Sabtu, 30 Oktober 2010

Arti sebuah kesempurnaan - cerpen

                Semua orang memandangnya. Pandangan dengan begitu banyak arti. Iri, kagum, semuanya ada. Dari cowok maupun cewek. Gadis yang dipandang hanya tersenyum sana dan sini. Memamerkan sederet gigi putihnya. Gadis yang membuat hampir semua cowok berebutan untuk menjadi pacarnya. Gadis yang membuat hampir semua cewek iri dan ingin seperti dirinya. ‘Hampir.’ Memang nggak semua.
                “Hai, vi...” sapa gadis itu menghampiri sahabatnya yang masih menekuni buku biologi di kantin.
                “Hai Ify.” Sapa Via. Yaa, Ify. Alyssa Saufika Umari adalah pujaan dari semuanya. Hanya ada 1 kata untuk melukiskan dirinya Sempurna. Rio yang tak jauh dari tempat duduk mereka, hanya memandang sekilas, dan kembali memakan sebungkus chitato yang telah ia beli
                “Rio..”
                “Hmm”
                “Lo beruntung banget bisa duduk dekat sama dia.” Kata Alvin yang merupakan sahabat Rio
                “Dia? Maksud lo?” tanya Rio mengalihkan pandangannya dari Chitato ke sahabatnya
                “Ify-lah yang gue maksud. Emang siapa lagi coba!”
                “Ify??” tanya Rio yang emang nggak tau
                “MARIO STEVANO ADITYA..Lo nggak tau sama yang namanya Ify?” tanya Alvin nggak percaya. Ia menatap wajah Rio lekat2. Rio diam sesaat. Mengernyitkan keningnya, mencoba berpikir dan mengingat apakah dari salah satu mantannya ada yang bernama Ify. Tapi, yang Alvin dapatkan hanyalah gelengan dan tampang tak mengerti dari Rio
                “Ya ampuuun. Lo tuh ye..Masa iya ada cewek yang jadi incaaran semua cowok di sini, lo nggak tau? Ituloh yang duduk 2 meja di depan kita” kata Alvin sambil menunjuk meja yang ditempati Ify dan Via
                “Oh...” ucap Rio akhirnya yang membuat Alvin bernafas sedikit lega. “Anak baru ya?” Rio melanjutkan kalimatnya yang membuat Alvin kali ini benar2 ingin menjitak kepala temannya.
                “Yooo, dia tuh udah dari lama kali. Masuknya aja sama2 kita.” ucap Alvin sambil menggeleng-geleng lemah
                “Hmm, emangnya dia kenapa?”
                “Beuuh..Dia tuh TOPBGT. Udah cantik, ramah, pintar, disiplin, rajin, jago nyanyi, bisa main piano, hebat dalam olahraga juga, tajir pula. Cuma sayang sih, dia sombong juga. Dia sering menertawakan kekuraangan orang. ” sebut Alvin yang sepertinya udah menghafal segala ciri2 Ify
                “Kalo ramah, kenapa nggak dideketin?”
                “Jangankan pacar, teman aja dia pilih2. Standardnya tuh benar2 harus lebih dari dia, atau setidaknya sama kayak  dia. Yang pastinya sih buklan berandalan kayak lo. Lo jangan dekat2 dia, dia udah punya pacar, namanya Iel. Gabriel Steven Damanik, ketua OSIS kita.”
                “Heu..Gue juga nggak tertarik” sahut Rio malas2an
                “Sampai lo beneran suka sama dia, baru nyaho lo..” Rio hanya memutar bola matanya tanda ia tak percaya sama hal yang begituan
                Kalau Ify merupakan siswa yang terkenal di kalangan sekolahnya, Rio juga nggak kalah terkenal. Tapi terkenal yang berbeda. Kalau Ify terkenal sebagai anak baik dan bintang kelas, Rio terkenal sebagai kenakalannya di sekolah. ‘Bagaikan bumi dan langit’ kalimat yang pas untuk menjelaskan perbedaan dari Ify dan Rio. Rio suka terlambat, nggak pernah bikin tugas, suka tidur di kelas, playboy kelas kakap, cuek abis. Tapi walaupun begitu Rio juga punya sisi baik. Suaranya bagus banget kalo nyanyi, bisa main gitar, jago basket, dan well, nilainya cukup bagus. Nilai 80 bisa dia raih. Dan nggak pernah ada nilai 60. Sebenarnya dia mungkin bisa mendapat nilai 100 atau 90, tapi dia selalu membantah dengan kalimat  ‘gue nggak mau sombong jadi orang.’
                Begitulah kehidupan kedua orang yang sama2 terkenal, tapi terkenal dalam arti yang berbeda.

                @pulang sekolah
                BRUG..
                Buku2 yang dipegang Ify berhamburan jatuh. Ia sendiri juga jatuh. Ia menatap siapa yang menabraknya.
                “Hei tunguuu...” teriak Ify, ketika melihat cowok yang menabraknya berjalan begitu saja.. Ia sebal setengah mati sama cowok itu “Lo nggak ada mulut ya, buat minta maaf ke gue?”         
                “Ada kok. Tapi gue nggak akan minta maaf, kalo gue nngak ngerasa salah. Lagian lo sendiri yang jalannya nggak lihat2.” Ujar cowok itu yang membuat Ify keki setengah mati.
                ‘kok ada ya cowok yang nggak takluk sama gue? Biasanya semua pada luluh. Kayaknya gue kenal deh. Dia itu cowok yang terkenal di sekolah ini juga kan? Ciih...’ Batin Ify sambil membereskan buku2nya itu. Ify berjalan ke arah perpustakaan, untuk mengembalikan setumpuk buku yang tadi dipakai di kelasnya. ‘hyuuh, susah juga jadi anak yang perfect’
                Perpustakaan emang dekat sama ruang Osis. Karena itu, sebelum ke perpustakaan, Ify mampir di ruang OSIS. Dengan harapan bertemu Iel yang biasanya  masih suka tinggal sampai sore. Ify sengaja nggak ngetuk pintu. Ia mengendap-endap ingin membuat kejutan bagi pacarnya itu. Tapi sayang, ia gagal membuat kejutan bagi Iel. Dan Iel-lah yang membuat kejutan baginya. Ify hanya bisa menatap, tanpa ekspresi apapun. Ia bejalan masuk lagi ke ruangan itu
                “Yel, aku nggak enak sama Ify”
                “Nggak apa2. Yang penting Ify-nya nggak tau” jawab Iel kepada gadis di depannya. Iel memegang tangannya, dan mencium kening gadis itu
                “Iel? Via?” Ify mendengar suaranya sendiri. Terdengar seperti desahan. Kedua orang itu pun sontak kaget dan menemukan Ify tak jauh dari mereka
                “I..Ify..” panggil Via pelan2. Ify hanya tersenyum miris.
                “Kita putus yel”
                “Tapi fy...”
                “Gue nggak apa2” seru Ify dan meninggalkan sahabtnya + pacarnya, maaf koreksi mantan pacarnya di ruang Osis. Tak ada air mata yang keluar. Ify sendiri mungkin lupa caranya menangis. Ia hanya tau terakhir dia menangis itu ketika ibunya meninggal. Itu juga ketika ia masih SD.Sejak saat itu, dia sama sekali tak mengeluarkan satu air matapun. Ify meletakkan buku2 di perpus, dan menyandang tasnya pergi. Ia pergi ke taman. Tempat favoritnya, kalau ada masalah. Masalah? Ya, Ify sekalipun tetap memiliki masalah. Walaupun banyak yang menilainya tak bercacat. Ify duduk merenung. Itulah yang ia lakukan. Merenung, agar tidak pernah pacaran lagi, supaya dia tak pernah tersakiti.
                “Jangan pernah lari dari masalah.” Ucap seseorang. Ify menatapnya, cowok yang tadi menabraknya di koridor sekolah. Ify tak menggubris pernyataannnya “Kalo mau nangis, nangis aja.”
                “Cih..Tau apa lo tentang gue? Lagian nangis nggak pernah nyelesain masalah. Nangis Cuma buang2 waktu” ucp Ify dingin
                “Setidaknya, lebih baik daripada lo pendam dan lo tahan. Lebih baik daripada lo sok baik2 aja, padahal lagi sedih.” Ify tetap diam dan menatap ke depan, melihat anak2 yang berlarian “Seorang miss perfect nggak mau nangis? Takut image perfect itu rusak?” pertanyaan yang cukup membuat Ify tersentak
                “Gue..”
                “Hh..Lo terlalu sombong dan bangga sama image perfet lo itu. Lo nggak tau kalo menurut orang2 lo itu sempurna, menurut gue lo itu nggak lebih dari benda yang bakal dikembaliin ke pabriknya karena ada goresan.”
                “Maksud lo?”
                “Masa lo yang katanya bintang kelas nggak ngerti sama omongan berandalan kayak gue? Hmm, gini ya. Menurut gue, lo juga punya kekurangan. Banyak malah. Tapi lo nggak pernah mau mengakui kekurangan lo itu.”
                “Rese banget sih lo. Apa sih mau lo? Ganggu banget sih kehidupan gue. Lo ngomong gitu, tapi sadar nggak kalo lo itu sangat banyak memiliki kekurangan”
                “Mau gue? Mau gue supaya orang2 yang ngerasa dirinya sempurna, sadar dan nggak pernah liat Cuma dari kelebihannya. Hmm, gimana kalo kita tanding? Selama seminggu ke depan, ada ujian semester, kita liat siapa yang dapat peringkat 1 umum. Lo atau gue?”
                “Ciih..Nggak sadar lo lagi nantangin siapa? Ok, gue stuju. Apa syaratnya?”
                “Kalo gue menang, lo harus ngakuin kalo lo yang sempurna itu pun bisa kalah, dan lo harus sadarin itu. Deal?”
                “Deal. Dan kalo gue yang menang, lo jangan pernah deketin gue lagi.” Cowok itu hanya mengangguk setuju “Btw, siapa nama lo?”
                “Rio. Mario Stevano aditya” Rio pun pergi meninggalkan Ify sendiri

