Kamis, 24 Januari 2013

Love in Bali - Cerpen


                “BALIIIIIIIIIIIIIIIIIIII” teriak seorang gadis berambut panjang dengan wajah tirusnya yang baru saja keluar dari bandara, membuat banyak mata memandangnya. Gadis itu kemudian terkekeh melihat kiri dan kanannya. Ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di Bali. Umurnya sudah 20 tahun, dan dalam beberapa bulan lagi menjadi 21, tapi ia belum pergi ke kota di mana banyak wisatawan. Ia pernah pergi ke surabaya, jogja, semarang, solo, Makassar, manado, ambon, bandung. Tapi ia sama sekali belum pernah datang ke kota ini. Ia terlalu lama menghabiskan waktunya di Jakarta, mengurus kuliahnya maupun kegiatan kampusnya. Ia tidak akan pernah ada di sini, kalau bukan karena sepupunya menikah di sini.
“Via, gue udah sampai di Bali. ” ujar gadis itu sambil menarik kopernya menuju taksi yang paling dekat dengannya “Gue naik taksi ke hotel, nggak enak ngerepotin ka Shilla buat jemput gue. Lima hari lagi dia married, dan gue minta dia buat jemput gue? Yang bener aja. Ntar gue hubungi lo lagi ya vi. Bye”, gadis itu kemudian memasukan ponselnya ke dalam saku celananya, memasukkan koper ke bagasi kemudian masuk ke dalam taksi.
Jl. Wana Segara No. 2 pak, hotel Aston” ujar gadis itu lagi pada supir taksi. Orang tua dan kakaknya nggak bisa datang, oleh karena itu ia yang mewakili keluarganya.  Ia benar2 sendiri di sini, dan ia sama sekali tak tau Bali. Tapi jiwa petualangnya memang terlalu tinggi, dan ia terlalu menyukai tantangan. Awalnya ia memang akan berangkat bersama Via, sepupunya, tapi berhubung Via masih kuliah sampai hari jumat, akhirnya ia memutuskan untuk pergi sendiri hari ini. Sekaligus ia ingin menikmati kota Bali. Masa ia hanya datang ke Bali untuk pernikahan sepupunya, kemudian balik lagi ke Jakarta. Itu hal yang sangat membosankan. Sudah jauh-jauh dari Jakarta, dan kebetulan ia nggak ada kuliah dalam seminggu ini, maka ia memutuskan nggak ada salahnya ia datang sendiri. Mungkin menyenangkan kali ya, kalau ia punya pacar yang bisa diajak ke pernikahan sepupunya dan dikenalkan pada keluarga lainnya. Uuh, bukannya nggak cantik.  Terlalu banyak pemuda yang mengantri untuk menjadi pacarnya, namun ia tolak satu persatu. Ia tidak menemukan yang sesuai dengan kriterianya. Bahkan ketika ditanya kriterianya seperti apa, ia juga nggak tau. Yang ia tau, nggak ada yang bisa membuat jantungnya berdebar-debar. Bukan nggak, tapi belum. Sungguh, ia masih normal. Ia masih suka dengan lee min ho, Daniel Radcliffe, dan lainnya.
“Sudah sampai mbak” gadis itu pun mengangguk kemudian menyerahkan uang sesuai argo
“Terima kasih pak” ucap gadis itu pun dan turun dari taksi. Baru saja ia akan melangkahkan kakinya ke dalam hotel, ada seorang pemuda menabraknya
Sorry. ” ucap pemuda itu kemudian meninggalkannya mematung. Sial, bahkan ia nggak dibantu untuk berdiri. Akhirnya setelah membersihkan celana bagian belakangnya, ia menghampiri resepsionis.
                “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?” sapa resepsionis di hotel bintang 5 itu, dengan ramah.
                “Selamat siang. Saya Alyssa Saufika, mau check in.”
                “Untuk kamar no 109, dalam waktu 1 minggu ya mbak?” gadis bernama Alyssa itu pun mengangguk. “Ini kuncinya mbak. Happy holiday
                “Thank you” ujar Alyssa atau biasa dipanggil Ify. Ify pun masuk ke kamarnya, meletakkan kopernya, kemudian pergi lagi. Ia tak ingin semenit terlewat begitu saja. Ia harus memulai petualangannya di Bali. “Ada apa mbak?” tanya Ify pada resepsionis ketika melihat orang2 lalu lalang dengan panik.
                “Oh itu mbak, mereka membutuhkan tenaga medis. Sepertinya ada korban”
                “Korban?”
                “Iya, biasany ada korban yang baru belajar diving.” Ify mengangguk-angguk kemudian meninggalkan orang2 tersebut. Ia berusaha untuk nggak perduli, toh ia juga nggak mengenal siapa yang diving, dan ia di sini tujuannya untuk liburan. Tapi sebagai mahasiswa kedokteran, ia tetap memiliki hati nurani untuk menolong siapa saja. Bukankah nanti ketika ia jadi dokter, ia harus tetap menolong siapa saja? Akhirnya ia memutuskan untuk kembali pada sekumpulan orang2 panik tadi.
                “Permisi. Butuh tenaga medis?” tanya Ify membuat orang2 itu menatap Ify dengan tatapan meremehkan, seolah Ify adalah anak SMP yang mengaku sebagai tenaga medis
                “Ayo, ikut aku” ucap seorang pemuda kemudian menarik Ify ke tempat kejadian. Ify akhirnya memeriksa keadaan korban, kemudian membidai kaki orang itu dengan alat2 yang udah disiapkan.
                “Sebaiknya dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut” ucap Ify membuat keluarga dari korban tersebut membawa ke RS. Ify menatap jam yang melingkar di tangannya. Ia sudah menghabiskan 1 jam di sini, setidaknya ia melakukan kebaikan.
                “Terima kasih”ucap seseorang membuat Ify terlonjak kaget. Ia berpikir bahwa semua orang sudah pergi.
                “Sama2”
                “Maaf juga karena tadi menabrakmu di depan hotel. Saya lagi terburu-buru, untuk melihat sepupu saya.”ucap lelaki itu membuat Ify mengangguk-angguk “yang kamu tolong tadi” tambah lelaki itu
                “Kamu dokter?”
                “Hmm, bukan. Gue mahasiswa kedokteran”
                “Orang Jakarta ya?” tanya pemuda itu membuat Ify mengangguk sekilas “Kenalkan saya Rio.” Ucap pemuda itu kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman
                “Gue Ify. Hmm, bisa nggak pake lo-gue aja? Gue agak risih denger orang ngomong ‘saya’” ucap Ify sambil bersalaman
                “Gue minta maaf banget udah nyita waktu jalan2nya. Sebagai permintaan maaf dan terima kasih, gimana kalau gue temenin jalan2 ke tempat2 terkenal di Bali?”tanya Rio. Ify selalu ingat untuk tidak menerima ajakan orang yang baru dikenal, apalagi ia sama sekali nggak tau apa2 tentang Bali. Kalau misalnya orang di depannya ini orang jahat gimana? Terus kalau misalnya ia diculik untuk dijual gimana? Ify kemudian memandang pemuda itu dari kepala sampai kaki. Wajahnya tidak menunjukkan tokoh jahat sih, malah tampan. Tapi bisa saja, orang2 zaman sekarang menggunakan orang yang tampangnya keren untuk menjebak gadis2 seperti dia yang sama sekali tidak tau menau tentang Bali. Kalau misalnya Rio orang baik, maka Ify akan sangat beruntung. Ia tidak perlu mengeluarkan sepeser pun atau pun tersesat di Bali ini, karena ia memiliki teman setidaknya untuk mengantarkan ke manapun dia mau pergi. Ia memang punya jiwa petualang, tapi tetap saja akan lebih menguntungkan jika ia pergi dengan Rio ini
“Gimana?” tanya Rio membuat Ify sadar dari pikirannya
                “Hmm...Nggak deh. Gue lebih senang jalan sendiri” ucap Ify. ‘dibandingkan harus jalan sama orang yang baru gue kenal’ tambah Ify dalam hati “Makasih buat tawarannya. Gue pergi dulu.” Ucap Ify kemudian meninggalkan Rio begitu saja. Harus ia akui, Rio memang tampan dan memiliki senyum manis yang bisa saja membuat semua gadis akan jatuh cinta. Bahkan sebenarnya ia suka melihat wajah Rio yang terlihat dewasa itu. Sepertinya kalau dijadikan pacar, akan menjadi tipe pacar yang perhatian dan lembut. Namun, ia mengenyahkan semua pemikirannya. Toh itu adalah pertama dan terakhir kali ia bertemu dengan Rio. Jadi, hanya sekedar “cuci mata” di siang hari ini. Ify menggangkat bahu tidak perduli. Kemudian mulai menatap peta yang ada di tangannya, dan menanyakan beberapa hal pada orang2 yang ia temui di jalan.
