesakitan. Mama sama kakak nggak ingat, papa juga pernah di-kemo, tapi hasilnya nihil kan? Papa juga tetap pergi.  Apa mama sama kakak nggak ngerti, apapun yang dilakukan, Ify akan mati! MATI!!!” seru Ify semakin diluar kontrol.
                “Anda tidak perlu terburu-buru memutuskan hal ini Bu Uci. Untuk sementara yang terpenting adalah menjaga pola makan Ify. Jangan sampai ia terlambat makan, atau makan sembarangan. Nggak boleh kecapekan, nggak boleh stress. Stres akan mempengaruhi kesakitan pada lambungnya. Mual, muntah, kembung, kehilangan selera makan, berat badan turun itu akan dialami oleh Ify. Dan kalau ia sampai muntah darah beberapa kali dalam sehari, itu nunjukin kalo keadaannya semakin patah” ujar sang dokter. Tapi tak satupun yang terekam dikepala Ify. Didalam benaknya hanya ada kepedihan, putus asa dan hilang harapan.
“Apa dokter tahu, penyakit inilah yang akan membuat saya stress!!” seru Ify kemudian berlari keluar ruangan. Tak peduli akan panggilan Mamanya atau berpasang mata yang menoleh padanya. Ify berlari hingga ia cukup jauh dari RS seolah penyakitnya bisa ditinggalkan di ruang praktek dokter Chiko. Sudah terlalu banyak bebannya, kenapa sekarang ia juga yang harus menderita kanker?! Kenapa harus dirinya?! Ify tak habis pikir, apakah ini hukuman dari Tuhan atau karena Tuhan memang tak ingin melihatnya bahagia?! Dari sekian miliar penduduk di dunia, kenapa harus dia?! Ify meraih ponselnya dan nama Rio-lah yang pertama kali tercetus dibenaknya.
                “Iya fy.” sahutan Rio memutus nada sambung.
                “Ka rio” Ify hanya mampu bergumam. Suaranya bergetar dan kepalanya pening. Terik mentari malah semakin membuatnya pusing.
                “Iya, kenapa?!” rio mulai menangkap ada yang tak beres dengan ceweknya ini.
                ka..kamu dimana?!”
                “Di kampus”
                “Kuliah?”
                “He-eh. Tapi aku berhasil keluar ruangan koq. Jadi, ada apa?”
                “Ng... nggak ada. Kamu lanjut kuliah aja deh!”
                Fy... please, aku tahu ada yang nggak beres. Ada apa?”
                “...”
                Fy... kamu kan tahu, kalau kamu minta aku bolos kuliah pun, aku akan dengan senang hati melakukannya. Jadi, katakan ada apa atau aku akan cemas sepanjang hari...”
                Ka Rio... pernah nggak terbayang, mungkin suatu saat kita ditempatkan di situasi paling buruk, paling menyakitkan dan hampir nggak bisa kita hadapi. Saat itu, seluruh batin dan pikiran bakalan menyerah... Apa yang akan kamu lakukan saat itu? Masih mungkinkah kita semangat sampai selesai, sementara kita sendiri nggak tahu cara menyelesaikannya..” tutur Ify. Rio mengernyit. Sejujurnya dia tak mengerti apa yang ingin dikatakan Ify tapi perasaannya mengatakan, Ify butuh jawaban jujur.
                fy... Situasi yang sesulit apapun pasti ada penyelesaiannya. Kalau kita menyerah, maka masalah itu nggak akan pernah selesai dan selamanya akan menjadi sulit.. Kalau kita menyerah, kita nggak punya pengalaman untuk dipelajari... Kalau kita menyerah, kita telah memulai kehancuran diri kita sendiri. Kita bisa lemah die, bisa kesal, marah, rapuh, tak berdaya... tapi menyerah adalah pilihan, dan semangat adalah dorongan. Kenapa harus memilih menyerah jika kita masih didorong oleh semangat?! Kenapa harus berhenti di tengah jalan kalau kita masih bisa melangkah sekalipun dengan menyeret kaki dan tertatih?! Kita sudah melewati banyak hal bersama dan kamu tahu, kamu nggak pernah sendirian. Kita bisa mengatasi segalanya bersama.” Kata-kata yang Rio lontarkan mungkin akan ditertawakan Ify di hari kemarin. Tapi saat itu, benaknya menangkap setiap kata, meresapi dan menyimpannya di dalam hati. Sekalipun batinnya berperang dengan rasa putus asa dan ketakutan, namun kata-kata Rio seolah menyejukkan disaat yang tepat.
                Fy... sebenarnya, ada apa?” tanya Rio
                “Entahlah ka... aku hanya merasa lemah... merasa... putus asa. AKu ketakutan Ka... Tapi aku nggak tahu takut sama apa?! aku..aku merasa dunia ini nggak adil”
                “Bukannya dunia memang nggak pernah adil?! Tapi Tuhan adil fy... Tuhan punya rencana dan nggak akan pernah membiarkan kita sendirian. Tuhan akan menjadikan segalanya indah pada saatnya. Kamu harus percaya itu... apapun yang terjadi, kita bisa melaluinya karena Tuhan itu nyata. Iya kan?!”