********
                Seminggu pun berlalu. Banyak anak2 yang mengeluh karena soal2 yang susahnya minta ampun, dan pasrah sama nilai mereka. Tapi Ify tetap tenang, toh selama ini ia selalu jadi yang pertama. Banyak anak2 mengerumuni papan pengumuman, mencari nama mereka masing2. Ada yang teriak2 histeris, ada yang senyum lega, ada yang nangis, ada juga yang cuek2 sama nilainya. Ify melangkah, menatapi nilainya. Ia sama sekali nggak percaya
1.       Mario Stevano Aditya ........... 600
2.       Alyssa Saufika Umari.............598
3.       ........

Jumlah nilai dari ke enam mata pelajaran. Ify pucat pasi, ia nggak nyangka kalo ternyata ia bisa kalah dengan....cowok berandalan??
“Gimana? Gue kan udah bilang, lo yang katanya perfect juga bisa kalah sama orang kayak gue.” Bisik Rio tepat di telinga Ify. Ify nggak berkutik. Ia hanya bisa terpaku. Seluruh siswa pun tau, bahwa pujaan mereka selama ini yang selalu sempurna ternyata bisa kalah dengan cowok aneh dan nggak disiplin kayak Rio. Ify berlari menuju taman sekolah. Taman yang jarang didatangi siswanya karena letaknya yang emang agak jauh. Ify menangis. Air mata yang selama ini nggak pernah ia keluarin, akhirnya keluar juga. Menangis, karena ia merasa kalah telak dengan orang yang menurut dia sangat berkekurangan
“Maaf, kalo gue bikin lo jadi nangis gini.”ucap Rio tulus. “Gue Cuma nggak suka lihat ornag kayak lo. Orang yang milih2 dalam berteman, orang yang Cuma memamerkan senyumnya agar dipuja dan terlihat baik, padahal kelakuannya sama aja.”
“Waktu kecil, nyokap gue meninggal. Itu terakhir kalinya gue nangis. Gue nggak mau ngerasa hal itu lagi untuk kesekian kalinya lagi. Sejak saat itu, gue merubah semua sikap gue, dan beginilah gue yang sekarang. Dengan begini, gue nggak bakal nangis lagi, karena semua yang gue inginkan telah tercapai. Gue milih2 teman Cuma karena gue takut kalo gue bakal dikhianatin sama teman yang bermulut manis di depannya, padahal nusuk gue dari belakang” curhat Ify
“Tapi teman yang lo anggap dia juga hampir sempurna, ternyata ngelakuin itu juga kan?”
Ify tersentak, tapi ia mengangguk lemah.
“Apa gue salah?”
“Sikap nggak bersahabat, mencemooh, serta sikap sombong lo itu yang salah. Lo harusnya ngerubah itu. Dan jangan pernah mandang orang hanya dari kelebihannya saja atau kekurangannya saja. Tapi lihatlah keduanya. Kalo lo bisa lihat keduanya, maka lo bisa tau apa arti kesempuranaan yang sebenarnya.”
“Makasih. Makasih karena lo udah nyadarin gue.” Ucap Ify sambil tersenyum. Rio pun hanya membalas senyuman Ify dan mengacak rambut Ify pelan
***********
Sejak peristiwa itu Ify emang jadi dekat sama Rio. Ify juga lebih terbuka untuk berteman dengan siapa saja. Via dan Iel? Ify udah nggak mikirin mereka lagi.. Ia udah merelakan mereka berdua jadian untuk kebahagiaan mereka. Walaupun awalnya berat, tapi akhirnya dia bisa juga memaafkan Via dan Iel. Karena dia sendiri, udah menemukan yang lebih baik
“Ciiiie,, Rio. Tambah dekat aja sama Ify. Lo suka kan?” tanya Alvin
“Nggak..”
“Ya elah, lo jangan boong deh. Lo berubah tau nggak sih? Udah nggak pernah telat, jarang tidur di kelas, suka ngerjain tugas. Perubahan lo itu pasti karena Ify kan? Iya kan? Ayoo ngakuu...”
“Heu..Iya, iya gue ngaku. Gue suka sama dia.”
“Terus kapan nih lo tembak dia?”
“Pulang sekolah.”

                @pulang sekolah
                Rio mengajak Ify ke taman waktu itu. Taman ketika Ify lari karena melihat Iel dan Via. Rio memompa segala keberaniannya. Sebenarnya nyalinya ciut. Ia nggak pernah nembak cewek sebelumnya. Dan ini adalah pertama kalinya ia nembak cewek.
                Jreng,,, terdengar petikan gitar yang membuat Ify kaget. Ternyata Rio di belakangnya sambil menyanyikan lagu sempurna
                Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indah
                Kau membuatku akan slalu memujamu
                Di setiap langkahku, ku an slalu memikirkan dirimu
                Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu
               
                Janganlah kau tinggalkan diriku, takkan mampu menghadapi semua
                                Hanya bersamamu ku akan bisa
                Kau adalah darahku, Kau adalah jantungku
                Kau adalah hidupku lengkapi diriku, oh sayangku kau begitu
                Sempurna...

                “Katanya nggak ada yang sempurna?” ejek Ify walaupun ia sebenarnya senang
                “Gue bilang, sempurna menurut gue adalah melihat kekurangan dan kelebihan orang lain secara bersamaan. Dan menerima keduanya.” Ucap Rio sambil tersenyum
“Fy, gue tau, gue nggak sehebat Iel, gue tau gue nggak sesempurna lo, gue tau gue banyak kekurangannya. Gue juga bukan cowok romantis, gue Cuma mau jujur sama perasaan gue aja. Dari kelebihan dan kekurangan itu, gue mau jadi yang terbaik buat lo. Gue mau kita saling melengkapi. Gue..Gue sayang sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gue?”
                “Iya..” jawab Ify sambil tersenyum. Rio pun memeluk Ify.
                               

Apakah ada yang sempurna di dunia ini? jawabannya hanya 1, nggak ada dan nggak  akan pernah ada yang bisa jadi sempurna.Kenapa? Karena semua hanya terpaku kepada kelebihan2 yang dimiliki.Kenapa? Karena manusia hanya dan selalu melihat dari satu sudut pandang, bukan dari sudut pandang yang lain.Karena manusia selalu menghindar dan menutupi segala kekurangannya.
 Kesempurnaan bukan dilihat hanya dari kelebihan2 itu. Tapi kesempurnaan itu adalah ketika kita menyadari kelebihan kita serta  mau mengakui, dan  menerima segala kekurangan kita.Di mana itu semua membuat kita menjadi lebih baik dari sebelumnya, dan bukan menjadi batu sandungan bagi kita ke depannya.