                ****
                Ify merutuki dirinya yang tidak mengisi baterei ponselnya penuh. Di saat ia tersesat seperti ini, google map akan sangat membantunya.  Ia juga merutuki dirinya sendiri yang tak pernah bisa mengingat jalan dengan baik.Ia sudah pergi ke 2 tempat hari ini. Dari hotel pun ia naik angkot hanya 2 kali untuk menuju 2 tempat itu. Ia hendak kembali ke hotel lagi, dengan naik angkot yang sama. Tapi kenapa jalanan ketika ia pergi dan pulang terasa berbeda? Akhirnya ia memutuskan untuk kembali lagi ke tempat wisata terakhir yang ia tuju. Setidaknya ia tidak semakin tersesat.
“Ify?” Baru saja ia akan menghubungi nomor sepupunya, Shilla, ada yang menyapanya. Ia menatap lelaki yang berada di sampingnya
“Lo ngikutin gue?” tanya Ify agak takut. Pikiran buruk bahwa Rio ini adalah penculik dan orang jahat pun mulai berkelabat di dalam otaknya. Rio yang mendengar pertanyaan ify pun mengerutkan keningnya tak mengerti
“Gue sama sekali nggak ngikutin lo. Gue emang ada kerjaan di sini”
“Bohong lo..” ucap Ify membuat Rio semakin nggak mengerti apa yang ada di otak Ify.
“Pak Rio, maaf, ini dokumen2nya ketinggalan. Sekali lagi terima kasih atas kerja samanya dengan hotel kami” ucap seorang yang nampaknya lebih tua dibandingkan Rio memberikan beberapa map pada Rio
“Makasih pak” balas Rio. Ify yang nggak sengaja mendengar percakapan itu membuat wajahnya memerah. Ini pertama kalinya ia benar2 malu di depan seorang lelaki. Ia sudah menuduh Rio yang bukan2
“Mau balik ke hotel?” tanya Rio kepada Ify seolah lupa dengan percakapan mereka sebelumnya “Mau bareng gue aja nggak?”
“Emang nggak ngerepotin?” tanya Ify membuat Rio tersenyum manis padanya
“Nggak kok. Yuk” ajak Rio kemudian berjalan ke mobil yang terparkir nggak jauh dari mereka.
“Maaf” ucap Ify akhirnya memecah keheningan di antara mereka berdua
“untuk?”
“Hmm,. Itu...” Ify mulai memainkan jari2 tangannya. Inilah yang biasa ia lakukan kalau gugup “Tadi gue mikir kalo lo penjahat yang mau nyulik gadis kayak gue buat dijual” ucap Ify dengan wajah yang memerah. Tawa Rio pun terdengar sedetik setelah Ify mengucapkan hal itu
“Emang muka gue kayak penjahat?”
“Nggak. Tapi bisa aja kan” ujar Ify membuat Rio lagi2 tertawa.
“Jangan2, lo tadi nolak gue anterin juga karena berpikir hal yang sama?” tanya Rio, tapi sama sekali nggak dijawab Ify. Diamnya Ify sudah cukup sebagai jawaban untuk Rio. “Oke, gue rasa gue harus mengenalkan diri lebih lengkap biar nggak disangka penjahat.” Ujar Rio sambil terkekeh melirik wajah Ify yang semakin menunduk dan memerah
“Nama gue Rio, lengkapnya Mario Stevano Aditya. Gue dulu kuliah di UI, ngambil jurusan Manajemen khususnya untuk manajemen hotel. Gue lulus tahun lalu, dan gue balik lagi ke sini
“Lo bercita-cita jadi pemilik hotel ya?”
“Sayangnya itu bukan cita2 gue. Tapi itu takdir gue. Seolah itu udah digariskan dalam hidup gue” ujar Rio membuat Ify semakin bingung “Sebenarnya cita2 gue dokter. Lo sendiri bercita-cita jadi dokter?”
“Iya. Gue senang belajar tentang tubuh manusia, gue senang berinteraksi dengan orang lain.” Ujar Ify dengan mata berbinar-binar. Rio kemudian tersenyum dan mengangguk.
“Ayo turun udah sampai” ucap Rio kemudian memberikan kunci mobilnya pada salah satu petugas hotel.
“Makasih ya yo. Eh, atau harus gue panggil ka?”
“Rio aja. ” ucap Rio membuat Ify mengangguk lagi. Ify berjalan menuju resepsionis
“Ify” Ify menoleh lagi pada Rio yang memanggilnya “Nice to meet you. Good night
Good night too” ucap Ify sambil tersenyum.
“Mbak, pacarnya pak Rio?” Tanya resepsionis
“Eh, saya bukan pacarnya kok mbak”
“Oh, soalnya mbak gadis pertama yang kelihatan dekat dengan pak Rio” Akhirnya Ify menemukan jawaban, mengapa Rio tidak menculik gadis, karena ia menyukai sesama jenis. GOSH..
“Mbak boleh nanya sesuatu?”Tanya Ify  “kenapa semua orang memanggil dia Pak Rio?
“Karena pak Rio lah yang memiliki hotel ini dan beberapa hotel lainnya. Bukan hanya di Bali, tapi juga ada di seluruh Indonesia dan di luar negeri. Pak Zeth memercayakan semua ini pada anak tunggalnya yaitu pak Rio.” Ujar resepsionis itu panjang lebar membuat Ify menganga. Ia jadi teringat percakapannya dengan Rio di mobil tadi. Jadi itu penyebabnya sampai Rio nggak bisa mencapai cita2nya sendiri.”ada lagi mbak?”
“Eh, nggak. Makasih mbak” ucap Ify kemudian memasuki kamarnya. Ia punya tiga hipotesis saat ini. Pertama, Rio sepertinya memang bukan penjahat. Kedua, Rio bisa menjadi teman yang baik selama ia di Bali. Ketiga, ntah bagaimana ia yakin hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
****
Matahari terbit di tepi pantai membuat segalanya menjadi indah. Ify senang matahari terbit. Seolah membawa secercah harapan, membawa hal baru, hari baru, dan itu semua menggetarkan hati Ify. Ify menutup matanya, kemudian menarik nafas dalam-dalam, membiarkan oksigen memenuhi paru-parunya kemudian mengeluarkan karbondioksida dari paru-parunya. Sinar matahari pagi yang dari tadi menerpa tubuhnya, sekarang terhalang oleh sosok lain di hadapannya. Ify membuka matanya, mencari tau siapa yang menghalangi kesenangannya pagi ini
“Rio?”
“Apa gue ganggu? Soalnya lo kayaknya senang banget”
“Gue senang sama sunrise
“Apa lo juga suka sama sunset?”
“Nggak. Gue nggak suka. Sunset seolah membuat semua harapan gue harus tenggelam, seolah matahari menyerah begitu saja untuk menyinari bumi”
“Kalau nggak ada sunset, nggak akan ada sunrise
“Salah. Kalau nggak ada sunrise,nggak akan pernah ada sunset
“Intinya sunrise & sunset saling melengkapi. Lo nggak bisa memilih salah satunya saja” ujar Rio membuat Ify merengut. Ia hanya ingin sedikit bahagia pagi ini, tapi kenapa malah berdebat tentang matahari dengan orang yang ada di depannya?
“Lupakan tentang matahari. Jangan buat gue jadi nggak mood pagi2”
“Dasar moody
“Apa lo bilang?”
Miss.Moody” ujar Rio sekali lagi membuat Ify langsung memukul lengan Rio dengan ganas. “Ampun fy, ampun. Gue Cuma bercanda” ujar Rio sambil mengelak dari pukulan-pukulan anarkis yang Ify berikan.
“Lo ada kerjaan nggak pagi ini?”
“Nggak. Ada apa?”
“Lo mau nemenin gue jalan2 nggak?”
“Lo udah nggak nganggep gue penculik gadis2?” tanya Rio membuat wajah Ify memerah. Ify kemudian menggeleng pelan. “Ah, lo nggak lagi ngajak gue ngedate kan?” tanya Rio usil sambil menaikturunkan alisnya
“RIOOOOOO” Ify mengejar Rio yang berlari menyusuri pantai. Rio hanya tertawa melihat gadis yang baru ia kenal kemarin mengejarnya dengan ekspresi kesal. Tak pernah Rio bisa dekat dengan seorang gadis seperti ini, atau setidaknya ia tidak pernah merasa nyaman dengan gadis manapun yang secara terang2an menunjukkan rasa suka mereka padanya. Sehingga ia memutuskan untuk tidak akan pernah jatuh cinta. Bukan, bukan berarti saat ini ia sedang jatuh cinta pada Ify. Terlalu cepat kalau ia merasakan jatuh cinta pada gadis yang baru saja ia kenal. Tapi bukankah cinta membuat semua yang tak mungkin menjadi mungkin??