                Ify terdiam. Ada keinginan di dirinya untuk menyalahkan Tuhan lagi atas kemalangannya, masih terlintas bahwa semua ini adalah hukuman. Tapi, Rio mengingatkan dirinya. Semua adalah rencana Tuhan dan pasti ada maksud di balik semua ini. Ify belum cukup rela menerima penyakitnya tapi jauh didalam hati kecilnya, ia merasa kedamaian mulai merayap masuk.
                “Ka... makasih ya... kamu bener... Nggak seharusnya aku memilih menyerah..” gumam Ify.
                Fy, kamu tahu, kapanpun kamu bisa menghubungi aku. Kalau ada masalah, jangan disimpan sendirian. Two, muuch better than alone. Iya kan?!”
                “Yeah.... ng... sekali lagi... thanks ka...”sahut Ify. ‘maafin aku ka, aku belum siap untuk memberitahukan apa yang sebenarnya aku hadapi’, batinnya
                “ Apa sih yang nggak buat kamu fy..”
                “hehehehe...” Ify terkekeh. Biasanya kalimat itu hanya akan ditanggapinya dengan canda tapi entah mengapa, kali ini kalimat itu seolah memberi arti tersendiri.
                “Well, udah dulu ya Ka... see you...” Ify mengakhiri pembicaraan. Sedetik kemudian ponselnya bergetar.
                “Iya Ma... Ify nggak apa-apa. Tunggu di depan Rumah Sakit aja. Aku kesana sekarang...” ujar Ify bahkan sebelum Mamanya mengatakan apa-apa.
                Di kampus, Rio mengantongi ponselnya sambil tertegun. Semua pelajaran yang diterimanya sejak telepon dari Ify tak ada yang bisa dicernanya. Rio tak tahu mengapa dia begitu gelisah bahkan cemas yang berlebihan. Ify mungkin hanya pusing karena masalah Shilla dan lainnya tapi dari suaranya, Rio merasa ada hal lain yang mengganggu pikiran ceweknya. Rio memalingkan wajahnya ke luar jendela, menangkap bayangan orang yang lalu lalang tapi benaknya tak pernah terlepas dari bayangan Ify. Rio mendesah, mencoba menyingkirkan debaran dan sesak yang mengganggu pernapasannya.  
***
                Sementara itu, di dalam perjalanan Ify hanya diam. Nggak tau apa yang sebaiknya ia lakukan sekarang. Setidaknya ia bisa lebih tenang dari sebelumnya. Ia mencoba menerima, bahwa apapun yang terjadi dia nggak akan pernah terlepas dari kenyataan pahit ini.
                “Fy, kamu istirahat ya” ujar Mamanya lembut setelah mereka sampai di rumah. Ify mengangguk dan masuk ke kamar
                “Fy, lo  nggak apa2?” tanya Iel
                “Nggak apa2. Setidaknya gue lebih tenang sekarang.” Iel duduk di samping adiknya, dan merangkul Ify. Meletakkan kepala Ify di pundaknya
                “Kalo lo mau nangis, bahu gue siap kok.”
                “Untuk apa gue nangis kak?” tanya Ify datar “Gue nggak mau nangis kak. Nangis nggak bikin lebih kuat, nangis cuman nunjukin kalo gue itu lemah. Nangis nggak bakalan bikin gue sembuh dari penyakit ini. Nangis nggak pernah nyelesain masalah. Nangis hanya bikin gue terlihat bodoh. Nangis Cuma..Cuma bikin gue lebih..ingat kalo gue bakalan ninggalin dunia ini” ucap Ify yang akhirnya menjatuhkan air matanya
                “Lo perlu tau fy, Nangis itu wajar. Dan nangis itu nggak apa2 asal di waktu yang tepat. Nangis juga bukan nunjukin kelemahan kita, tapi nangis itu nunjukin kalo kita nggak pernah bisa sendiri. Karena kita akan selalu membutuhkan orang lain di sisi kita ” ucap Iel dengan suara bergetar menahan tangisnya sendiri
                “Gue takut kak.” Ucap Ify di sela tangisnya “Gue takut ninggalin semuanya. Gue nggak siap ninggalin Shilla, Agni, Via. Gue nggak cukup siap ninggalin lo sama mama. Dan gue juga nggak pengen ninggalin Ka Rio. Gue sayang sama semuanya. Tapi apa harus kayak gini? Apa gue harus kehilangan semuanya?” tanya Ify yang masih menangis
                “Siapa bilang lo kehilangan kita? Hah? Kita akan selalu ada buat lo kok fy”
                “Kak, lo jangan bilang ya sama siapa2 kalo gue kanker lambung. Bilang aja gue maag biasa”
                “Kenapa fy?”