A whole new world - cerpen


Aku menyeruput jus strawberry yang dari tadi ku abaikan. Hanya sekedar mengalihkan pandangan bersalahku pada orang yang duduk di hadapanku sekarang.
                “Maaf” akhirnya hanya kata itu yang dapat kuucap. Aku pun memberanikan diri menatap lelaki tegap yang duduk di hadapanku itu
                “Nggak apa2 kok” jawabnya sambil tersenyum, walaupun aku bisa melihat jelas gurat kekecewaan di wajahnya. Dia pun langsung beranjak pergi meninggalkanku. Aku mendesah pelan. Kutahan sekuat mungkin agar air mata tak jatuh. Bukan air mata kesedihan, namun air mata rasa bersalah.  Cakka, salah satu cowok most wanted di sekolahku. Cowok yang beberapa menit lalu kutolak cintanya.  Dan cowok kelima yang aku tolak dalam bulan ini. Aku langsung mengambil tasku dan pergi ke danau. Tempat yang sangat ku gemari, kalau ada masalah. Tempat inilah yang memisahkan aku dengannya. Aku duduk di atas rerumputan hijau, memandang lurus ke depan.

###FLASHBACK
               “Amerika itu jauh ya yel?” tanyaku polos waktu umurku masih 9 tahun.
               “Jauuuuh bangeet..”
“Kalo kamu ke sana, kita nggak bisa main sama2 dong?”
“kan masih ada yang lain vi.”
“Iel, aku sayang kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu..” ucapku dan mataku mulai berkaca-kaca
“Aku juga sayang kamu vi. Kamu jangan sedih. Tunggu aku balik ya, kita akan bersama nanti..kamu janji mau nunggu aku?” Aku pun mengangguk dan mengaitkan kelingkingku dengan kelingkingnya.

#####FLASHBACK END

Aku kembali tersenyum mengingat teman baikku yang mungkin merupakan cinta pertamaku juga. Gabriel Stevent Damanik
‘7 tahun yell. Sudah 7 tahun aku nunggu kamu di sini. Tapi kamu sama sekali nggak kembali. Aku tolak semuanya, ku tutup hatiku rapat2, hanya demi menjaga janji kita dulu.’ Batinku. Apakah itu bisa dikatakan sebagai sebuah janji? Apakah jika seorang anak kecil sekalipun yang tak mengerti apa2, mengatakan kata janji maka itu memang harus ditepati? Atau itu hanya sebuah ilusi semata dan ucapan yang tak dimengerti?
“Hei!” sapa seseorang. Tanpa melihatnyapun aku sudah tau siapa yang menyapaku. Aku hanya tersenyum dan tetap memandangi danau, menikmati semilir angin yang membelai pipiku. Orang itupun duduk di sampingku. Sahabatku sejak SMP. Alvin, ia selalu ada di sampingku, menghiburku waktu aku sedih, dan akan tertawa bersamaku ketika aku bahagia. Aku tak tau bagaimana hidupku nanti tanpanya. Selain Alvin, aku juga memiliki sahabat bernama Dea. Kami bertiga memang sekelas sejak SMP. Alvin dan Dea tau semua ceritaku, bahkan tentang Iel sekalipun. Akupun tau cerita tentang kehidupan mereka. Kami bertiga sudah seperti kakak adik yang tak terpisahkan.
“udah berapa banyak cowok yang kamu tolak?” aku terkekeh mendengar sindiran dari sahabatku itu.
“emang aku salah vin, nolak mereka semua?”
“Kalo emang nggak sesuai dengan hatimu, nggak apa2 kok.” Jawabnya diplomatis, membuatku kembali tersenyum tipis.
“Vin, aku bodoh ya? Apa aku salah sayang sama dia?”
“Kamu mau jawaban jujur atau jawaban bohong dariku?”
“Jujurlah”
“Bodoh banget.” Aku langsung menggembungkan pipiku tanda aku sebal.
“Hahaha. Kan kamu yang minta vi…”
“Apiiiiin…..”
“Piiiiiaaaa….”
“Serius dikit dong…”
“Iya deh, maaf..maaf..” ucapnya tulus tapi masih menahan tawa melihat ekspresiku. “Mencintai seseorang itu nggak pernah salah vi. Nggak pernah. Yang salah adalah ketika kita nggak lagi bisa ngelihat cinta yang sebenarnya. Ketika kita hanya melukai dan menyakiti diri kita sendiri ataupun orang lain, kemudian kita mengatasnamakan itu cinta. Kesetiaan kamu sama Gabriel, nggak pernah salah. Tapi kamu nunggu dia sebagai siapa? Seorang yang menempati hatimu, layaknya cinta pertama atau hanya sebagai seorang sahabat? ”
“cinta pertama” jawabku mantap tanpa ada keraguan sama sekali. Alvin pun hanya tersenyum dan mengacak rambutku pelan. Kami berdua kembali dalam diam, menatapi senja langit dan burung2 yang bebas beterbangan di atas sana.
“Udah sore. Aku antar pulang” Aku pun mengangguk dan menerima uluran tangan Alvin. Alvin menggenggam tanganku erat. Aku senang saat2 seperti ini.

*****
                Aku duduk di pinggir lapangan. Tak bosan-bosannya aku menatap Alvin yang sedang berlari mendribble bola. Akhir2 ini, aku merasakan hal yang berbeda kalau aku bersama dengannya. Setiap gerak-geriknya pun terpatri dengan sangat sempurna di hatiku. Aku tak tau pasti bagaimana perasaan Alvin sebenarnya. Ia sering membuatku ingin percaya bahwa ia memiliki prasaan yang sama denganku. Namun di lain sisi, dia akan menyadarkan aku akan kenyataan tentang Iel. Satu yang pasti, ia selalu membuatku merasa nyaman dan istimewa. Dia membuat ku merasa sempurna dengan adanya dirinya. Tiap malam aku sering memikirkannya. Bukan sebagai seorang sahabat tapi sebagai seorang….ah, lupakan saja. Dia sering mengirimkan sms singkat yang bisa membuatku terbang ke awan2. Misalnya saja ‘kamu tidur ya vi. Love you!’ Jujur saja, ketika pertama kali aku menerima sms situ, jantungku berdegup sangat cepat, hingga mataku tak mau terpejam. Sms2 seperti itu sudah sering kali dikirimkan oleh Alvin untukku.Tapi sekali lagi, aku tak tau mengapa, tak sekalipun aq merasa bosan atau merasa itu hanyalah sebuah rayuan gombal.
                “Maaf ya vi, kamu jadi nungguin aku latihan” ujarnya yang tiba2 berada di hadapanku
                “Nggak apa2 kok Vin, lagian aku juga suka ngelihat kamu main.” Balasku sambil tersenyum. Alvin pun mengacak rambutku pelan. “Vin, itu kamu keringetan” ucapku. Aku mengeluarkan tissue dan kuusap keringatnya. Ku tatap matanya yang selalu bisa membuatku meleleh. Namun sedetik kemudian, dia membuang muka. Aku hanya tersenyum. Aku senang jika membuat dirinya salah tingkah, karena itu berarti dia memang sayang padaku.
                “Makasih!” ucapnya sambil tersenyum, membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu mau ke mana setelah ini?”
                “Ke kedai es krim depan aja yuk.” Alvin pun mengangguk dan menggandeng tanganku pergi.


Sesampainya di kedai es krim, Alvin pun langsung mencari tempat duduk di pojokan, di mana agak jauh dari keramaian.