****
Ify merengut kesal. Sudah beberapa hari ini Rio menghilang dari peredaran. Ingin sekali Ify menelpon atau mengirimkan sms padanya, namun gengsinya lebih tinggi dari pada apapun. Sekarang beginilah hasilnya, ia uring-uringan tanpa sebab. Ah, bukan. Ia uring2an karena Rio. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan Rio, sehingga tidak memberikan kabar apapun pada dirinya.
“AAAARGH” teriak Ify kemudian mengacak-acak rambutnya
“Ify lo kenapa?” tanya Via yang agak takjub melihat sepupunya ini. Via baru sampai semalam, dan sejak Ia menginjakkan kakinya di Bali sampai sekarang, Ify sama sekali tidak tersenyum atau heboh seperti biasa. Via memang sudah mendengar kisah tentang Rio, pemilik hotel ini dari mulut Ify sendiri lewat telepon. Ketika Ify menceritakan Rio pun terdengar sangat menggebu-gebu. Lantas apa yang menyebabkan Ify jadi uring2an? Ah, bukan ‘apa’ tapi ‘siapa’. Dan sepertinya Via tau tersangkanya.
“Kesel gue”
“Kenapa? Gara2 nggak ketemu Rio? Atau karena Rio nggak ngehubungin lo sama sekali?” tanya Via telak membuat Ify semakin merengut
“awas aja kalo gue ketemu dia, gue bejek2 mukanya.”
“Haha, Ify, ify. Ada2 aja deh lo. Gue nggak ngerti sama jalan pikiran lo. Rio kan bukan siapa2 lo, jadi nggak apa2 dong dia nggak ngabarin lo. Ah, atau lo udah jatuh cinta sama dia?” tanya Via telak kedua kalinya untuk Ify.
“Gue nggak ngerti Vi. Padahal gue bener2 baru ketemu dia beberapa hari ini. Tapi sekarang kalau gue nggak ketemu dia, gue jadi uring2an begini”
“Lo jatuh cinta sama dia Fy. Lo nggak coba ngehubungin dia?”
“Gengsi gue. Masa iya, cewek yang ngehubungin duluan”
“Ya nggak apa2 dong”
“Udah ah, gue mau mandi, mau siap2 ke nikahan ka Shilla.” Ujar Ify kemudian meninggalkan Via yang menggeleng-gelengkan kepalanya. Punya sepupu kok gengsian. Via mengangkat bahunya tak ingin mencampuri urusan cinta sepupunya itu.
****
Ify berkali-kali menatap dirinya di cermin. Ia menggunakan dress berwarna baby pink selutut, dengan high heels berwarna hitam, rambutnya dibuat keriting gantung, dan digerai, make-up tipis pun sudah ia gunakan. Sungguh tak ada yang salah dengan penampilannya, namun ia merasa ada yang kurang. Entahlah. Ia sendiri mencari tau apa yang kurang itu. Berkali-kali ia menatap cermin, berkali-kali ia memoleskan bedak, namun tetap saja tidak ada yang berubah. Ia melirik jam dinding yang menggantung di kamar hotel itu. Sudah jam 6.30 sore, itu artinya dia harus segera pergi dengan Via, karena resepsi pernikahan ka Shilla dimulai pukul 7 malam. Akhirnya ia mengambil tas pestanya yang berwarna hitam dan menghampiri Via yang masih saja duduk di balkon
“Berangkat yuk vi” ucap Ify membuat Via sedikit tersentak kemudian mengangguk.
“Muka lo kok lesu gitu sih. Senyum dong, ini kan pernikahan ka Shilla” ucap Via membuat Ify tersadar. Itu yang kurang dari penampilannya. Ia sama sekali tak bisa tersenyum. Semangatnya, seolah menghilang. Namun ia tidak mempedulikan perkataan Via, dan tetap melangkah ke ballroom hotel tersebut. Ka Shilla memang membuat acara pernikahannya di hotel ia menginap, hotelnya Rio. Ah, kenapa mengingat nama itu membuat ia merasa sedikit rindu. Ia ingat hari-hari yang ia habiskan bersama Rio mengelilingi Bali ini. Mulai dari perjalanan mereka ke Ubud, Bedugul, uluwatu, Pasar seni sukawati, dan berbagai tempat wisata lainnya. Jika ia diberikan kesempatan, rasanya ia ingin merasakannya lagi, berjalan berdua bersama Rio.
Ify dan Via kemudian memasuki ballroom tersebut. Tak henti-hentinya banyak pria maupun keluarga mereka sendiri memuji kecantikan mereka berdua. Mata Ify terpaku pada satu titik, sosok yang membuat ia uring-uringan selama beberapa hari ini malah ada di sini, dan tersenyum pada banyak gadis. Sungguh, ini membuatnya semakin sakit
“Hai Ify” sapa sosok itu namun tak dibalas oleh Ify. Ify kemudian meninggalkan Rio yang mematung begitu saja dengan tindakan Ify.
“Hai, gue Via, sepupu sekaligus temennya Ify. Lo?”
“Gue Rio”
“Oh jadi lo yang namanya Rio.” Ujar Via, membuat Rio mengangkat alisnya tak mengerti.
“Kenapa?”
“Lo kemana aja selama ini?” tanya Via membuat Rio semakin mengerutkan keningnya “Ah, nggak usah jawab ke gue. Lo cukup jawab itu ke sepupu gue. Dia uring2an selama nggak ketemu lo.”
“Heh?”
“Jangan sakitin sepupu gue. Ini pertama kalinya dia jatuh cinta” ujar Via kemudian meninggalkan Rio yang masih mencoba mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut Via. Senyum simpul pun terukir di wajah Rio. Ada satu yang harus ia lakukan. Sekarang atau nggak sama sekali.
****
“Ify, gue mau ngomong bentar sama lo”
“Gue sibuk, yo, jangan ganggu gue.”
Please. Kali ini aja. Setelah itu gue nggak akan pernah ganggu lo lagi, kalo emang itu mau lo” ujar Rio membuat Ify menegang, rasa perih itu kemudian menjalar di hatinya. Akhirnya Ify mengangguk dan mengikuti langkah Rio. Tak ia sangka Rio akan membawanya ke tepi pantai yang berhadapan dengan hotel milik Rio itu.
“Apa yang mau lo bicarain?” tanya Ify memecah keheningan yang terjadi antara mereka berdua.
“Gimana kabar lo?”
“Ck. Kalo lo Cuma mau nanyain itu, lo bisa nanyain di dalam. Nggak usah bawa gue ke tepi pantai begini. Udah, gue mau balik ke acara sepupu gue.”
“Maaf” ucap Rio membuat Ify langsung menghentikan langkahnya “Maaf gue nggak ngabarin lo beberapa hari ini, soalnya gue sibuk ngurusin wedding kakak gue yang nggak disangka-sangka ternyata married sama sepupu lo.”
“Bukan urusan gue” ujar Ify dingin, namun di hatinya sungguh ia sangat bahagia. Akhirnya ia berjalan menyusuri pantai bersama Rio. Lagi-lagi kebisuan di antara mereka terjadi
“Ify, lo inget nggak apa yang gue bilang tentang sunrise &  sunset?
sunrise & sunset saling melengkapi”
“Gue pengen kita kayak sunrise & sunset. “Ujar Rio membuat Ify terpana. Rio tidak perlu menjelaskan maksud dari kalimatnya, karena Ify mengerti apa maksudnya. “Lo mau jadi sunrise gue dan gue jadi sunset lo? Gue tau mungkin kita baru kenal seminggu ini, tapi bukankah cinta nggak pernah kenal waktu?”
“Gue nggak mau” ucap Ify pelan namun masih dapat terdengar oleh Rio. Hatinya perih. “Gue nggak mau kita kayak sunrise & sunset. Gue nggak suka sama sunset. Cukup lo jadi Rio gue, dan  gue jadi Ify lo.” Ucap Ify sambil tersenyum manis membuat Rio menghembuskan nafas lega. Rio kemudian mengacak rambut Ify
“Astaga. Lo hampir membuat jantung gue berhenti berdetak. ”
“Rio, ini kan lagi romantis2nya, lo malah ngehancurin semuanya” ujar Ify membuat Rio langsung tertawa. Ia kemudian menarik gadisnya itu ke dalam pelukan. Ia meletakkan dagunya di puncak kepala Ify.
“Aku sayang sama kamu.” Ujar Rio kemudian melepas pelukannya dan mencium kening Ify, membuat pipi Ify memerah. Rio selalu berhasil membuatnya salah tingkah seperti ini.
“Aku juga sayang sama kamu” balas Ify membuat Rio kembali memeluk Ify.
“Apa ini udah romantis?” tanya Rio membuat Ify mendengus kesal
“Kamu selalu ngehancurin suasana romantis tuan Rio.” Ujar Ify membuat Rio kembali tertawa. Berada dekat dengan gadisnya ini membuat semuanya terasa sempurna
“Besok kamu balik ke jakarta?” tanya Rio membuat Ify mengangguk lesu “Hei, kok nggak semangat gitu sih. Cinta kita kan tak terbatas ruang dan waktu” gombal Rio membuat Ify langsung mencibirnya
“Mungkin kita emang nggak bakal sering ketemu, tapi aku bisa sering2 ke jakarta”
“Jangan buang2 duit Cuma buat ketemu aku”
“Yeee, PD. Aku ke jakarta buat ngurus proyek hotel bukan buat ketemu kamu” ujar Rio sambil menunjukkan senyum jailnya.
“RIOOOOOOOOOOO”
“Ampun sayaaang..”