                “Gue cukup lemah kak. Setidaknya gue nggak mau lebih terlihat lemah di hadapan mereka semua. Lagian masalah mereka juga udah cukup banyak, gue nggak mau membebani mereka karena masalah gue. Ntar kalo udah waktunya, gue yang bakalan bilang kok”
                “Gue ikutin kalo itu mau lo”
                “Kak. Cuma sama lo gue bisa jujur sama perasaan gue sendiri. Gue nggak tau harus hadapin mama kayak gimana. Gue nggak mau bikin mama sedih. Gue mau terlihat kuat di depan semuanya, kayak di novel2. Tapi... gue juga nggak cukup kuat untuk hadapin ini kak. Gue juga lemah. Gue pengen teriak, kalo gue nggak apa2, ke dunia ini. Tapi apa gue cukup kuat untuk memakai topeng yang nunjukin gue nggak apa2? Kak...” Ify menangis dalam pelukan Iel. Air matanya mengalir semakin cepat. “Gue pasti bikin mama cemas. Gue pasti bikin mama sedih”
                “Ify, Ify orang tua mana sih yang  nggak sedih kalo anaknya lagi begini. Fy, gue harap lo nggak pernah berfikir untuk nyerah. Kalo nggak ada lo, gue nggak ada tempat curhat, kalo nggak ada lo, siapa yang harus gue jailin coba?” Pertahanan Iel pun runtuh. Ia juga nggak cukup siap kayak Ify. Mungkin ia lebih nggak siap daripada Ify. Tanpa ia ketahui, Ify tertidur dalam pelukannya. Iel pun menggendong Ify dan membaringkan Ify di atas tempat tidur. Ia mencium kening Ify
                ‘Alyssa, adik gue satu2nya. Adik yang paling gue sayang. Jangan pernah ninggalin gue. Gue nggak bisa lihat lo nggak seceria dulu fy...’ batin Iel dan meninggalkan kamar Ify
               
                “Pagi ma, Pagi ka..” sapa Ify sambil tersenyum dan menghampiri mereka di ruang makan. Mamanya dan Iel hanya mencoba tersenyum, walaupun sebenarnya mereka masih kepikiran masalah kemarin. Ify memakan roti yang telah dibuat mamanya.
                “Fy, kamu jangan cape2 ya, jaga kesehatan kamu. Jangan lupa minum obat.” Nasihat ibu Uci
                “Iya, mamaku yang cantik. Jangan khawatir.” Kata Ify yang masih tersenyum
                “Fy, gue anter lo ya.”
                “Berees bos..Yuk ah, gue udah selesai nih” kata Ify dan meneguk segelas susunya. “Da mama..Nggak usah pikirin aku, aku bisa jaga diri kok.” Ify dan Iel berpamitan dan segera berangkat ke sekolah. Naik mobil. Itu yang disarankan sama ibu Uci agar Ify nggak kecapekan
                “Fy, gue tau senyum lo itu palsu kan? Cuma buat nunjukin ke mama kalo lo bakal baik2 aja” kata2 Iel menohok di hati Ify. Tepat sasaran. Emang kakaknya doank yang bisa tau
                “Gue Cuma nggak mau mama cemas kok. Lo juga jangan cemas. Gue nggak apa2.”kata Ify dan tersenyum miris.
                “Kalo ada apa2, lo telp atau sms gue aja.” Nasihat Iel yang udah ada di depan gerbang sekolah adiknya
                “Iya kakakku sayang. Gue masuk dulu ya..Daaa..” Iel hanya bisa menggeleng melihat adiknya yang sok kuat. Ify berjalan dengan langkah gontai. Kata2 dokter kemarin masih terbayang di pikirannya. Kehilangan harapan? Mungkin itu yang ia rasakan.
                “Pagi fy.” Sapa Via ketika Ify memasuki ruang kelas
                “Pagi” balas Ify masih tetap tersenyum. Namun bukan senyuman yang biasanya ia berikan pada sahabat2nya. Senyumannya kali ini seperti senyum yang terbeban
                “Lo kenapa? Kok beda gitu?” tanya Agni
                “Hah? Perasaan lo aja kali,”
                “Eh fy, gimana hasil kesehatan lo kemarin?” tanya Shilla, yang membuat kata2 dokter Chiko terngiang-ngiang lagi di kepalanya. Kata2 yang mengatakan kalo ia bakal mati, dan nggak ada harapan. Kata2 yang mengingatkannya bahwa dia nggak punya banyak waktu lagi di dunia ini. “Hei, Fy. Kok ngelamun sih?”
                “Heheh. Gue lagi merenung kekalahan Jerman semalam. ” kata Ify sambil nyengir “Kesehatan gue, kayak yang gue bilang sebelumnya ke lo semua. Gue sehat. Hmm, nggak sehat2 juga sih. Maag gue kambuh + anemia. Makanya kemarin gue pingsan.” Ujar Ify ‘gue nggak boong2 banget kan? Emang masalah sama lambung gue kan.’ Batin Ify
                “Makanya fy, makan tuh dijaga.” Ucap Via
                “Iya, Via yang imut, lucu dan tidak sombong.” Mereka berlima pun tersenyum dan melanjutkan obrolan2 nggak penting. Tapi Agni, nggak tau kenapa, ia merasa ada sesuatu yang nggak jujur dari perkataan Ify. Ia merasa kalo Ify hanya membohongi mereka. Tapi semua prasangka buruknya ditepis jauh2, dan ikut bercanda bersama yang lain.