                “Mau pesan apa mas?”
                “Chocobanana split 1”
                “Strawberry sweetheart  1”
Pelayan itu pun pergi meninggalkan kami berdua dalam diam.
                “Vin, aku mau ngomong sama kamu.” Alvin yang tadinya menatap ke tempat lain langsung menatapku. Aku mendesah pelan, mencoba mengumpulkan seluruh keberanian yang ada di dalam diriku.
“Vin, sebenarnya…gimana hubungan kita saat ini?” Aku mendengar Alvin terkekeh mendengar pertanyaan bodohku itu. Aku pun merutuki diriku yang berani menanyakan hal seperti itu. Aku menunduk, tak berani menatap wajahnya. Aku malu. Alvin pun mengangkat wajahku, agar aku bisa menatapnya.
                “Kamu maunya kayak gimana vi? Apa kamu udah siap ngelepasin Gabriel?”
                “A..Aku..”
                “Kamu sendiri nggak yakin kan vi? Jadi bukankah seperti ini akan lebih baik?”
                “Tapi Vin, apa kamu nggak mau hubungan kita lebih jelas. Bukan menggantung seperti ini?”
                “Jawabannya ada di kamu vi.”
                “Kamu sayang nggak sih vin, sama aku?”
                “Apa itu masih perlu dipertanyakan?” Tanya Alvin balik yang sama sekali tak menjawab
pertanyaanku. Aku diam. Dia pun diam. Kami berdua sibuk dengan pikiran masing2. Es krim yang
kami pesan tadi pun datang. Tak ada dari kami berdua yang menyentuh es krim itu. Apakah cinta kita akan seperti es krim ini? Akan meleleh pada akhirnya dan terhapuskan begitu saja?
                “Aku nggak mau, nantinya kamu menyesal ketika Iel datang. Aku nggak mau nantinya kamu merasa bersalah, dan merasa terjebak dengan hatimu sendiri vi.” Sahutnya tiba2 membuatku menatap wajahnya, menikmati setiap lekukan wajahnya yang indah. Aku meresapi apa yang ia katakan, tapi bukankah dia yang telah menciptakan suasana itu?
                “Gimana kalau kita pisah aja untuk sementara waktu?” usulku yang membuat wajah Alvin
nampak tak rela
                “Pisah? Untuk apa? Agar perasaan bersalah kamu nggak semakin besar?” Tanya Alvin seolah menyudutkanku untuk situasi ini.
                “Agar, kita bisa mengontrol perasaan kita masing2.”
                “Nggak semudah itu Vi, aku nggak sanggup.” Sahut Alvin.
                “Sampai kapan Vin, sampai kita sama2 sanggup? Nggak pernah. Nggak pernah ada kata
sanggup untuk berpisah”
                “Setidaknya, kasih aku waktu untuk membuat kenangan2 indah, sebelum Iel datang dan merebutmu dari sisiku. Something for remember, like a memory.”
                “Bukankah semakin lama, semakin sulit kita untuk saling melupakan?”
                “Nggak untuk yang satu ini Vi.” Aku walaupun ragu, namun akhirnya aku mengangguk setuju.
                “Okay. Something for remember, like a memory.” Sahutku mengulang perkataannya. Aku tau, ini salah. Dan kami berdua memulai sesuatu yang salah.


*****

2 bulan kemudian...

Aku tak mnyangka sama sekali bahwa waktu akan berlalu begitu cepat, dan aku tak menyangka bahwa rasa sayangku pada dia semakin kuat. Semakin kuat dia mengenggam tanganku, semakin takut ku lepaskn genggamanny. Dua bulan waktu yang kami lewati bersama, untuk menciptakan kenangan yang tak akan dilupakan. Senyumku seolah tak ingin pergi dari wajahku.  Aku duduk, menopang dagu sambil tetap asyik menatap punggung Alvin yang sedang berdiri di depan menuliskan beberapa pengumuman.
Drrt...drrt...
Aku merogoh HP-ku dan membaca pesan singkat yang baru saja masuk

From : Alvin ‘my prince charming’
            pulang, kita jalan bareng ya. Can’t forget you..Luv u so much, via..^^

Aku tersenyum bahagia. Ku tatap Alvin yang masih berdiri di depan kelas. Ia mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum manis padaku.
"sebenarnya gimana hubunganmu dengan Alvin?" tanya Dea membuatku sadar dari kebahagian sesaatku itu.
“maksudmu?”
“Udahlah vi, nggak usah nutupinnya dari aku. Aku tuh udah sekelas sama kalian berdua sejak SMP. Mata kalian berdua tuh saling bicara, nggak pernah bisa bohong.”
"Aku nggak tau de. Aku juga bingung. Yang aku tau hanyalah aku merasa nyaman bersamanya.”
"Gimana dengan Iel?"
Aku terdiam. Gimana dengan Iel? Aku sama sekali tak pernah melupakannya. Aku pun selalu menyayanginya. Tapi apa Alvin benar2 berhasil menggeser posisi Iel di hatiku? Dulu, tak pernah ku lewatkn seharipun tanpa memikirkan iel atau hanya sekedar memandang fotony. Tapi sekarang, aku benar2 lupa dengan Iel. Nggak. Aku bukan melupakannya, aku hanya sedikit mengabaikannya. Aku menggeleng lemah menjawab pertanyaan Dea tadi
“Love make time pass away, and time make love pass away. ..” Aku mengernyitkan keningku tanda aku tak mengerti “Cinta kamu sama Alvin emang ngebuat waktu berlalu dengan cepat, dan waktu itupula yang membuat cintamu pada Iel terhapuskan”
Aku meresapi kata2 yang Dea ucapkan padaku. Benarkah cintaku pada Iel terhapuskan oleh waktu? Semudah itukah perasaanku terhapuskan?
Sehari itu pun aku sama sekali tak berkonsentrasi..pikiranku kacau..Aku berjalan ke arah parkiran. Alvin memintaku untuk menunggunya di sana. Bukan hal baru jika aku pulang bersama dengan Alvin ataupun datang bersama dengannya. Bukan hal baru juga jika aku selalu menunggunya hingga selesai ekskul basket ataupun ia menungguku hingga selesai ekskul musik. Aku berdiri mengetuk-ngetukan jariku di pintu mobilnya. Inilah kebiasaanku kalau aku bosan menunggu. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, berharap menemukan adegan yang lucu ataupun apa saja asalkan tidak membuatku bosan menunggu seperti ini. Tiba2 serangkaian bunga melati ada di hadapanku. Itu adalah bunga kesukaanku. Aku tak suka mawar yg t'lalu romantis. Aku lebih suka melati yg harum mewangi, namun lembut tak sperti mawar..
"makasih ya vin"
"vin? Siapa itu?"
aq yg tadinya sedang menikmati harum bunga, langsung tercekat. Aq m'gigit sudut bibirku, dan ku angkat wajahku perlahan. Ku temukan seorang lelaki tampan yang lebih tinggi dari diriku, dengan wajah khas Indonesia, dan senyuman manisnya yang tak pernah kulupakan.
"hei vi, masih ingat aku kan?"
"ma..mana mungkin aq lupa sama kamu yel"
"Syukurlah kalo kamu masih ingat. Dari tadi aku takut kamu udah lupa sama aku. Kamu nggak mau meluk aku?" walau ragu, namun aku tetap memeluknya. Andai saja iel datang 2 tahun yang lalu dan bukan saat ini, mungkin aku akan loncat2 kegirangan. Seandainy iel bilang kapan dia akan datang, mungkin aku akan benar2 menjaga perasaanku..seandainy dan seandainya. Yang bisa ku lakukan hanyalah berandai dan bermimpi.
"via?" aq lngsung mlepaskn pelukanku.
"iel kenalin ini alvin sahabatku sejak smp, alvin ini iel"
"iel"
"alvin"
Setelah perkenalan singkat yang dingin itu terjadi, Iel menggenggam tanganku dan mencium pipiku, yang sukses membuat semburat merah muncul di pipiku. Kulihat alvin membuang muka, seolah tak tahan dengan adegan yang ada di hadapannya saat ini.
"Jalan yuk Vi. Aku udah kangen banget sama kamu.”
"Tapi aku..."
"vi, Shilla sms-in aku minta ditemenin. Kayaknya aku nggak jadi nemenin kamu deh"
"Emang kamu mau ke mana vi? Biar aku temenin kamu aja.” Aku menatap Alvin tak percaya. Apa seperti ini yang ia inginkan? Apa iya, Shilla yang gosipnya  menyukai Alvin, meng-smsnya? Atau ini hanya salah satu trik membuatku cemburu? Aku sama sekali tak mengerti dengan jalan pikiran Alvin
“Ya udah kalo gitu, kita dluan ya vin" iel yang masih mengenggam tangan kiriku pun lngsng menarikku, membuatku mengikuti langkahnya.  Tapi ku rasakan  tangan kananku ditahan oleh Alvin.  Aku menatapnya, mataku berkaca-kaca. Aku sendiri tak tau mengapa aku ingin menangis saat itu. Ia pun melepaskan genggamannya perlahan tapi pasti. Aku terdiam. Bukankah ini yang ku inginkan, agar iel kembali?? Tp mengapa aku merasa kehilangan sesuatu?