--The end--

Jumat, 28 Desember 2012

Love completely everything - cerpen


When Love comes...You can’t ignore it.
                Gadis bertubuh tinggi layaknya seperti orang Asia, dengan wajahnya yang khas Indonesia walaupun terlihat mata nya yang seperti orang Jepang, dengan rambutnya yang berwarna cokelat seperti orang Belanda. Perpaduan sempurna yang dimiliki gadis itu membuat wajahnya cantik tanpa perlu riasan apapun. Kacamata setengah frame menghiasi wajahnya, rambutnya diikat asal layaknya seorang seniman, bajunya pun hanya tanktop berwarna hitam dilapisi dengan cardigan cokelat dan jeans berwarna biru melengkapi tubuhnya, di tangan kirinya terdapat beberapa buku, sedangkan tangan kanannya dengan cekatan menekan keypad  pada ponselnya.
                “Ify!!” sapa seorang gadis lain berambut pendek berwarna cokelat dengan kulit putih, bertubuh tinggi dan pipinya yang chubby.
                “Hi via” balas Ify sambil tersenyum
                “Aku, Iel, Cakka akan pergi ke museum setelah kuliah. Kamu ingin pergi bersama kami?”
                “Aku nggak bisa via. Aku harus menyelesaikan tugasku.
                “Ooh Ify, ayolah. Perjalanan nanti pasti akan membosankan kalau kamu tak ada” bujuk Sivia
                “Sorry via”
                “Alright. Oh ya, aku punya berita bagus hari ini.” ujar Via sambil merangkul Ify dan berjalan ke kelas.
                “Biar ku tebak, apa Iel jadian dengan Cakka?”
                “Bukan. Oh, kamu memang memiliki imajinasi yang bagus. Tapi bukan itu. Kelas kita kali ini bukan Mr.Daniel yang akan mengajar. Ia digantikan oleh Mr.Rio. Aku dengar, Rio adalah pemuda yang tampan dan masih muda. Ia lulusan universitas ini tahun lalu sebagai lulusan terbaik. I think that he could be a good boyfriend”
                “Apa kamu akan mendepak Alvin, pacarmu, begitu saja?”
                “Tidak. Aku mencintai Alvin. Aku hanya berpikir bagaimana kalau kamu dengan Mr.Rio.”
                “You really have a bad imaginary” ujar Ify kesal membuat Sivia tertawa. Sudah 5 tahun Ify meninggalkan Indonesia. Dua tahun ia menyelesaikan SMA nya di Swedia, dan ia kemudian mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di salah satu universitas terbaik di Swedia, dan ia mengambil jurusan art and music. Ia bertemu dengan Sivia, Iel dan Cakka ketika ia baru menginjakkan kaki di SMA. Sekarang mereka berempat menjadi sahabat baik. Ia tak pernah putus kontak dengan Ray, sahabatnya. Ify pun datang ke Swedia, karena ia berusaha melupakan seseorang. Seseorang yang ia cintai, tapi tak bisa ia miliki.
*****
                “Morning class
                “Morning
                “Perkenalkan saya adalah dosen kalian yang baru. Saya sebagai pengganti Mr.Daniel untuk sementara. Nama saya Rio. Ada yang ingin ditanyakan?” ucap Rio, ia memiliki tubuh tinggi, wajah tampan, keturunan Amerika- Indonesia
                “Pak, umur berapa pak?”
                “23 tahun. Karena umur kita tidak berbeda jauh, maka jangan panggil saya pak. Panggil saya Kak Rio atau nama saja juga boleh.” ucap Rio dengan senyuman manis membuat hampir seluruh gadis terpukau
                “Single?”
                “Yup, Single. Perkenalannya sekian, kita mulai saja pelajarannya” ucap Rio mengakhiri perkenalan hari itu membuat para gadis kecewa.
                “Ify, sudah ku bilang kan ia tampan dan masih single.” Ujar Sivia sambil tersenyum jail membuat Ify mendengus, kemudian memandang ke proyektor
                ****
                Ify mendengus kesal. Ia sudah di depan lukisan ini dari 2 jam yang lalu, membuka buku yang menunjukkan arti dan maksud dari pelukis, namun tetap saja ia tak mengerti bagaimana semua perpaduan warna yang ada di depannya bisa menyampaikan makna tertentu. Ini hanya terlihat seperti coretan-coretan anak TK yang baru mengerti akan warna. Ia rasa khusus untuk mata kuliah seni lukis ini, ia akan mendapat nilai yang buruk. Ia tak menyukai mata kuliah seni lukis ini sejak semester lalu. Semester pertama sampai ketiga, ia sangat menyukainya karena berhubungan dengan musik. Ia menyukai musik, karena dengan alunan nada bisa menyampaikan perasaan pemusik pada pendengarnya. Tapi dengan lukisan? Hanya orang-orang tertentu yang memang mengerti tentang seni saja yang bisa mengerti maksud dari pelukis.
                “Lukisan yang menarik bukan?” ucap seseorang di sebelahnya membuat Ify menoleh dengan cepat. Astaga, apa orang ini gila mengatakan lukisan seperti ini menarik? Ini benar-benar berbeda dengan lukisan yang lain. Ini benar-benar abstrak. Oke, Ify tau bahwa lelaki di sampingnya ini adalah lulusan terbaik dan dosen, karena itu ia menganggap ini mudah. Coba saja ia masih mahasiswa, ia pasti akan berpikir sama dengan yang Ify pikirkan saat ini. “Hai, sepertinya tadi kita bertemu di kelas”
                “Iya pak”
                “Sudah saya bilang jangan panggil pak. Apa saya terlihat setua itu?” tanya lelaki itu sambil menunjukkan cengiran. “Siapa namamu?”
                “Ify, pak. Maksudku kak Rio”
                “Lukisan yang menarik kan?” tanyanya lagi membuat Ify mendengus kesal
                “Saya sama sekali nggak ngerti kak maksud dari pelukis. Ini benar-benar seperti coretan anak TK”
                “Warna-warna itu sendiri mewakili pengertian masing2. Seperti warna kuning dan merah yang ingin menimbulkan maksud kehangatan, sedangkan warna abu2 yang ingin menunjukkan kesan damai.” Ucap Rio sambil menunjukkan beberapa warna yang ada pada lukisan itu “Kadang sengaja dibuat abstrak, agar tak dimengerti maksudnya tapi tersampaikan perasaannya walaupun sangat tersirat.”
                “Kenapa harus begitu? Bukankah lebih bagus semuanya diungkapkan secara gamblang? Seperti musik, sehingga dengan mendengarnya pun orang bisa mengerti.”
                “Ada kalanya, kamu nggak bisa mengungkapkan perasaanmu secara gamblang. Ketika kamu merasakannya, maka kamu akan mengerti lukisan ini maupun lainnya” ucap Rio masih memandang lukisan yang ada di hadapannya. “Saya pergi dulu. Saya yakin kamu akan menyukainya” ujar Rio kemudian meninggalkan Ify yang masih mematung di hadapan lukisan itu. ‘Merasakannya? Menyukainya? Itu tidak akan pernah terjadi. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menyukai seni lukis’ Batin Ify kemudian membereskan buku dan meninggalkan galleri yang ada di kampusnya itu.
****
6 bulan kemudian....
Rio dan Ify memang semakin dekat. Dimulai dari lukisan, musik, kemudian nilai Ify yang buruk di seni lukis, membuat Rio dengan sukarela mengajarkan seni lukis pada Ify. Kedekatan mereka pun merubah cara memanggil mereka. Ify tidak lagi menggunakan kata ‘pak’, ‘kak’ ataupun ‘saya’ sebagai kata ganti. Begitupun juga Rio
“Bagaimana nilaimu?” tanya Rio
“Aku dapat A-.” Ucap Ify histeris dan langsung memeluk Rio. Rio yang dipeluk tiba2, kaget bukan main, tapi ia balas memeluk Ify “Ini semua berkat kamu. Aku nggak nyangka bisa mendapatkan nilai bagus dan menyukai seni lukis seperti ini”
“Itu karena kamu bisa merasakannya. Aku turut senang” ucap Rio “Hmm, by the way, sampai kapan kamu mau memelukku seperti ini?” tanya Rio membuat Ify sontak melepuskan pelukannya dengan wajah memerah
“Maaf yo”
“Wajahmu lucu, memerah seperti itu. Aku suka” ucap Rio sambil menyentuh pipi Ify membuat wajah Ify semakin memerah. “Ify, apa sabtu ini kamu ada kegiatan? Kalau nggak ada, aku ingin mengajakmu ke galeri yang ada di tengah kota.” Ucap Rio membuat Ify mengernyitkan keningnya. Apakah Rio sedang mengajaknya kencan? Selama ini Rio memang tidak pernah mengajaknya kencan. Mereka hanya sebatas pulang dan pergi bersama ke kampus, juga kebetulan yang terlalu sering sehingga mereka sering bertemu di tempat2 tertentu.
                “Aku bisa”
                “Baiklah. Aku tak sabar untuk bertemu denganmu sabtu ini.” ucap Rio sambil tersenyum “Ayo kita pulang” sahut Rio lagi dan langsung menggenggam tangan Ify. Ify berharap Rio tidak mendengar detak jantungnya. Ini bukan pertama kali Rio menggenggam tangannya, tapi tetap saja ada sensasi menggelitik di hatinya. Ia jadi teringat ketika Rio menggenggam tangannya pertama kali, waktu itu.
‘apakah kak Rio akan selalu menggenggam tangan teman perempuanmu?’ pertanyaan itu terlontar dari mulut Ify ketika Rio menggenggam tangannya pertama kali
‘tidak. Itu hanya ku lakukan untuk perempuan yang ku sukai’ jawab Rio membuat Ify serasa terbang ke langit ketujuh.
                “Ify” Ify tersentak dari lamunannya
                “Ayo, aku antar kamu pulang” ucap Rio dan Ify pun mengangguk. Ia sadar bahwa ia merasakannya, dan ia menyukai seni lukis. Ia juga merasakan cinta dan ia menyukai lelaki yang menggenggam tangannya ini.
****
Love is vulnerability
                Hari ini adalah hari sabtu di mana Rio mengajaknya bertemu di sini. Ify memandangi lukisan-lukisan yang ada di galeri. Sungguh, ia sangat menyukai lukisan sekarang. Ketika dulu ia merasa bahwa ia salah memilih jurusan, saat ini ia sangat yakin bahwa darah seni memang mengalir di tubuhnya. Ayahnya yang merupakan composer sedangkan ibunya yang merupakan pelukis, memang perpaduan yang bagus. Dan ia menyukai lukisan maupun musik saat ini. Apakah ini benar2 karena kedua orang tuanya ataukah ada tokoh lain yang mempengaruhinya? Mengingatnya saja membuat jantung Ify berdebar 2x lebih cepat dibandingkan biasanya, dan pipinya memanas. Ia tak membayangkan seperti apa anaknya nanti, jika mereka menikah. Astaga, pikiran ini terlalu jauh. Bahkan ia belum lulus dari sini. Ia pun menggeleng kepalanya beberapa kali. Mencoba menyadarkan dirinya bahwa ia masih berada di bumi, bukannya terbang ke dunia dongeng. Ia kemudian memalingkan wajahnya, namun matanya menangkap sosok yang menghantui pikirannya akhir-akhir ini malah sedang menggenggam tangan gadis lain sambil berkeliling di galeri ini. Gadis itu memiliki tubuh yang sangat proporsional dengan wajahnya yang cantik dan sepertinya sangat memperhatikan penampilan sangat sesuai dengan lelaki itu. Lelaki itu berbisik, membuat gadis itu tersenyum dengan wajah memerah kemudian memukul manja lengan lelaki. Ada perasaan sakit yang dirasakan Ify. Rasa ini terlalu menyakitkan dibandingkan ketika ia mendapatkan nila C di mata kuliah seni lukis. Saat ini, yang ingin ia lakukan hanyalah menghilang dari ruangan ini tanpa disadari
                “Hai Ify...” sapa lelaki itu membuat Ify terpaku di tempatnya “Aku senang bertemu denganmu disini. ” Ify hanya bisa tersenyum kaku
                “Ify kenalkan ini Shilla, Shilla ini Ify muridku di kelas” ujar lelaki itu lagi yang tak lain tak bukan adalah Rio, membuat Ify membeku di tempatnya. Pengakuan dari mulut Rio bahwa dirinya murid semakin menyakiti dirinya. Ia sadar bahwa selama ini mereka hanya lebih dekat dan semakin sering pergi bersama. Tapi apakah semua itu lantas menjadi biasa saja di mata Rio? Ifu pun mengulurkan tangan untuk berkenalan. “Sedang apa kamu di sini fy?” tanya Rio lagi membuat Ify kali ini hancur tak bersisa. Ify menatap mata Rio mencoba mencari jawaban apakah Rio sedang bercanda, ataukah hari ini adalah april mop? Namun yang ia dapatkan hanya tatapan penuh tanya dari Rio. Apa dia lupa akan janjinya? Ify kemudian menggelengkan kepalanya
                “Maaf pak, saya harus pergi” ujar Ify kemudian meninggalkan Rio dan Shilla yang masih menatapnya dengan bingung. Ify tak sanggup menahan tangisnya. Rasanya semuanya terlalu cepat dan berat untuknya. Mengapa ia harus merasakannya dua kali? Apakah ia tak pantas untuk bahagia? Atau inikah resikonya ketika ia jatuh cinta? Ketika ia membuka hatinya dan membiarkan orang dekat dengannya, maka ia harus menerima juga untuk tersakiti.