                “Btw, gue mau cerita nih” ucap Zahra yang dari tadi hanya diam
                “Certa apa ra?”
                “Hmm, lo tau kan gue udah tunangan sama Nathan. Gue senang banget. Dia juga baik banget sama gue. Dia care banget sama gue. Tapi kalo gue lagi jalan sama dia, nggak tau kenapa, gue ngerasa dia lagi nggak sama gue. Ok, tubuhnya, fisiknya emang sama gue. Tapi pikirannya nggak, tatapan matanya juga sering kosong. Gue rasa dia nganggap gue nggak lebih kayak adik yang harus dia jaga dibandingkan tunangannya sendiri.” Agni, Via  dan Ify sontak memandang Shilla. Seolah mau mengatakan, ‘Shill, dia belum lupain lo.’
                “Lo tau dari mana?”
                “Feeling gue aja. ”
                “Nggak usah dipikirin. Lo Cuma terlalu takut kehilangan dia aja.” Nasihat Shilla
                “Iya kali ya? Ya udahlah. Gue juga senang dia bisa jadi milik gue seutuhnya.”
                ‘seutuhnya? Kecuali cintanya ra..’ batin Via
                Teng..teng..teng...
                “Eh udah bel, balik ke kelas yuk” ajak Shilla. Shilla dan Zahra pun meninggalkan kelas Ify. Sedangkan Ify, Via dan Agni duduk kembali ke tempat mereka.
                “Selamat pagi anak2...”
                “Selamat pagi buu”
                “Okay, hari ini kita bakal mempelajari puisi. Ada yang tau tentang puisi?”
                “Puisi itu buat katakan cinta bu..”
                “Huuuu.....”
                “Puisi itu susah bu buatnya..”
                “Puisi itu susah dingertiin”
                Begitu banyak jawaban dan pendapat mereka tentang puisi. Ibu Dina, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban siswa2nya itu. Ia pun menjelaskan Apa itu puisi, siapa saja yang terkenal akan puisinya, dan sebagainya.
                “Ada yang mau membacakan puisi buatannya?” tanya Ibu Dina sambil menatap satu persatu wajah siswa2nya. Ada yang menunduk, ada yang udah keringetan, bahkan ada yang pura2 nulis, padahal lagi gambar. “Alyssa, mau baca puisi punyamu?” tanya Bu Dina yang sontak membuat Ify kaget. Ia benar2 nggak menyimak apa yang dikatakan guru bahasa indonesia-nya ini.
                “Em..”
                “Ayo, maju.” Dengan langkah berat, Ify pun maju ke depan kelas.
                “Temanya bebas kan bu??”
                “Iya, terserah kamu saja..” Ify memegang kertas putih yang dibawanya tadi. Tak ada satupun tulisan di sana. Ia memandang kertas itu lama, seolah menyerap semua tulisan yang ada. Ia mengangkat wajahnya, pandangan sayu menyapu seluruh siswa dalam kelas itu, dan ia pun mendesah seolah segal bebannya akan hilang.
Aliran sendu dari lilin-lilin yang mencair
Rintik-rintik hujan yang bergegas jatuh dari langit
Mengguyur dalam lembaran-lembaran gelap
Seolah ingin menyucikan lembaran2 itu seperti dulu
Mustahil...
Yaa...kata itu yang tepat untuk menjelaskan keadaanku juga
Aku berpegangan erat pada pohon kehidupan
agar aku dapat berdiri tegak dan menatap ke depan
Mustahil,..
Daun2 terkoyak, bertepukan di pucuk
mendesir dan menari dalam sepoi angin
Seolah ingin menertawakanku
Menertawakan harapanku
Harapan yang aku tau, itu nggak akan pernah terwujud
Tapi..apa salah aku berharap?

Ify mengangkat wajahnya dan menatap semua orang bertepuk tangan. Ia hanya menyungginkan senyumnya. Tapi ia tak sadar sepasang mata meresap dan mengartikan setiap kata dalam puisinya. Setelah ia minta izin, ia pun segera pergi ke kamar mandi. Membasuh wajahnya dengan air, untuk menghapus tangisnya. Tangis yang ia sembunyikan.
‘Aaargh...please, jangan sekarang. ’ batin Ify sambil menggigit sudut bibirnya menahan sakit di lambungnya itu. Ia terduduk lemas, memegang lambungnya yang terasa sangat luar biasa. Mencoba mengatur nafas sebaik-baiknya. Ia pun muntah di wastafel. Darah. Ini untuk kedua kalinya dia muntah darah. Ia pun membersihkan darah itu. Ia kembali ke kelasnya walaupun dengan langkah terseok-seok. Kakinya seolah mencoba menahan berat tubuhnya. Sesampainya di kelas, ia kembali ke tempat duduknya, menyenderkan kepalanya yang terasa berat di tembok.