*****

            Aku diajak Iel ke tempat kita sering bermain dulu. Di danau, tempat aku sering menumpahkan segala masalahku. Aku duduk di sampingnya, di bawah pohon besar yang dekat sama danau. Ku tatap wajah yang tak ku lihat 7 tahun terakhir. Ku lihat senyumnya yang dulu selalu ada untukku. Yang bisa ku katakan saat ini hanyalah, dia bertambah keren, lebih dewasa dari yang sebelumnya. Namun satu yang tak berubah darinya, rasa sayangnya padaku. Aku bisa merasakannya. Aku bisa mengetahuinya dari tatapan matanya padaku. Tatapan yang sama dan tak pernah berubah dari 7 tahun lalu. Tapi apakah tatapanku juga masih sama? Apakah rasa sayangku masih sama padanya seperti dulu?
            “Hei vi. Kok ngeliatin aku terus sih? Tambah cakep ya?”
            “Iya” jawabku jujur. Dia terkekeh mendengar jawabanku
            “Kamu juga tambah cantik vi.” Pujinya yang membuat pipiku memerah lagi
            “Kok kamu nggak pernah ngabarin aku sih?”
            “Maaf ya vi. Aku cukup sibuk untuk beradaptasi dengan lingkungan maupun bahasa. Kamu tau kan bahasa inggrisku dulu jelek banget. Karena itu, aku nggak punya waktu buat main2 ataupun sekedar ngabarin kamu. Tapi percaya deh sama aku, di sana yang ada di pikiranku hanyalah kamu”
            Aku tersenyum. Aku merasa, ini hanyalah sebuah rayuan gombal. Tapi apakah aku akan berpikir sama jika yang mengatakannya adalah Alvin? Atau aku akan merasa berdebar-debar?
            “Kamu gimana di sini vi?” tanyanya. Akupun menceritakan kehidupanku saat ini. pastinya ku lewatkan semua ceritaku dengan Alvin. Basa-basi yang akan dilakukan semua orang, ketika sudah lama tak bertemu. Rasa canggung pun masih meliputi diriku. Waktu memang berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah sore. Iel pun mengantarkan ku pulang sampai ke rumah.
            “ntar malam, jam 7, aku jemput kamu” Aku pun hanya mengangguk kemudian masuk ke kamarku. Aku bersiap-siap, menggunakan dress selutut berwarna hitam dengan belt warna merah.Kemudian ku pakai pita merah dan flat shoes merah. Aku tersenyum memandang pantulan bayanganku di cermin. Aku bahagia bertemu dengan cinta pertamaku dulu. Aku yakin, rasa sayangku pada Iel takkan pernah berubah sampai hari ini.
            Drrt..drrt..drrt...
            From : Alvin ‘my prince charming’
            Vi, kita ketemu di taman pukul 7 . Ada yang ingin aku ngomongin. Always wait you..

Aku terduduk di tepi tempat tidurku. Apa yang harus ku lakukan sekarang. Apakah aku harus pergi menemui Iel ? atau ku temui Alvin yang benar2 mengisi hatiku saat ini. Aku menatap jam di kamarku. Kurang 10 menit jam 7. Aku mendengar suara klakson mobil Iel. Aku mendesah. ‘Maafin aku Vin.’ Aku mengambil tasku dan segera turun menghampiri Iel. Aku cukup terpesona dengan Iel yang menggunakan kemeja merah + jas hitam, yang ia gulung tangannya sampai sikut. Iel menggandeng tanganku, membukakan pintu mobil untukku. Dalam perjalanan, kami beruda hanya diam. Sama sekali tak berkomentar atau berbicara. Sibuk dengan pikiran masing2. Kami berdua sampai di sebuah restoran mahal menurutku. Dia menyiapkan tempat di pojokan ruangan,dengan lampu yang remang2, lilin putih di atas meja, dan setangkai melati yang diletakkan di tempatnya. Aku kaget dengan semua itu. Iel  menarik sedikit kursi di hadapannya.
            “Silahkan duduk tuan putri. ” sahut Iel yang membuat semua anak muda di situ jadi iri, sedangkan semua orang tua senyum2. Aku hanya tersenyum simpul dan duduk di tempat itu. Kami berdua makan sambil mengobrol kisah-kisah dulu. Kisah yang lucu maupun aneh menurut kami berdua. Terkadang kami tertawa terbahak-bahak, ataupun nyengir mengingat semua yang terjadi di masa lalu.
            “Vi, aku sayang sama kamu. Kamu tau kan, rasa sayangku padamu dari dulu hingga sekarang nggak pernah berubah. Nggak pernah terhapuskan oleh waktu. Cuma kamu yang ada di hatiku. Would you be my girl?” ungkap Iel sambil memegang kedua tanganku erat. Aku terdiam. ‘Ya, aku mau Iel..’ mungkin jawaban itu yang akan aku kasih untuknya, seandainya ia datang 2 tahun lalu dan bukan saat ini. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat. Hatiku, bukan miliknya lagi. Cintaku pun terhapuskan oleh waktu. Aku sadar, aku adalah manusia yang paling egois dan tidak setia. “kamu menunggu Iel sebagai sahabat atau sebagai cinta pertamamu?” pertanyaan Alvin itu terngiang-ngiang di kepalaku. Saat itu mungkin aku dengan mantap menjawab cinta pertamaku. Namun saat ini, apakah aku masih bisa menjawab dengan mantap bahwa aku menungguna sebagai cinta pertama?
            “Vi? Kok diam?”
            “A..Aku...”
            “Aku tau, kamu pasti mau nerima aku kan? Dari dulu kamu kan sayang sama aku. Makanya kita berjanji seperti dulu. Makasih ya vi, kamu masih mau nunggu aku sampai sekarang.” Aku cengo dengan apa yang Iel katakan. Bukankah harusnya aku bahagia? Iel mengangkat dagu-ku dengan tangannya, ia mendekatkan wajahnya padaku. Aku bisa merasakan nafas hangatnya berhembus di wajahku, dapat kucium harum parfum yang ia gunakan. Matanya memandangku lembut. Kututup mataku erat2, aku tau wajahku pasti sudah berubah seperti tomat, aku takut. 1 detik...2 detik..3 detik...aku tak merasakan apapun. Ku buka mataku, ku lihat Iel telah duduk di kursinya
            “Pergilah!” Aku mengernyit tak mengerti. “Ayolah vi. Aku tau kamu tadi mau nolak aku. Aku tau hatimu sekarang bukan untukku. Aku sadar tatapanmu itu berbeda dengan 7 tahun yang lalu. Karena tatapan itu, hatimu dan cintamu hanya milik Alvin sekarang. Iya kan?” tanya Iel sambil tersenyum manis
            “Maafin aku yel..” ucapku dan air mata bersalahku kembali turun.. Iel menghapusnya dengan ibu jarinya.
            “Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan vi. Bukan denganku, tapi dengan orang lain. Aku rela kok, asal kamu bahagia. Maaf ya, aku tadi aku ngebuat kamu ketakutan. Aku hanya ingin memancing emosi kamu yang sebenarnya. Hanya untuk meyakinkan aku kalau kamu memang bukan untukku lagi. Tapi, kita tetap sahabat kan?” aku mengangguk pasti sekarang.
            “Makasih ya yel.” Aku pun segera pergi dari restoran itu. Aku memberhentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat. Aku pergi ke taman, tempat janjiku dengan Alvin. Sekarang pukul setengah 9. Aku mencari sosok Alvin. Namun tak ku temukan sosok Alvin di manapun. Aku terduduk lemas di salah satu bangku taman. Ini memang salahku. Mengabaikannya.
I can show you the world
Shining, shimmering, splendid
Tell me, princess, now when did
You last let your heart decide?

I can open your eyes
Take you wonder by wonder
Over, sideways and under
On a magic carpet ride

A whole new world
A new fantastic point of view
No one to tell us no
Or where to go
Or say we're only dreaming

A whole new world
A dazzling place I never knew
But when I'm way up here
It's crystal clear
That now I'm in a whole new world with you
Now I'm in a whole new world with you

Unbelievable sights
Indescribable feeling
Soaring, tumbling, freewheeling
Through an endless diamond sky

A whole new world
Don't you dare close your eyes
A hundred thousand things to see
Hold your breath - it gets better
I'm like a shooting star
I've come so far
I can't go back to where I used to be

A whole new world
Every turn a surprise
With new horizons to pursue
Every moment red-letter
I'll chase them anywhere
There's time to spare
Let me share this whole new world with you

A whole new world
That's where we'll be
A thrilling chase
A wondrous place
For you and me

Aku berbalik melihat siapa yang menyanyikan lagu itu. Itu lagu kesukaanku. Aku tersenyum menemukan Alvin membawa lagunya dan menyanyikan lagu itu.
            Let me share this whole new world with you. Would you?”
            “I will, if you never leave me.” Dia tersenyum sangat manis yang membuatku berdebar-debar sekali lagi. Dia berlutut di hadapanku, memegang kedua tanganku.
            “Aku sudah tau semuanya vi. Iel tadi menghubungiku. Aku sendiri nggak tau giamana caranya ia tau nomor HP-ku. Tapi sudahlah. Bukan itu yang penting sekarang. Yang penting sekarang adalah Would you be my girl?”
            “Yes I will”
            “Having you beside me, it make me the luckiest person on earth” ujarnya dan mencium keningku. Aku tersenyum. Inilah yang aku inginkan. Dan inilah cintaku yang sebenarnya. I never let it go...