****
                Rio memandang Ify yang pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan Shilla tanpa menjawab pertanyaannya sama sekali
                “Tadi dia memanggilku apa?”
                “Pak” jawab Shilla membuat Rio langsung mengernytikan keningnya tak mengerti. Ify tak pernah memanggilnya Pak lagi, bahkan Kak pun sudah jarang karena hubungan mereka yang memang dekat beberapa akhir hari ini
                “Tanggal berapa hari ini?”
                “15”
                “Astaga. Aku sudah membuat janji dengannya untuk bertemu di sini”
                “You hurt her” ucap Shilla membuat Rio langsung memalingkan wajahnya memandang Shilla “Kamu melukai dia, Rio. Kamu membuat janji dengannya, lantas kamu mengajak gadis lain datang ke tempat yang sama dan kamu bahkan lupa mengapa ia berada di sini. ”
                “Apa yang harus aku lakukan?”
                “Minta maaf?”
                “Bagaimana caranya? Bagaimana kalau ia tak mau memaafkanku?” tanya Rio panik, namun tak dijawab Shilla

****
Love is sacrifice
                “IFY!” panggil Rio membuat Ify merutuki pertemuan mereka di kampus. Ia masih butuh waktu untuk menyatukan hatinya yang hancur
                “Ada apa pak?”
                “Kamu kenapa manggil aku ‘pak’ lagi?”
“Maaf pak, kalau tidak ada yang penting, saya harus ke kelas” ucap Ify. Rio sadar,ia telah melakukan kesalahan besar. Ify telah mengganti kata ganti menjadi ‘pak’ dan ‘saya’. Rio akhirnya hanya menghembuskan nafasnya pasrah
“Ify tunggu” Rio pun menahan lengan Ify agar tidak pergi, namun dengan segera dilepaskan Ify
“Maaf pak ini di kampus. Bukannya bapak sendiri yang melarang agar kita tidak terlihat akrab di kampus.”
“Ify aku tau kamu marah. Aku minta maaf, aku benar2 lupa bahwa aku punya janji denganmu. Aku..”
“Nggak apa2 pak. Saya nggak marah. Lagian saya juga Cuma murid bapak, jadi nggak apa2 kalau bapak lebih mementingkan pacar bapak”
“Ify, kamu... ”
“Bapak tenang saja. Saya pergi dulu pak” Ify pun meninggalkan Rio yang nampak frustasi. Rio kemudian berlari mengejar Ify. Namun ketika melihat Ify, ia juga melihat Shilla menyebrang ke arahnya sambil melambaikan tangan, dan truk yang berjalan ke arah Shilla
“SHILLAE AWAAS” teriak Rio membuat Shilla tersentak, Ify pun menoleh ke arah Shilla.
BRAAAK
****
Love is victory
                Rio memasuki kamar yang serba putih itu. Sungguh sakit melihat orang yang ia sayang terbaring tak sadarkan diri. Ia kemudian mengambil tempat di sisi tempat tidur, memegang tangan gadis itu, kemudian mengecupnya pelan.
“Kamu jangan pernah ninggalin aku. Aku takut kehilangan kamu. Aku sayang kamu” ucap Rio kemudian mengecup kening gadis itu. Tak lama kemudian, gadis itu membuka matanya perlahan
“Rio?” sahut gadis itu pelan, membuat Rio langsung menarik nafas lega “Aku kenapa di sini?” tanya gadis itu lagi membuat Rio menyadari bahwa gadis ini benar2 sudah memaafkan dirinya, karena tak menggunakan kata ‘pak’ dan ‘saya’ lagi. Gadis itu kemudian memandang orang lain yang ada di ruangan itu, kemudian ia ingat bahwa ia mengalami kecelakaan karena menyelamatkan orang itu
“Bentar aku panggilin dokter” ucap Rio sambil tersenyum lega dan mengecup kening gadis itu sekali lagi dan meninggalkan ruangan.
****
“Ify, aku pulang dulu ya. Semoga cepat sembuh, dan hmm terima kasih karena telah menolongku” ucap Shilla
“Aku senang kamu nggak apa2” ucap Ify tulus
“Kamu memang gadis yang baik dan hebat. Aku pulang” ucap Shilla
“Hati2 Shilla. Kalau sudah sampai, kabari aku secepat mungkin” ucap Rio dengan sirat khawatir membuat Ify harus menelan rasa sakitnya lagi. Shilla mengangguk kemudian meninggalkan ruangan.
“Yo, kok nggak nganterin Shilla?”
“Nggak apa2, dia bisa pulang sendiri. Lagian aku mau jagain kamu” ucap Rio membuat Ify mengerutkan kening, bagaimana bisa Rio membiarkan pacarnya pulang sendiri. Tapi di sisi lain, Ify merasa jantungnya berdebar cepat, astaga ia harus melupakan Rio. “Makasih”
“Untuk?”
“Makasih udah maafin aku dan udah mau menyelamatkan Shilla. Dia sangat berarti untukku” ucap Rio membuat Ify terhempas lagi ke bumi.
“Bukan masalah. Hmm, yo maaf rasanya mataku terlalu lelah. Aku tidur dulu” ucap Ify dan diangguki Rio. Ify memejamkan matanya. Ia tidak benar2 mengantuk. Ia hanya ingin menghindari percakapan antara dirinya dengan Rio. Luka di tubuhnya masih belum sembuh, jangan ditambah dengan luka yang harus ditorehkan lagi di hatinya.
“Aku sayang kamu” bisik Rio. Ify merasa perutnya seperti terisi banyak jutaan kupu2 yang terbang, rasa menggelitik yang menyenangkan. Namun ia sadarsatu hal bahwa Rio sudah memiliki Shilla.