“Fy, lo kenapa?” tanya Agni khawatir
“Nggak apa2. Cuma sakit perut doank” ucap Ify sambil tersenyum. Agni ingin bertanya lebih banyak lagi, tapi ibu Dina memanggil namanya untuk maju ke depan. Agni nggak bisa dibohongin. Ia tau kalau Ify bukan sakit perut biasa. Wajah Ify terlalu pucat. Tapi ia mencoba menahan pertanyaannya nanti waktu di kantin.

                @kantin
                “Ya ampuun Ify lo pucat bangeet...Lo sakit ya? Maag lo kambuh?” tanya Shilla ketika melihat Ify duduk di hadapannya.
                “Gue nggak apa2 kok. Eh Shill sendiri aja nih? Zahra mana?”
                “Dia lagi telponan sama ka Alvin.”
                “Hah? Shilla, kasihan sekali dirimu” ujar Via
                “Gue nggak apa2 kok. Gue Cuma teringat ka Alvin aja, tiap kali dia cerita hubungannya”
                “Kayaknya lo jujur aja deh sama Zahra juga ka Alvin. Lo nggak bisa kayak gini terus Shill” ucap Agni yang nggak tega temannya diginiin
                “Ogah. Zahra tuh teman gue. Yang ada dia malah marah sama gue. Lagian mereka juga udah bahagia kok. Ka Alvin juga palingan benci sama gue.”
                “Tapi dia kan sahabat kita, bukannya lebih baik dia tau dari kita dan bukan orang lain?”
                “Iya sih, tapi mereka kan baru aja tunangan beberapa minggu yang lalu. Masa iya gue hancurin hubungan mereka?? Eh fy, lo kok diem aja dari tadi?”
                “Aduuuh, perlu gue bilang berapa kali sih, gue nggak apa2..” Agni ingin sekali memaksa Ify untuk jujur, ia merasa ada hal yang ditutupin sama sahabatnya ini. Tapi ia nggak mau ganggu privasi sahabatnya.

                @pulang sekolah
                Ify berjalan ke depan sekolah. Menunggu Iel menjemputnya. Sakit di perutnya masih terasa, tapi ia meminum obat penahan sakit yang ia bawa dalam tasnya.
                “Ify?”
                “Eh, ka Alvin. ”
                “Lo kurusan ya fy.”
                “Masa sih? Dari sononya kan gue udah kurus.”
                “yaa, tapi nggak sekurus ini. ”
                “Taulah..udah takdir kurus kali kak. Hehehe..Eh kak, ada yang mau gue omongin..”
                “Tentang apa? Ngomong aja..” ujar Alvin sambil mengernyitkan keningnya
                “Hem, gini kak. Jadi sebenarnya Shill...a...”
                “Nathan! Udah lama?” tanya Zahra menghampiri Alvin dan Ify
                “Nggak juga kok. Eh fy, tadi lo mau ngomong apa?”
                “Hmm, Cuma mau bilang kalian cocok kok.” Ucap Ify dan menghapus keringat yang mengalir di wajahnya. Alvin hanya tersenyum miris mendengar itu
                “Ya udah, Fy kita jalan dulu yaa... Daaagh..” Zahra pun menggandeng tanga Alvin ke arah parkiran.
                “Ify, masuk.” Kata Iel yang menurunkan sedikit kaca mobilnya. Ify pun masuk ke mobil Iel. Ia menarik nafas dalam2.
                “Sakit lo kambuh ya??”
                “Iya..”
                “Heu..Lo sih bandel fy. Udah main ke sekolah aja.”
                “Hehehe..” Ify pun kembali terkekeh mendengar ocehan Iel.
               
                @Jerman
                “Mau ke mana sih Ky malam2 gini??” tanya Zeva yang BT saat Rizky memarkir mobilnya.
                “Silahkan turun tuan putri..” kata Rizky sambil membuka pintu mobilnya. Zeva memandang ke sekeliling mereka. Yang terlihat hanyalah rumput dan sebuah rumah tua. Rumah tua itu dikelilingi lautan. Kecuali bagian depan rumah itu yang terhubung dengan jalan. Bagian belakang rumah itu pun hanyalah sepetak halaman untuk menanam dan selebihnya juga lautan
                “Masuk yuk”
                “Ogah..Serem gila..”
                “Percaya aja sama gue..”
                “Rizky, ini tuh dingin banget. Ini bukan Indonesia, ini Jerman, yang siangnya aja dingin banget. Apalagi malam2 gini. Awas aja kalo lo Cuma mau ngerjain gue..” Rizky hanya mengulum senyum. Zeva menggosok-gosok kedua tangannya. Mencoba menghangatkan dirinya. Pintu rumah tua itu dibuka. Gelap, dingin, lembab. Sama sekali nggak ada penerangan di sana. Zeva merengut kesal, tapi ia tetap mengikuti langkah Rizky ke bagian belakang rumah itu.
                “Ngapain sih di sini??” tanya Zeva sekali lagi, ketika ia melihat di bawah terang bulan dan bintang, rumput liar yang bertumbuh sesukanya, dan pohon2 yang nggak terawat. Membuat rumah ini lebih terlihat angker.