Sabtu, 16 Oktober 2010

Cerbung maupun cerpen yang gue buat di sini hanyalah fiktif belaka...kalo ada kesamaan nama, tempat, jalan cerita, watak dan lainnya, itu semua unsur ketidaksengajaan...
Khusus untuk namanya, gue pinjam nama2 ICIL. Maaf, kalo ada yang nggak berkenan...

Always have a choice - part 1

Cerita ini hanya fiktif belaka..Jika terjadi kesamaan nama, cerita, maupun tempat, merupakan unsur yang tidak disengaja...*minjem nama anak2 ICIL*


                “Gimana nih jalan keluarnya? Kita nggak mungkin biarin posisi keyboard kita kosong, gara2 Debo pindah mendadak!” ujar cowok berkulit putih dan berambut harajuku itu.
                “Mana 1 bulan lagi kita ada pentas.” Kali ini ucap cowok kecil, imut yang berambut gondrong
                “Gimana kalo kita buka seleksi?”
                “Gila lo yel! Lo kira gampang apa, ngebangun persatuan dalam waktu 1 bulan.”
                “Kita coba aja. Nggak ada salahnya kan kita mencoba?” tanya cowok yang memberikan usul tadi. “Gimana ketua?” ucap cowok yang merupakan vokalis, bernama Gabriel.
                “Hmm, gue rasa, yang diomongin Iel itu oke juga. ”
                “Yah, elo mah gitu vin. Ya udah deh, gue terserah aja deh.” Ucap cowok berkulit hitam manis dan diikuti anggukan teman2nya yang lain.

****************************

SELEKSI KEYBOARDIST untuk LIEBLINGS
Pukul 14.00 – selesai
Di Aula

                Pengumuman singkat yang dipasang oleh sang ketua yang merupakan gitaris LIEBLINGS (nama band), cukup menghebohkan satu sekolah. Cukup membuat cewek-cewek pada teriak-teriak histeris dan bersiap ikut audisi. Banyak yang ikut. Dari yang Cuma bisa main dikit aja sampai yang nggak tau main sama sekali, semuanya daftar, terkhususnya cewek. Gimana nggak? Kepopuleran Lieblings bahkan bisa menyaingi kepopuleran Ungu dan lainnya. Bukan hanya karena suara mereka, dan kemampuan mereka yang luar biasa di dunia musik. Tapi juga yang merupakan anggota lieblings adalah siswa2 terpintar di sekolah, dan wajah yang luar biasa keren.
                Seleksi baru saja selesai. Tampak wajah2 kecewa dari yang mendaftar maupun yang menilai.
                “Gila. Debo emang nggak bisa tergantikan. Nggak ada yang bisa maen tau nggak sih?” tanya cowok kulit hitam yang nampaknya sudah emosi
                “Hh..cewek2 yang paling banyak daftar, dan itu cuma buat ngelihat tampang2 kita.” rengut cowok imut itu
                “Kalau kayak gini, terpaksa, kita akan ngebiarin posisi keyboardist kita kosong. Dan untuk pentas bulan depan, kita tampil apa adanya.” Ujar sang ketua “Thank’s guys buat kerja samanya hari ini. Kita pulang aja. Udah sore.” Putus sang ketua yang disetujui lainnya. Semuanya pun langsung pulang ke rumah masing2.
                “Yo, lo nggak pulang?”
                “Bentar lagi. Males gue pulang ke rumah” sang ketua pun hanya mendesah mendengar alasan yang diberikan temannya itu. Ia sudah cukup tau tabiat temannya satu itu
                “Ya udah kalo gitu, gue pulang duluan ya. Jangan lupa kunci ruangan. Bye.” Ketua pun berlalu. Cowok hitam manis itu hanya bisa memainkan gitarnya dalam kesunyian sore itu.
                Tok..tok..tok..
                ‘mampus. Gue tau sih, sekolah ini agak angker. Tapi ini belum malem banget, kenapa udah muncul hantu sih?’ batin cowok itu dan mulai merinding
                Tok..tok..tok
                ‘Yo, ayoo, lo nggak penakut.’ Cowok itu pun membuka pintu.
                “Maaf ka, audisinya udah selesai ya?”
                ‘buseet nih cewek cantik banget. Tapi nampaknya dia tomboy gitu’
                “Ka?”
                “Eh..iya. ada apa?”
                “Audisinya udah selesai ya kak?”
                “Iya. Udah telat.”
                “Kak, pleaseee izinin gue audisi sekarang ka.” pinta si gadis itu
                “Maaf, lieblings selalu tepat waktu. Kalo audisi aja udah terlambat, gimana nantinya? Misi, gue mau pulang.” Ujar cowok itu mendorong sedikit tubuh gadis itu, dan mengunci pintu ruangan
                “Tapi kaa...”
               

                @keesokan harinya
                Sang ketua lieblings berjalan ke arah ruang khusus mereka buat latihan band. Ruangan itu terletak paling ujung, agar kelas2 lainnya tidak merasa terganggu. Terdengar alunan piano dari dalam kelas musik. Alunan merdu namun menyayat hati. Begitu tersampaikan lewat permainan piano itu.  Sang ketua pun memasuki kelas musik. Ia melihat seorang gadis memainkan piano dengan ahlinya.
                PLOK...PLOK..PLOK...
                Gadis itu berbalik dan cukup terkejut melihat sang ketua lieblings bertepuk tangan untuk dirinya
                “Ayo ikut gue..”

                @ruang band
                “Guys, gue nemuin keyboardist yang pas buat kita. ayo masuk” ucap ketua dan mempersilahkan gadis itu masuk
                “Elo?? Ngapain di sini?”
                “Lo kenal yo?”
                “Kemarin dia mohon2 ke gue buat audisi mendadak, tapi nggak gue terima.”     
                “Kalo gitu, lo harus dengerin dia main 1 lagu.” Ucap ketua “terserah lo mau main lagu apa aja. Tapi lagu yang up-beat.” Gadis itu mengangguk dan mulai memainkan keyboard yang ada di hadapannya.
                “Gimana?” tanya ketua tersenyum penuh kemenangan ketika gadis itu selesai memainkan keyboard
                “Terima!”
                “Terima!”
                “Terima”
                “Yo?? Kok diem? Gimana? Stuju dia masuk ke lieblings?”
                “Hhh,, stuju.”
                “Okay kalo gitu. Gue mau memperkenalkan kita yang ada di sini. Mungkin lo udah kenal, tapi sekedar mengingatkan saja. Yang berambut gondrong dan imut2 itu, namanya ray. Dia drummer Lieblings, kelas XI IPS 1. Terus yang berambut harajuku di sana, namanya Cakka. Dia basist kita, sekelas sama Ray. ” Cakka hanya memamerkan senyum manisnya.
                “Yang duduk di pojok sana, yang lo ketemu kemarin, namanya Rio, gitarist di Lieblings. Kelas XI IPA 1. Sedangkan yang ini, Gabriel. Tapi lo bisa panggil Iel aja. Dia vokalist band kita, kelas XII IPA 1 sekelas sama gue. Dan nama gue, Alvin. Gue gitarist juga. Mungkin lo heran dengan kelas kita yang beda ataupun jenjang yang berbeda, tapi supaya lo tau aja, nggak ada senioritas di sini. Karena kita semua kayak keluarga yang saling menyayangi. Kayak nama band kita. Lieblings! Ada yang mau ditanyain?” tanya Alvin ramah
                “Nggak kok”
                “Oh ya, Alvin udah ngenalin kita semua. Kayaknya nggak afdol kalo lo nggak memperkenalkan diri” ujar Ray
                “Nama gue Alyssa Saufika Umari.  Panggil aja Ify. Gue kelas X-1”
                “Welcome to Lieblings band, Ifffy.....” ucap semuanya menyambut Ify sang keybordist mereka dengan ramah. Kecuali 1, Rio sama sekali nggak senyum, dan hanya memandang Ify dingin.