****
Love is you and me
Ify menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya mencoba menghangatkan telapak tangannya yang terasa membeku. Ini sudah tahun keenam ia berada di Swedia, tapi tetap saja ia masih tak bisa menyesuaikan diri dengan 4 musim di sini.
                “Sorry, I’m late” ucap seorang lelaki kemudian duduk di hadapannya. Ify kemudian tersenyum, setidaknya lelaki itu tidak melupakan janjinya lagi.
                “No problem. So, what will we talking about?” tanya Ify kemudian membuat lelaki itu terkekeh.
                “I like snow” ujar lelaki itu membuat Ify merengut karena tak menjawab pertanyaannya. “You are so funny, Ify. I’m not regret that i’m falling in love with you” ujar lelaki itu sambil memberika senyuman manisnya
                “You are kidding me”
                “Nope. I’m serious, Ify.” Ucap Rio membuat Ify terpaku. Apakah ia sedang dipermainkan?
                “Hmm, How about Marrie?” tanya Ify akhirnya
                “She is my cousin. I’m sorry not to tell you about this before, but when i wanna tell it, you look like jealous” ujar lelaki itu sambil tersenyum nakal
                “I’m not jealous, Rio” ujar Ify sambil memukul lengan Rio dengan pipi memerah
                “Kamu tau aku suka lukisan, selain musik tentunya. Tuhan itu seperti pelukis. Tuhan melukis hidup kita, bahkan saat kita sama sekali nggak tau maksudnya, hasilnya pasti akan tetap indah, dan aku percaya bahwa aku bisa menemukanmu pun merupakan lukisan Tuhan dalam hidupku.” Ujar Rio panjang lebar “Alyssa, would you marry me?” tanya Rio mengeluarkan sebuah cincin, membuat Ify kehilangan kata-katanya. Sebelum ini mereka memang dekat, namun tak pernah ada kata pacaran di antara mereka. Bahkan hubungan mereka sempat memburuk karena kesalahpahaman Ify tentang Shilla. Semua ini terasa seperti mimpi dan begitu tiba2
                “I would, Rio..”
                “I love you” ucap Rio membuat Ify tersenyum kemudian mengangguk “Oh Ify, bahkan kamu nggak mau membalas ucapanku? Kamu nggak mau mengucapkan ‘I love you too’?” tanya Rio sedikit memohon
                “I love you, I love you, I love you, I love you, I love you, I...” ucapan Ify terhenti ketika Rio membungkam bibirnya dengan ciuman manis.
                “Thanks” ucap Rio
                “Terima kasih buat apa?”
                “Karena kamu menjadi muridku, karena kamu mau menikah denganku, karena kamu juga mencintaiku, dan karena kamu mengizinkan ku mencium bibirmu”
                “Hei, aku nggak pernah mengizinkanmu menciumku, kamu saja yang sembarangan” protes Ify tak setuju. Rio langsung tertawa melihat ekspresi Ify.
                “Ayo kita pulang, aku antarkan kamu sampai rumah. Besok, aku akan membicarakan pernikahan ini dengan orang tuaku dan orang tuamu” ucap Rio kemudian mengulurkan tangan pada Ify.
                “Tapi kamu belum tanggung jawab karena telah mencuri ciuman pertamaku”
                “Oke baiklah, aku akan tanggung jawab. Jadi apa yang harus ku la...” kali ini ucapan Rio terpotong karena ciuman singkat dari Ify tepat di bibir Rio
                “satu sama. Itu sudah cukup” ucap Ify sambil nyengir tak berdosa meninggalkan Rio yang masih terpaku. Ia tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Rio kemudian mensejajarkan langkahnya dengan Ify, kemudian menggenggam tangan Ify erat seolah takut kehilangan Ify. Cinta membuat segalanya menjadi lengkap.

The End

Rabu, 26 Desember 2012

You're my reason


Cinta itu....abstrak namun konkrit. Tak bisa dijelaskan namun tau pasti rasanya. Cinta itu tak pernah  bisa ditebak. Termasuk cintaku padamu. Aku bahkan tak pernah membayangkan bahwa aku bisa jatuh cinta padamu. Dulunya aku hanya senang melihat wajahmu, dan permainan piano yang begitu indah. Namun hanya sebatas itu karena aku tau kau sudah ada yang punya. Kau sudah bersama dia dan itu terlihat ketika kau bahkan tak mau melepaskan tangannya dari genggamanmu. Aku mencoba melupakanmu, mencoba menahan agar apa yang aku rasakan hanya sebatas kekaguman. Bahkan aku tetap berusaha mencoba melupakanmu walaupun aku tau kau sudah tak bersamanya lagi. Dan aku berhasil, sampai kau masuk ke dalam hidupku dengan cara yang sama sekali tak ku sangka. Ketika aku menyadari bahwa kau terlalu masuk ke dalam hidupku, aku hanya bisa menggigit bibir, karena aku tau kau telah masuk terlalu dalam dengan kunci yang kau pegang ataukah aku yang sengaja membuka pintu hatiku terbuka lebar?

*****
"Malam ini begitu dingin" ucapku sambil mencoba menghangatkan telapak tanganku yang terasa membeku. Di saat semua teman2ku menghabiskan waktu di rumah sambil melakukan kegiatan yang mereka sukai, aku di sini malah mengerjakan tugas OSIS.
"Benarkah? Kalau begtu biarkan aku menghangatkanmu." Ucapmu kemudian menarik tanganku dan menggenggamnya erat. "Apa terasa hangat sekarang?" tanyamu lembut membuat aku terpaku dan hampir lupa bagaimana cara bernafas. Pipiku yang terasa hangat. Sungguh, aku takkan pernah bisa melupakan bagaimana kau menggenggam tanganku.
  "Masuklah. Aku tak mau kamu semakin kedinginan dan sakit karenaku. Terima kasih untuk malam ini. Aku pulang" ucapmu kemudian pergi begitu saja meninggalkanku yang masih mencoba menahan debaran jantungku. Sugguh, kau punya cara tersendiri membuatku jatuh cinta

**** 
Kau selalu berada di sekelilingku, walaupun kau tak menghampiriku namun dengan ekor mataku aku tau kau sedang mengawasiku. Atau itu hanya karena aku bisa menangkap radarmu? Ataukah aku saja yang terlalu berharap bahwa kau mengawasiku?

****
Aku memandang rintik hujan di luar sana. Aku suka hujan. Hujan seolah bisa menghapus segala masalahku.
“Kamu kenapa belum makan?” Aku tersentak mendapatkanmu berdiri tepat di hadapanku.
“Aku....”
“Kenapa kamu masuk sekolah kalau sakit?” tanyamu lagi membuatku megernyitkan kening tak mengerti. Tau dari mana kau bahwa aku belum makan dan aku sedang sakit? Bahkan teman sebangku pun tak menyadarinya
“Aku baik-baik saja”
“Kamu sungguh tak pintar berbohong. Setidaknya tidak di depanku” ujarmu membuat aku menghembuskan nafas pelan
“Maaf” ujarmu lagi membuat aku mendongak. Aku sungguh tak mengerti kenapa kau meminta maaf. “Gara2 aku, kamu jadi sakit”
“Ini bukan salahmu. Hanya daya tahan tubuhku saja yang lemah” ujarku sambil terkekeh
“Aku membelikanmu bubur. Makan ya?”
“Aku sedang tak ingin makan..”
“Kamu harus cepat sembuh. Aku tak mau kehilangan sekretarisku ini. Atau perlu ku antar ke UKS?” tanyamu lagi membuatku menggeleng pelan
“Aku tak apa2. Lagian kamu masih ada sekretaris 2 kan?”
“Ya, tapi aku Cuma kamu yang aku mau” ucapmu membuat jantungku berdebar. “Makanlah. Apa perlu ku suap?”
“Baiklah aku akan makan. Tapi kamu tak perlu menyuapiku. Kamu kembali ke kelas saja.”
“Tidak. Aku akan menemanimu di sini. Aku akan memastikan kam menghabiskan makananmu. Lagian aku....” ucapmu terhenti kemudian duduk di depanku, sambil menatap mataku “Aku ingin melihat wajahmu lebih lama”

****
Seharusnya ini kisahku dan kisahmu, atau setidaknya itulah yang ku harapkan. cinta tak pernah salah. Lantas jika ada yang tersakiti dalam kisah ini, siapa yang harus dipersalahkan? Aku, kamu atau dia? Aku melihatmu menepuk puncak kepalanya kemudian tersenyum manis padanya. Aku takkan pernah bisa mengalahkannya. Ia punya posisi istimewa di hatimu. Ia cantik, anggun, feminin, dan cerdas. Seperti langit dan bumi. Aku tau hal itu dari dulu, tapi kenapa aku tetap saja mencintaimu?
 Aku akhirnya pergi meninggalkanmu tertawa bersama dengannya. Aku bahagia jika kamu bahagia. Benarkah? Tapi kenapa aku merasa tak rela, mengapa aku ingin akulah yang ada di posisinya? Aku sadar kamu takkan pernah bisa menjadi milikku. Dan aku merasakan pipiku basah karena air mata yang mengalir.