                “Lo liat aja ke depan” ucap Rizky yang membuat Zeva menatap Rizky kebingungan, tapi ia mengikuti ucapan Rizky. “1......2.......3.....”
                Zeva cengo sama apa yang dia lihat. Pohon2 itu pun bersinar dengan indahnya. Lampu2 merajut tiap ranting dan cabang seolah memberikan keindahan tersendiri
                “Ini...”
                “Ayo gue tunjukin yang lain.” kata Rizky dan menarik tangan Zeva ke samping rumahnya. “Lihat ke bawah.”
                Zeva yang emang suka banget sama bintang jadi pengen loncat2 nggak jelas. Tapi ia mencoba ingat di mana ia berada. Pantulan sinar bintang dan bulan, terlihat jelas di bawah sana. Di lautan itu.
                “Suka?”
                “Ini...Kereeen bangeeet.....”
                “Yaah, gue emang nggak nemuin tempat bagus di tengah kota untuk melihat bintang. Karena itu gue ajak lo ke sini.”
                “Emang rumah ini punya siapa?”
                “Punya kakek gue. Masuk yuk.” Rizky pun masuk ke rumah tua itu dan dengan seketika lampu menyala di seluruh sudut rumah itu. Membuat kesan gelap dan menyeramkan itu pun hilang seketika. Terdapat meja makan panjang, seperti di kerajaan2. Di sudut ruangan itu pun terdapat grand piano. Di sisi lain terdapat perapian yang tiba2 menyala dan menghangatkan ruangan saat itu. Dan di sisi lain terlihat pintu ke halaman belakang, dan masih terlihat pohon2 yang menyala itu.
                “Ayo duduk..” kata Rizky dan menarik sedikit kursi untuk Zahra. Ia pun duduk berhadapan dengan Zevanna. Masuklah seorang pelayan lelaki yang mengantarkan makanan mereka. Mereka berdua makan dalam diam. Zeva terlalu kaget dengan semua ini, dan Rizky bingung merangkai kata. Setelah Rizky menyelesaikan makan malamnya, ia pun berdiri dan menghampiri grand piano
               
                Kali ini ku sadari, aku telah jatuh cinta
                Dari hatiku terdalam, sungguh aku cinta padamu
                Cintaku bukanlah cinta biasa
                Jika kamu yang memiliki
                dan kamu yang temaniku seumur hidupuku
                                Trimalah pengakuanku, Percayalah kepadaku
                                Semua itu ku lakukan, karna kamu memang untukku
Cintaku bukanlah cinta biasa
                Jika kamu yang memiliki
                dan kamu yang temaniku seumur hidupuku

                Nyanyiannya membuat  Zeva semakin speechless. Rizky berjalan mendekati Zeva, kemudian berlutut. Ia menggosok-gosok tangannya, kemudian memegang tangan Zeva agar Zeva merasa hangat.
                “Ze..Gue udah suka sama lo sejak MOS di SMA. Gue pengen jadi bintang buat lo Ze. Jadi bintang yang menerangi hidup lo tiap hari, dan akan selalu ada buat lo. Gue pengen jadi bintang, tempat lo curhat dulu. Gue...pengen selalu ada buat lo, bukan hanya malam, tapi setiap waktu Ze. Lo mau nggak jadi cewek gue?”
                “Gue...gue nggak percaya semua ini. Padahal gue pikir kita selama ini teman. Tapi ternyata...” kata Zeva dan mendesah seolah menyesal “Gue mau kok jadi pacar lo” Rizky bengong mendengar jawaban Zeva
                “Thank’s banget ya Ze” ucap Rizky dan mencium punggung tangan Zeva
                “Ich libe dich.” Ucap Zeva sambil tersenyum
                “Cieeee, yang udah jadian. PJ..PJ..”
                “Cakka? Lo kok di sini?” tanya Zeva bingung
                “Lo kira nih rumah bisa nyala sendiri lampu2nya kalau bukan gue yang nyalain?” tanya Cakka sewot
                “Iya Ze, gue minta tolong sama Cakka. Hehehe...”
                “Pantesan tadi lo nolak waktu gue ajakin ke sini” ucap Zeva.
                Hei, hei, hei, you’re the one, hei, hei, hei, you are the one..
                HP Rizky berbunyi. Ia merogoh HP-nya, melihat nomor yang nggak dikenal
                “Hallo.”
                “Ka Rizky ini gue Ify”
                “Hei fy, ada apa nih? Nggak mahal emangnya?”
                “Karena itu kak, lo online twitter dong..”
                “Hmm, okay..” Rizky pun membuka twitter dan online dari BB-nya.
                “Rizky, tadi lo bilang siapa? Fy?” tanya Cakka memastikan pendengarannya.
                “Iya sepupu gue.”
                “Nama lengkapnya?”
                “Alyssa Saufika Umari.” Cakka pun tersenyum seolah mendapatkan pencerahan untuk hubungannya.
                Ify menatap jam di kamarnya. Pukul 1 pagi. Ia sama sekali nggak bisa memejamkan matanya. Ia nggak tau apakah ini salah satu efek samping dari obatnya atau karena penyakit yang terlalu membebani pikirannya.               