Keesokan harinya
                Ify melangkahkan kakinya sambil bersenandung kecil. Senyum tetap terukir di wajahnya. Membuat wajahnya itu begitu bersinar. Kesenangannya karena ia bisa mendapatkan kakak cowok yang menurutnya cukup menyenangkan. Ify memang anak tunggal. Ia tinggal berdua hanya dengan ibunya. Namun, ibunya juga cukup sibuk di luar sana. Sehingga sering kali Ify merasa kesepian.
                Senyum Ify pun harus memudar, ketika melihat pandangan sinis dari siswi2 di sekolahnya. Ia Memerhatikan pakaiannya sekali lagi, siapa tau ada yang aneh. Tapi tak ada 1 pun yang salah dengan pakaiannya.
                “Via....Shillllaaaa....” teriak Ify ketika memasuki kelasnya
                “Ada apa sih fy?” tanya Via
                “Pada tau nggak , kenapa sih anak2 pada ngeliatin gue sinis kayak begitu?”
                “Apa itu masih harus dipertanyakan fy?” tanya Shilla balik tanpa menjawab pertanyaan Ify. Ify hanya mengangguk tak mengerti
                “Itu karena lo diterima jadi keyboardist lieblings. Lo tau sendiri kan, gimana populernya Lieblings di sekolah ini? Lo tau kan, personil lieblings yang cakep2? Makanya itu, mereka semua nggak terima ketika tau lo yang jadi keyboardistnya. Anak kelas 1, cewek lagi.” Jelas Shilla panjang lebar
                “Tapi tenang aja fy, mereka Cuma iri doank kok sama lo. Palingan juga beberapa minggu lagi, mereka udah biasa aja.” Sahut via. Ify hanya tersenyum. Sayangnya percakapan mereka bertiga harus terpotong dengan masuknya Ibu Winda

                @kantin
                Ify, Via dan Shilla segera masuk ke kantin, mecari tempat duduk. Namun sayang, kantin sudah cukup penuh
                “Ify!!” panggil seseorang
                “Hai kak!”
                “Nyari tempat kosong ya? Gabung sama kita aja.” Ujar Alvin yang tadi memanggilnya
                “Hmm, ok deh kalo gitu.” Ify, Via, Shilla pun bergabung dengan anggota lieblings yang lainnya. “EH, semuanya kenalin ini Via sama Shilla teman gue dari SMP.”
                “Gue, Ray cowok paling imut di lieblings.” Jawab Ray yang langsung mendapat toyoran gratis dari teman2nya.
                “Gue Cakka, yang paling ganteng”
                “Gue Iel.”
                “Tumben yel, lo nggak narsis?”tanya Rio melihat sikap aneh dari sahabatnya
                “Gue nggak usah bilang juga, mereka udah tau. Kelihatan banget gitu di wajah gue. Hahaha..”
                “Dasar! Gue Rio, cowok paling keren, dan cakep di sini. Tapi banyak yang nggak mau ngakuin gue cakep.heheh...” Ify speechless ngeliat sikap Rio yang benar2 berbeda dengan kemarin. Rio nggak sedingin kemarin.
“Gue Alvin”
Obrolan ngalur ngidul pun tercipta di antara mereka. Canda tawa pun menghiasi jam istirahat mereka. Namun, begitu banyak tatapan sinis dan iri terhadap Ify dan lainnya yang bisa begitu akrab dengan lieblings.
“Eh, istirahat udah abis nih. Balik ke kelas yuk.” Ajak Rio
“Iya, iya. EH fy, jangan lupa ntar pulang sekolah latihan ya, on time.” Ucap Iel mengingatkan
“Siiiip...”

@pulang sekolah
Ify berlari-lari ke ruang tempat mereka latihan. Dia terlambat. Ify membuka pintu ruang band perlahan.
                JREEEEENG!!!
Ify sontak kaget dengan sambutan dari Rio yang langsung memainkan gitarnya dengan volume cukup tinggi.
“Lo ke mana aja sih? Tau kan, kita tuh nggak pernah terlambat kalo latihan. Dari awal gue emang nggak suka lo masuk sini. Karena gue tau lo bakal kayak gini. Nggak pernah bisa tepat waktu. Seingat gue, Iel tadi udah bilang kalo harus on time. Lo lupa atau lo nggak denger hah? Kalo 15 menit, kita masih bisa toleransi, tapi ini udah hampir sejam fy. DAN LO MASIH BARU DI SINI. LO UDAH SEENAKNYA AJA, DATANG TELAT ” bentak Rio emosi
“Udah yo, tenang dulu” sahut Ray
“GUE NGGAK BISA TENANG. DIA BARU PERTAMA KALI LATIHAN SAMA KITA AJA UDAH KAYAK BEGINI, GIMANA NANTINYA?”
“Kenapa bisa telat fy?” tnaya Alvin lembut
“Itu ka, tadi harus ngerjain laporan kelompok dulu bareng teman2, soalnya jam 4 udah harus dikumpulin kak.”
“Ciih..bisanya alasan aja” balas Rio dengan sinis
“Ya udah kalo gitu, kali ini kita maafin. Lain kali jangan kayak gitu lagi ya.” Ucap Alvin
“Makasih ka. Maaf juga ka.” Rio tak menyahutnya. Sikap dingin tetap ditunjukkan oleh Rio. Latihan merekapun dimulai. Berjalan cukup lancar. Untungnya Ify sudah cukup ahli di bagian keyboardist. Jadi dia dengan mudahnya menyesuaikan diri dengan chord maupun lagu-lagu lieblings.
“Gue rasa, cukup sampai di sini latihan kita. Thank’s semua buat kerjasamanya.” Ucap Alvin menutup latihan mereka
“Gue duluan!” sahut Rio dan langsung meninggalkan studio
“Ka Iel, Ka cakka, Ka Ray, ka Alvin, maafin gue ya. Gue benar2 nggak maksud buat telat kok. Gue juga nggak mau telat, tapi tadi benar2 dadakan tugasnya. Gue nggak enak kalo ngebiarin via sama Shilla ngerjain sendiri. Maafin gue ya kak..” ucap Ify tulus dari dalam hatinya
“Nggak apa2 kok fy!” ucap Iel sambil tersenyum dan diikuti anggukan kepala dari yang lainnya “EH fy, pulang sendiri?” tanya Iel
 “Iya nih ka.”
                “Rumah lo di mana fy?”
                “Di kompeks cempaka 3”
                “Gue anterin aja fy. Kalau ke rumah gue, pasti lewat kompleks cempaka dulu.”
                “Tapi apa nggak ngerepotin kak?”
                “Nggak kok.”
“Ehem..ehem..aduh jadi batuk nih.” goda Cakka
“Minum baygon rasa strawberry cakk”
“Waah parah banget tuh Cak, masa iya si Iel nyuruh lo bunuh diri.” Ucap Ray memanas-manaskan kondisi
“Gitu deh sama teman lama.” Sahut Cakka
“Ah rese lo berdua. Nggak bisa liat teman seneng apa? ”
“Hahaha..iya deh, senang kok kita” ucap Alvin
“Ya udah gue sama Ify jalan dulu ya...bye...”
“Daaa...mpe jumpa besok”

 Iel dan Ify pun berjalan ke arah parkiran.
“Hmm..ka, ada yang mau gue tanyain?”
“Tanya aja. Kenapa fy?”
“Ka Rio kok kayaknya benci banget ya sama gue?”
“Perasaan lo aja fy.”
“Bener deh kak. Tadi waktu di kantin tuh, dia baik banget sama Via &Shilla..”
“Dia Cuma nggak suka yang telat aja dalam waktu. Udah nggak usah dipikirin” sahut Iel dan mengacak rambut Ify lembut “Yuk, naik.” Ify pun mengangguk dan langsung naik di motor IEl
                ‘Gue juga ngerasa aneh fy, sama RIo’batin Iel
>>>>>>>>>>>>>>
Sementara itu,
                Rio berjalan dengan gontai. Dasi sekolahnya tak terikat rapi, bajunya juga berantakan. Sesampainya di rumah, ia langsung masuk ke kamar. Karena ia tau, pasti papanya belum pulang dan mungkin nggak akan pulang sampai besok. Papanya memang bussines man yang sangat sibuk. Mamanya, juga pasti tak ada karena menemani papanya. Tinggalah Rio sendiri di rumah yang besar hanya dengan Bi Ijah, pembantu yang mengurusnya dari kecil. Rasanya, ia tak pernah ingin pulang ke rumah, kalau keadaannya tetap seperti ini. Rio melempar tasnya begitu saja, dan langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
                ‘Alyssa Saufika Umari, aren’t you?’ batin Rio. ‘bisakah gue menyangkal dan menepis bayangan buruk yang dulu? Gimana seharusnya sikap gue ke lo? Apa gue salah, dengan marah2 dan sikap dingin gue ke lo? Gue Cuma mau jaga jarak aja fy. Gue nggak mau ingat  fy. Kenangan yang cukup pahit buat gue. Kenangan yang mungkin nggak pernah lo inget fy. Aaargh...Ify, kenapa lo harus muncul di hadapan gue sekarang? Gue sayang sama lo fy. Tapi, lo nggak boleh tau apapun. Cukup gue yang ingat semua kenangan pahit itu. Maaf fy, gue nggak punya pilihan lain.’ Rio pun langsung memejamkan matanya.
>>>>>>>>>>>>>>>
                “Makasih ya ka, udah nganterin gue pulang.”
                “Iya sama2 fy”
                “Mau mampir dulu nggak kak?”
                “Lain kali aja deh fy. Gue pulang ya fy”
                “Hati2 ya ka.” iel pun menstarter motornya dan melaju kencang meninggalkan Ify yang masih berada di depan rumahnya. Ify masuk ke rumahnya dan langsung ke kamarnya yang bercat biru muda. Ify mengganti pakaiannya dan masuk ke kamar mandi. Setelah selesai semuanya, Ify membuat secangkir susu cokelat panas dan duduk di balkon kamarnya. Sambil menghirup aroma susu cokelatnya, ia menatap bintang.
                ‘Ka Rio..Kok lo marah2 sih sama gue? Apa salah gue? Apa karena keterlambatan gue tadi? Padahal gue pengen lebih dekat sama lo.’ Batin Ify. Ify pun mengambil HP-nya
                To : Ka Rio ‘Lieblings’
                Ka, gue minta maaf soal yang tadi. Gue benar2 nggak maksud