****
"kenapa kamu menghindar dariku akhir2 ini?"
"siapa bilang? Aku masih di sini saja. Kamu yang terlalu sibuk" ucapku sambil tersenyum miring. Bagaimana aku bisa melupakanmu kalau kau masih saja ada di sekitarku
"kamu tak usah berbohong padaku. Ada apa sebenarnya? Apa kamu cemburu melihatku dekat dengan dia lagi??" tanyamu kemudian mencengkram erat kedua tanganku
"Apaan sih? Aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan"
"jangan berbohong padaku. Apakah kamu mencintaiku juga seperti aku mencintaimu?" tanyamu membuatku membelalakan mata tak percaya. Permainan apalagi yang sedang kamu mainkan?
"Cukup. Kamu sudah bahagia bersama dengannya jangan membuatku seperti ini lagi. jangan membuatku bingung dengan perasaanku sendiri." lirihku
"Aku serius dengan apa yang aku katakan. Aku mencintaimu. Ketika aku dulu mencintainya dengan banyak alasan, aku tak perlu satu alasan pun untuk mencintaimu, karena aku mencintai semua yang ada pada dirinu. Cuma denganmu aku bisa menjadi diriku sendiri, tak perlu berpura2 menjadi romatis dan perhatian karena kamu menerimaku apa adanya. Walaupun dia pernah meninggalkanku bersama pria lain, tapi jauh lebih sakit saat kamu yang menghindar dariku, mencoba menghilang dari hidupku. Aku mohon jangan siksa aku lebih lama lagi. Aku mencintaimu" ujarmu kemudian menarikku ke dalam dekapanmu. Membuatku mau tak mau mengeluarkan air mata yang aku tahan. "Hei jangan menangis. Aku tak suka melihatmu menangis. Apalagi akulah alasanmu menangis" ujarmu kemudian menghapus air mataku
"Kamu tau? Kamu adalah alasanku untuk bisa tersenyum. Aku juga mencintaimu" ujarku membuat ia langsung tersenyum bahagia. Ku rasa itu kalimat tepat untuk membalas semuanya




The end

Kamis, 18 Oktober 2012

True love - cerpen


PENGUMUMAN PEMAIN DRAMA TRUE LOVE
Mario Stevano XI IPA 1 as Koizumi Asano
Alyssa Saufika XI IPA 2 as Yumi Katsushika
Gabriel Steven XI IPA 2 as Masato Senmatsu
Ashilla Zahrantiara X as Shizuka Ariwara

Sinopsis : Drama True Love ini menceritakan tentang Yumi yang hebat untuk berperang, memiliki kemampuan bela diri, keras, cuek dengan penampilan dan tidak berlaku layaknya seorang putri, tidak ada sisi feminin. Ia merupakan putri sebuah kerajaan, namun ia bukannya orang yang dilindungi, tapi ia yang memimpin pasukan perang. Asano merupakan putra dari  kerajaan musuh. Walaupun Asano juga pemimpin perang, namun ia tetap berlaku seperti putra raja. Ia tetap memperhatikan segala peraturan dan tata krama. Mereka dipertemukan oleh kejadian yang tidak sengaja, dan jatuh cinta. Namun mereka diperhadapkan dengan banyak tantangan. Dimulai dari Asano yang akan dinikahkan dengan Shizuka, putri dari sahabat ayahnya, sekaligus putri salah satu kerajaan yang bisa membantu kerajaan Asano untuk menghancurkan kerajaan Yumi. Maupun Masato yang merupakan sahabat sekaligus partner Yumi untuk berperang, malah mengungkapkan cinta pada Yumi. Dan masalah yang paling besar dihadapi Yumi dan Asano adalah keluarga mereka sendiri. Manakah yang akan mereka pilih? Cinta? Ataukah keluarga?
            True Love Coming soon...

            Aku hanya bisa membulatkan mata ketika melihat pengumuman yang ditempel di mading sekolah. Di sekolahku memang ada salah satu ekstrakurikuler segala sesuatu berbau jepang. Sebenarnya aku nggak pernah mengikuti ekskul tersebut, tapi untuk drama True love yang dibuat oleh ekskul jepang ini, aku malah terpilih menjadi salah satu pemeran utama. Aku mengikuti audisi pemilihan peran ini karena dipaksa oleh sahabatku yang merupakan penulis skenario dan sutradara nya. Menurut mereka, aku cocok untuk memerankan tokoh Yumi, karena memiliki karakter yang mirip. Akhirya setelah dipaksa, aku pun memutuskan untuk mengikuti audisi yang dilakukan seminggu lalu. Sungguh, aku masih tak percaya dengan pengumuman ini.
            “Selamat ya fy, lo terpilih jadi Yumi. Gue nggak sabar buat acting bareng lo” ujar Gabriel yang merupakan sahabatku.
            “Selamat juga yel.”
            “Sebenarnya gue pengennya jadi Asano, tapi gue malah dijadiin Masato. Tapi nggak apa2 sih, soalnya menurut gue Rio emang cocok jadi Asano.” Aku hanya mengangguk. Aku hanya sekedar tau Rio, anak XI IPA 1. Pemain basket, anak terpintar di kelasnya, tak lupa wajahnya yang cukup tampan. Kalau ada yang belum mengenalnya mungkin akan berpikiran bahwa dia adalah tipe cowok cool atau jaim. Karena itupun yang aku pikirkan saat bertemu dengannya pertama kali. Tapi setelah aku mengobrol dengannya, aku menyadari satu hal bahwa dia cukup friendly dengan orang yang baru ia kenal. Hanya sekali aku ngobrol dengannya. Setelah itu dia bahkan bersikap tak mengenaliku.
            “Masuk kelas yuk fy” ajak Iel, membuatku menganggukan kepala dan mengikuti langkah Iel meninggalkan papan mading yang masih dipenuhi banyak orang. Ketika aku memasuki kelas, tak jauh berbeda dengan Iel, teman2 sekelasku secara bergantian memberikan selamat untukku juga Iel atas tokoh utama dalam drama. Aku pun duduk di tempatku, memejamkan mata, dan meresapi bagaimana nantinya. Aku sama sekali tak bisa ber-acting. Aku bukan Shilla yang memang mengambil ekskul drama. Aku di sekolah ini pun hanya mengambil 1 ekskul yaitu musik, dan menjadi seksi Humas di OSIS. Kepalaku mulai berdenyut memikirkan hal yang sepertinya akan memiliki tantangan sendiri

****
            “Selamat sore semuanya. Sebelumnya kami mengucapkan selamat kepada semua yang terpilih menjadi pemeran dalam drama ini. Kalian adalah orang2 terbaik yang kami lihat, bisa membuat drama ini benar2 menjadi hidup. Untuk lebih meresapinya, dalam kehidupan sehari-hari kalian mungkin bisa memanggil nama tokoh yang diperankan” Ujar Sivia, sahabatku yang merupakan penulis skenario dan sutradara. “Rio sebagai Asano, Ify sebagai Yumi, Iel sebagai masato, dan Shilla sebagai Shizuka, serta pemeran pembantunya ada.....” aku tidak mendengarkan apa yang dikatakan Via berikutnya. Pikiranku tertuju hanya pada script yang sekarang ada di tanganku. Aku mulai membaca setiap skenario dan mulai menggantikan diriku sebagai Yumi. Cerita yang menarik. Setidaknya ini tentang kerajaan yang berperang, aku suka tantangan.
            “Kalian boleh pulang sekarang. Tolong dibaca setiap skenarionya, suasana hatinya, dan juga latar waktu maupun tempat. Besok kita ketemu lagi di sini, untuk latihan. Terima kasih untuk dukungan semuanya” Ujar Via membuat yang lain meninggalkan tempat.
            “Ify!”
            “Lo manggil gue?” tanya gue seperti orang bodoh, membuat Rio tersenyum.
            “Nama lo masih Ify kan? Atau mau gue panggil Yumi?” tanyanya balik membuat aku menggaruk tengkukku
            “Ada apa?”
            “Setelah ini lo ada acara nggak?”
            “Nggak. Kenapa emangnya? Lo lagi nggak ngajak gue kencan kan?” tanyaku to the point membuat dia langsung terbahak
            “Gue mau ngajakin lo, baca script bareng2 setidaknya supaya gue nggak ketiduran dan supaya gue bisa makin memahami karakter gue ”
            “Ooh. Boleh, mau di mana?”
            “Di rumah lo?”
            “Oke. Itu artinya gue bareng lo kan?”
            “Gue naik motor, lo jalan kaki” ujarnya membuat gue langsung melongo. Lagi2 dia terbahak melihat ekspresi gue “Iyalah bareng gue. Lagian gue juga nggak tau rumah lo. Ayo, ntar kemaleman.” Aku pun mengangguk dan mengikuti dia dari belakang.
            “Btw pacar lo nggak marah kan?”
            “Gue belum punya pacar. Pacar lo kali yang ntar marah”
            “Tadi gue udah bilang ke dia  kok, dan dia oke2 aja.”
            “Tadi?”
            “Ah, Shilla pacar gue. ”
            “ooh..”
            “Gue kira kabar gue pacaran sama Shilla udah nyebar seluruh pelosok sekolah, ternyata masih ada aja yang nggak tau. Atau mungkin karena lo kurang gaul?” Aku langsung memanyunkan bibir gue, membuat dia sekali lagi tertawa puas melihat ekspresiku.