Rizky_maulana : @ Ifyalyssa ada apa nih?
Ifyalyssa  : @Rizky_maulana lumutan gue nunggu lo kak.
Rizky_maulana : @ Ifyalyssa maap, maap. Ada apa nih?
Ifyalyssa : @ Rizky_maulana, gue lagi perlu sama lo buat ngomongin Cakka
Rizky_maulana : @Ifyalyssa kebetulan Cakka lagi ada di samping gue. Lo ol YM aja ya. Trus chat sama dia aja ya, gue mau berduaan dulu sama pacar gue.
 Ifyalyssa : @ Rizky_maulana okaay...dengan senang hati...btw, siapa pacar lo?
Rizky_maulana : @Ifyalyssa  Zeva.
Ifyalyssa : @ Rizky_maulana  udah jadian sama Zeva? Waah, slamaat deh...
Rizky_maulana : @Ifyalyssa iya, iya, mksih..Gue off twitter ya..

Ify yang online lewat laptopnya pun langsung membuka YM, dan mengetik sederet password. 
Cakka97 : Hai fy..
                Ifyalyssa : Ka cakkaaaaa lo ke mana aja?
Ifyalyssa : gue punya banyak pertanyaan buat lo...
Cakka97 : Hehehe. :P ga nyangka gue segitu pentingnya
Cakka97: gue ladenin deh semua pertanyaan lo
Ifyalyssa : 1. Kenapa lo pergi gitu aja tanpa ngasih kabar ke kita atau setidaknya ke Agni?
Cakka97 : maaf fy, waktu itu gue juga kaget bokap bangunin gue subuh2 banget dan berangkat. Untung gue udah siapin baju dari semalam.
Cakka97: tapi rencana awalnya gue bakal brangkat malam setelah gue ketemu agni.
Cakka92: gue nggak tau kalo bokap ubah rencana, makanya gue brangkat subuhnya, sebelum gue ketemu sama Agni
Cakka97: gue berani sumpah fy, fue nggak mau ninggalin dia kayak gitu. Sampai di sana, gue ingat nggak bawa Hp.
Cakka97: sekolah gue juga asrama, dilarang bawa komputer , hp dll-nya. Hampir tiap jam dan detik kita diawasi, gue nggak bisa keluar. Lagian bahasa jerman gue juga masih payah, makanya gue nggak bisa nanya2 tempat warnet dsb.
Cakka97: Lo tau sendiri kan, orang Jerman Cuma mau pakai bahasa mereka.
Ifyalyssa : trus kenapa nggak minta sama Zeva?
Cakka97: gue udah coba fy, tapi kabur dari asrama itu susahnya minta ampun. Ini juga kebetulan ada musim dingin. Makanya kita libur, dan boleh jalan2 sesuka hati.
Ifyalyssa : Heu...Gue rasa lo harus jelasin semua ini ke Agni deh ka.
Ifyalyssa : Agni pikir lo marah sama dia, lo benci sama dia. Dia frustasi waktu lo ninggalin dia gitu aja. Dia nungguin lo, padahal udah malam banget dan hujan deras. Dia sampai sakit kak..Well, walau dia sering pungkirin, tapi gue tau, dia nangis tiap malam. Lingkaran hitam di bawah matanya terlihat jelas.
Cakka97: aduuh, gimana ya fy? Gue mau jelasin semua ke dia. Tapi ini juga pulsa orang. HP orang.
Ifyalyssa: Kak, liburan lo sampai kapan?
Cakka97: Ini juga baru awal2 liburan. Mungkin sebulan kedepan kali..
Ifyalyssa : Okay,gue ada rencana buat lo kak..
Cakka97: gimana? Gimana? Gimana?
Ifyalyssa : Jadi gini kak.............

@kamar Shilla
Sementara itu, Shilla di kamarnya pun nggak bisa tidur. Cerita2 bahagia seperti dongeng yang selalu ia dengar dari Zahra, mengganggu pikirannya. Merasuk terlalu dalam, ke jiwanya. Nggak ada lagi air mata yang bisa ia jatuhkan sekarang. Hanya senyuman pahit yang bisa ia berikan saat ini. Ia mengingat jelas bagaimana tadi Alvin menatapnya dengan lembut, senyum cool tapi manis, dan pertanyaan2 yang basi bagi orang lain, tapi nggak buat Shilla. Ia sungguh merindukan suara itu, genggaman hangat tangannya dan kasih sayang yang pertama kali ia rasakan.
==========Flashback============
“Hai Shill. Gimana kabarmu?”
“Baik. Lo?”
“Seperti yang lo liat.”
“Hmm, lebih baik dari yang gue kira.”
“Hehe. Mana Tian? Dia nggak nganter lo pulang?”
“Dia sakit. Lo sendiri, Zahra mana?”
“Dia masih di dalam. Eh, agni sama via mana?” tanya Alvin lagi seolah ingin memiliki waktu lebih lama bersama Shilla. Ia mencari-cari pertanyaan, agar Shilla tidak segera pulang. Agar dia bisa menatap wajah Shilla lebih lama. Wajah yang begitu membekas di hatinya, wajah yang sampai sekarang masih dengan setia mampir di mimpinya, wajah orang yang begitu dia sayang dan nggak bisa terlupakan begitu saja.