                To : Ka Iel ‘Lieblings’
                Udah nyampe di rumah kan ka?
                From : Ka Iel ‘Lieblings’
                Udah fy.^^ khawatir banget sama gue..heheh
                To : Ka Iel ‘Lieblings’
                Ya iyalah ka. Kalo kakak kenapa-napa, bisa dipenggal hidup2 gue sama ka Rio
                From : Ka Iel ‘Lieblings’
                Hahahah...yaaah, kok ngomongin Rio sih fy. Gue jealous nih..*kidding
                To : Ka Iel ‘Lieblings’
                Ckckck...Ka Iel ada2 aja deh. Kalo gue salah satu fans-nya kakak, udah klepek2 gue. Hahaha... Udah ah kak. Gue mau tidur dulu. Nite,.
                From : Ka Iel ‘Lieblings’
                Nite too..^^

                Ify meletakkan gelas kosong di atas meja belajarnya dan ia pun merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Senyum manis terukir di sudut bibirnya. Rasa yang tiba2 menyeruak begitu saja. Rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ify pun memejamkan matanya.


                @pulang sekolah keesokan harinya
                BRUG...
                “Aw...” rintih Ify kesakitan karena jatuh ditabrak oleh segerombolan siswi kelas 12.
                “Kenapa? Mau protes lo? Makanya jangan kegenitan donk jadi cewek. Lo ngapain sih gabung sama Lieblings? Bikin illfell tau nggak sih”
                “Ih, kakak2 ini apa2an sih. Bilang aja iri sama Ify karena diterima di Lieblings” sahut Via yan tidak terima temannya diperlakukan begitu saja.
                “Eh, dasar. Berani sama gue?” kata seniornya itu dan mengangkat tangan kanan hendak menampar Via. Via memejamkan matanya, berharap dengan demikian rasanya tidak akan lebih sakit. Namun, Via benar2 tidak merasakan apa2. Via mencoba membuka matanya perlahan. Ia terperangah karena ada sosok laki2 yang berdiri melindunginya.
                “Gue ingatin buat kalian, jangan pernah sekali-kali nyentuh Ify sama teman2nya. Sampai gue tau, awas aja kalian” cewek2 itupun pergi meninggalkan Ify, Via dan Alvin
                “Makasih ya kak.” Ucap Via
                “Iya sama2 vi. Lo nggak apa2?” tanya Alvin
                “Nggak apa2 kok ka.”
                “Ehem...kayaknya gue yang kenapa-napa deh.” Sahut Ify dan berdiri
                “Eh, fy. Lo nggak apa2 kan?”
                “Siiiip...nggak apa2 kok kak. Gue sadar, gue bakal dapat banyak teror gara2 gue diterima di lieblings”
                “Tenang aja fy. Kalo ada apa2 lapor aja ke kita.” ucap Alvin dan mengacak rambut Ify “Gue duluan ya. Ada yang harus gue selesaiin dulu. Bye..”
                “Ka Alvin tuh kayak superhero ya..”
                “Ciiiiee,,, via....suka nih ye sama ka Alvin...suit..suit...” goda Ify
                “Ih, Ify apaan sih. Nggak lucu tau. Udah ah..Gue jalan duluan ya. Daaaa Ipppyy...”
                “Ifffy....” teriak Ify karena Via sudah berlari meninggalkannya.

                Ify berjalan ke rumahnya. Rumah dan sekolahnya itu memang tak jauh untuk ukuran jakarta. Namun, baginya tetap saja jauh, karena cukup menghabiskan tenaganya.
“Hai cantik, sendiri aja, abang temenin ya..” kata salah seorang preman yang wajahnya paling menyeramkan. Ify terkejut. Ia tidak memperhatikan kalau tak jauh darinya terdapat preman2 yang wajahnya cukup bringas. Ify pun mempercepat langkahnya. Ia menengok kiri dan kanan, tapi tak ada taksi satupun yang lewat. Ify udah takut setengah mati, kalo bisa ia juga mau menangis saat itu, tapi ia menahan tangisannya supaya terlihat kuat di depan preman2 itu.
                “Belagu amat sih jadi cewek” kata preman satunya lagi, sambil memegang tanga Ify
                “Lepasin” kata Ify yang tambah ciut
                “Kalo gue nggak mau, gimana?”
                “Gue bakalan teriak”
                “Hahahaha...teriak aja neng. Palingan juga nggak ada yang datang, sepi begini kok. Udah ikut aja.” Kata preman itu sambil menarik lengan Ify, Ify udah meronta-ronta. Tapi tetap nggak bisa lepas
BUUUG. Tiba2 ada yang memukul preman itu
“Lo beraninya jangan Cuma sama cewek.”
“Sialan lo. Emang lo siapanya dia? Emaknya? Hahaha..”
                BUUUG. Preman2 itupun mendapatkan bogem mentah lagi dari Rio
                “Gue cowoknya. Kalo berani ayo lawan gue”
                BUUUG. Preman itu membalas dan tepat mengenai pipi Rio. Rio segera membalas dengan tendangan di perut. Setelah terjadi pertarungan yang begitu sengit, akhirnya preman2 itu pun lari
                “Makasih ya kak” kata Ify, wajahnya masih pucat karena nggak percaya sama apa yang baru ia alami
                “Lo nggak apa2?” tanya Rio memastikan
                “Iya nggak apa2 kak.”
                “Lo kalo jalan hati2 donk. Kalo nggak bisa jalan kaki ya naik angkot kek, taksi kek, tapi jangan narik perhatian preman2 sekitar sini. Lo tau nggak sih kalo daerah sini tuh berbahaya? Untung aja gue lewat, kalo nggak gue nggak tau apa yang bakal terjadi sama lo.” Bentak Rio
                “I..iya kak. Maaf..”
                “Lo bisanya Cuma minta maaf doank, bisa nggak sih lo ubah sikap lo itu. Jangan jadi anak manja!” sahut Rio yang tetap terdengar kasar di telinga Ify. Ify hanya bisa menunduk tak mampu melihat sorot mata Rio yang tajam. Namun Rio sendiri tak berani melihat mata Ify. Takut terpernagkap dengan masa lalunya “Ayo gue anterin pulang.” Sahut Rio dan menstarter motornya. Sepanjang jalan, mereka hanya bisa diam. Ify tak berani mengeluarkan kata2. Sedangkan Rio sendiri, mencoba menahan perasaannya dan semua kenangan yang coba ia buang.

                “Makasih ka, buat semuanya. Masuk dulu kak, biar gue obatin dulu”
                “nggak usah.” Sahut Rio dingin dan pergi meninggalkan Ify yang ngedumel.
                “Ih ka Rio tuh dingin banget sih sama gue? Emang salah gue sama dia apa sih? Kok kayaknya nggak termaafkan gitu.Tapiiii....kok dia bisa tau ya rumah gue di sini? Seingat gue, dia nggak nanya apa2 dan gue nggak bilang alamat rumah gue?” Ify pun mengerutkan keningnya mencoba berpikir  “Auk ah. BT gue mikirin ka Rio.” Lanjut Ify
               
Bersambuuuunggg.....
gimana kelanjutannya??