                “Ngapain sih lo nanya teman2 gue?”
                “Well, gue bukan nanya teman2 lo kok, tapi itu teman2 Zahra juga kan?” Shilla terdiam. Ia lupa Zahra telah menjadi bagian dari mereka. Ia merasa kalah dengan Zahra atau dengan dirinya sendiri?  “Hei, nggak usah dipikirin.” Kata Alvin sambil tersenyum. Shilla pun hanya membalas dengan senyuman tipis.
                “Ka, gue pulang dulu ya. Masih ada tugas yang harus gue selesaiin.”
                “Okay. Hati2 ya di jalan. Jangan lupa makan.” Shilla tersentak dengan perhatian itu.
                “Bye,,” kata Shilla akhirnya dan melewati Alvin
                “Gue nggak bisa lupain lo sampai sekarang.” Kata Alvin yang membuat Shilla kembali tersentak dan menghentikan langkah kakinya “Gue masih sayang sama lo, Shill. Tapi kalau Tian yang bisa buat lo bahagia, gue jalanin aja.” Shilla nggak menggubris kalimat Alvin.
                =======Flashback end=========
Ia nggak ingin seperti ini. Ia nggak mau Alvin menjadi sosok yang baik. Karena ketika Alvin baik, ia semakin susah menjadi sahabat yang baik bagi Zahra. Ketika Alvin tetap baik, semakin susah mengendalikan emosinya. Ketika Alvin baik, semua orang akan melihat dia sebagai tersangka dan bukan korban. Ketika Alvin baik, ia semakin susah untuk menghapus Alvin dari benaknya. Ingin sekali ia mempersalahkan dirinya atau ayah Alvin. Tapi sekali lagi ia nggak bisa, karena ia tau ini semua terjadi, bukan karena siapa yang salah tapi apa yang salah. Shilla selalu berpikir bijak untuk menyelesaikan masalah. Namun ia tak tau apakah ia bisa berpikir dan bertindak bijak untuk hidupnya sendiri.

*******


Ify mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum benar-benar bisa melihat. Ia tak ingat, siapa yang menemukannya di lantai kamar mandi dan tak ingat bagaimana ia bisa berbaring diatas tempat tidur lagi. Yang ia tahu, sekujur tubuhnya terasa sakit dan lemas. Kepalanya pening dan lehernya pegal. Seumur hidupnya, Indie baru pernah merasakan sakit yang tak tertahan seperti malam itu atau bisa dibilang subuh itu.
                “..Ibu harus segera membujuknya..” ucapan Dokter Chiko menyentak Ify. Kini, ia melihat Mamanya dan dokter itu sedang berdiri dan bicara di pojok kamarnya. Mereka sama sekali tak melihat ia sudah sadar dan ia bersyukur untuk itu. Matanya dipejamkan lagi seolah sedari tadi belum terbuka namun telinganya memicing, mendengarkan dengan seteliti mungkin.
                “Saya tahu, tapi Ify itu anak yang keras kepala... ia nggak mudah dibujuk” gumam Mamanya bimbang.
                “Tapi.. kemoterapi adalah jalan terbaik untuk penyembuhan Ify..”
                “Saya ngerti dok... tapi, saya ragu bisa meyakinkannya”
                “Maafkan saya bu, tapi pemeriksaan menunjukkan kanker yang diderita Ify telah memasuki stadium  lanjut... kondisinya semakin memburuk. Kalau sampai begini seharusnya dia sudah muntah darah 2-3 kali dalam seminggu ini.”
                ‘Wuih, hafal bener tuh dokter! Gue aja nggak inget!’batin Ify
                “Saya menegerti bahwa ini akan sulit bagi Ify... tapi, berdasarkan ilmu medis, bisa dikatakan, tanpa kemo, Ify mungkin takkan bertahan hingga bulan depan...kanker di lambung merambat dan berkembang lebih cepat daripada kanker darah. Apalagi, jika ia tidak mengatur makannya dengan baik.” dokter Alfred mengakhiri penuturannya dan mamanya Ify kembali mengucurkan air mata. Ify sendiri tak bisa mengatakan apa-apa. Kepalanya bertambah pening seiring perkembangan informasi. Anehnya ia bahkan tak kaget dengan kata-kata dokter. Bahkan dirinya tak yakin bisa hidup sampai minggu depan. Sejak ia tahu penyakitnya, tak pernah lagi terpintas di benaknya cara untuk sembuh. Hanya tulisan “MATI” yang tercetak lebar di dalam pikirannya. Entah ini bentuk kepasrahan atau keputusasaan, tapi Ify yakin hidupnya tak akan lama lagi dan ia berjanji pada dirinya, takkan menunda kematiannya dengan kemoterapi atau apapun. Ify mengatupkan matanya rapat-rapat dan berusaha tidur sekalipun pikirannya kacau balau.


Bersambung....

0 komentar:

Posting Komentar