****
            Aku berdiri dari tempatku, kemudian meregangkan sedikit badanku. Setelah beberapa minggu ini aku latihan drama, cukup menyita waktu, pikiran dan tenaga ku. Yah, berhubung drama nya ada perang, maka aku pun harus latihan salah satu bentuk bela diri yang ada. Cape rasanya, tapi menyenangkan. Hari ini aku masih harus latihan drama dan bela diri, padahal aku sedang demam mungkin karena kecapean.
            “Fy, lo nggak ke kantin?” tanya Rio yang baru saja memasuki kelasku.
            “Males yo, badan gue pegal2 semua. Males ngapa2in gue. ”
            “Udah gue duga” ujarnya membuatku mengernyitkan kening “Ini gue bawain lo nasi goreng sama aqua. Tadi waktu ke kantin, gue kepikiran lo, jadinya gue beliin” ujarnya santai membuat jantungku berdegup cepat. Astaga, beberapa minggu ini aku memang menjadi lebih dekat dengan Rio. Atau lebih tepatnya terlalu dekat. Dia selalu mengantar jemputku ke sekolah, mengajakku ke kantin, menemaniku makan, bahkan menungguku selesai latihan drama, kalau memang tak ada bagiannya untuk latihan. Entahlah aku benar2 tak mengerti mengapa ada rasa yang asing tumbuh dalam diriku. Rasa yang menyenangkan sekaligus menggelitik ketika bersama dengannya. Aku sadar ini salah, aku tau ia sudah ada yang punya, namun semakin aku mencoba mengenyahkan perasaan ini, malah tumbuh semakin liar.
            “Hei kok bengong” ujarnya membuatku menatapnya
            “Makasih ya yo.”
            “Iya sama2. Ya udah, lo makan ya. Gue balik ke kelas dulu” ucapnya kemudian mengacak rambutku pelan, membuat darahku berdesir, dan bisa kurasakan pipiku memanas, untungnya Rio tidak melihatnya karena ia sudah berjalan keluar kelasku.
            ****
            Rio P.O.V
            Aku melihatnya agak pucat, untuk latihan drama kali ini. Ka Ray sebagai pelatih bela dirinya, menyerang dengan ganas, membuat jantungku berdebar. Aku takut dia kenapa2. Satu tendangan dari ka Ray tepat di ulu hatinya membuat ia sedikit limbung, kemudian jatuh pingsan
            “IFY!!” aku langsung berlari menghampiri mereka, menggendong tubuh Ify ke UKS. Aku khawatir. Aku kemudian membaringkan tubuh Ify di salah satu tempat tidur di UKS, kemudian memanggil petugas UKS yang sedang bertugas saat itu untuk memeriksa Ify
            “Ify, nggak apa2. Efek kecapean makanya ia demam dan bisa pingsan seperti ini”
            “Makasih” ucapku kemudian duduk di tepi tempat tidur Ify. Aku menggenggam tangan kanannya, matanya masih terpejam. Aku menatap wajahnya yang nampak begitu lelap dan polos. Berada dengannya sedekat ini membuat jantungku berdegup cepat. Tak lama kemudian, ia membuka matanya
            “Rio?”
            “Udah enakan fy?”
            “Gue kenapa?”
            “Lo pingsan tadi, ditendang sama ka Ray. Tapi katanya itu efek kecapean lo, dan karena lo lagi sakit” ujarku mencoba menjelaskan membuat ia mengangguk mengerti “Lo kenapa nggak bilang sih kalo lagi sakit? Bikin khawatir tau nggak sih
            “Maaf” ucapnya sambil menunduk. Aku menghembuskan nafasku kasar, mengangkat wajahnya yang menunduk. Aku sadar satu hal saat ini, aku tidak bisa melihatnya sedih, dan itu artinya aku mencintainya.
            “Yang penting lo nggak apa2”
            “Fy..” panggil seseorang membuat aku melepaskan genggaman tanganku pada Ify
            “Ka Ray?”
            “Maafin gue ya fy, gue nggak maksud buat nendang lo kuat2”
            “nggak kok ka, gue emang lagi nggak enak badan, terus jadi ngefek sama latihannya. Harusnya gue yang minta maaf soalnya nggak bisa latihan dengan baik hari ini”
            “nggak apa2 kok fy. Cepet sembuh ya. Gue balik duluan ya fy, yo” ujar ka Ray kemudian meninggalkan aku dan Ify di UKS
            “Yuk pulang, gue anterin” ucapku, dan menggandeng tangan Ify berjalan ke arah parkiran. Saat menggenggam tangannya, ada rasa hangat di dalam dada, dan aku tak ingin melepaskannya.
           
****
            Author P.O.V
            Saat ini keadaan terlalu mendesak, tidak ada lagi cara untuk berdamai. Yumi dan Asano berada dalam perang yang sama, mempertahankan kerajaan masing-masing. Seolah cinta yang mereka rasakan dalam waktu kemarin hanyalah sesaat. Beribu pasukan telah mati dalam peperangan ini. Yumi dan Asano akhirnya berhadapan dengan kondisi yang sama sekali berbeda. Tekad yang telah dibuat Yumi untuk tidak memandang cinta, dan tetap menghancurkan kerajaan musuh, runtuh begitu saja ketika menatap mata elang Asano yang selalu memberikan kedamaian baginya. Tidak ada yang memulai untuk membunuh.
“Saya tidak ada hubungan apapun dengan Shizuka. Saya dipaksa oleh ayah. ” ujar Asano
“Kamu pikir, saya akan mempercayainya begitu saja? Cih..Lagian, saya tidak pernah mencintaimu. Saya mendekatimu hanya untuk mencari kelemahan dari kerajaanmu” ujar Yumi dan memalingkan wajahnya. Ia tak sanggup menatap mata Asano terlalu lama. Tanpa Yumi tau, Asano tersenyum tipis.
“watashi wa Yumi ga daisuki. (Saya mencintaimu Yumi)” sahut Asano tepat sebelum panah dari Masato melesat tepat ke jantungnya. Yumi menutup mulutnya menggunakan tangannya, nafasnya memburu, air mata pun keluar dari kedua matanya. Pertama kalinya ia menangis dalam hidupnya.
“Watashi wa anata mo Asano Ai (Saya juga mencintaimu Asano)” bisik Yumi sambil memeluk tubuh Asano yang bersimbah darah.
“Kau membuatku jatuh cinta” bisik Asano lebih pelan.
Kerajaan Asano pun kalah, semuanya mati. Tapi tak begitu dengan cinta yang masih hidup dalam hati Yumi.
Semua penonton berdiri kemudian bertepuk tangan riuh. Ada penonton yang tersenyum, ada juga yang masih menghapus air matanya merasa terharu dengan adegan dari Yumi dan Asano. Semua pemain pun berdiri di atas panggung, kemudian memberi hormat kepada para penonton. Ify berjalan meninggalkan panggung, namun Rio malah menahannya.
“Kalimat gue terakhir tadi, berasal dari lubuk hati gue yang paling dalam. Lo berhasil membuat gue jatuh cinta fy.” Ify tau kalimat itu sama sekali tak ada di skenario. Apakah Rio sedang mempermainkan hatinya? Ify memang mencintainya. Bahkan ia sendiri tak sadar kapan ia mulai jatuh cinta pada pemuda di hadapannya ini. Ataukah ini hanya perasaan semu karena drama yang mereka mainkan?
“Lo udah punya Shilla, yo. Sadar! Lo nggak pantes ngomong kayak gitu ke gue. Itu sama aja kayak lo menghancurkan Shilla. Lagian yang lo rasakan itu Cuma semu, karena drama ini”
“Itu perasaan gue yang sebenarnya. Dan gue yakin ini bukan semu. Apa lo ngerasain apa juga yang gue rasain?” tanya Rio membuat Ify harus menahan air matanya. Ia sadar ia juga jatuh cinta, tapi ia tak ingin dicap sebagai perempuan perebut pacar orang. Ia juga tak ingin menghancurkan hubungan Rio dan Shilla. Bagaimanapun juga Shilla itu perempuan, punya hati yang mudah terluka
“Nggak yo”
“Jangan bohongin perasaan lo sendiri fy” ujar Rio dan mengeratkan genggaman tangannya
“Gue nggak sayang sama lo, gue nggak pernah jatuh cinta sama lo yo. Puas?”
“Nggak fy!”
“Lo harus mempertahankan perasaan lo buat Shilla, anggap gue nggak pernah ada di hati lo. Berhenti mencintai gue. Please, gue mohon yo, jangan pernah ngebuat gue dalam posisi kayak gini lagi. ” Air mata Ify turun mengalir di kedua pipinya. Rio melepaskan genggamannya.
“Oke kalau itu mau lo. Gue nggak bisa ngelihat orang yang gue sayang mohon buat gue. Dan satu juga gue mohon buat lo, supaya lo jangan pernah nangis lagi” ujar Rio kemudian meninggalkan Ify yang masih saja menangis. Ify sadar satu hal. Drama ini berakhir, dan cinta nya pada Rio pun harus berakhir.
****
3 tahun kemudian...
RIO P.O.V
Aku menyesap espresso yang ku pesan sejak tadi, memang tepat menemani saat hujan. Aku mengedarkan pandanganku dan terhenti pada sosok gadis yang baru saja memasuki caffe ini. Ia mengambil tissue dari tasnya untuk mengeringkan beberapa bagian tubuhnya serta rambutnya yang basah. Ia kemudian menghampiri mejaku, duduk tepat di hadapanku, namun matanya masih tertuju pada buku menu yang ada di tangannya. Aku sama sekali tak menyangka bisa bertemu dengannya. Aku sadar satu hal, debaran itu tetap ada, dan perasaan cintaku padanya tetap ada.
“Mbak saya pesan hot cappucino satu. makasih” ujarnya kemudian mengangkat wajahnya dan menatapku
“Hai, senang sekali bisa bertemu denganmu lagi” sapaku santai membuat ia terpaku, mungkin ia bahkan berpikir untuk menghilang saat ini. Namun ternyata pikiranku salah.
“Hai Rio, apa kabar? Sudah lama sekali kita nggak pernah ketemu. Sekarang kamu kuliah di mana?” tanya nya santai sambil memberikan senyumannya yang manis
“Aku kuliah di UI, ngambil jurusan kedokteran. Kamu? Di aussie ngambil jurusan apa?” tanyaku balik. Ada yang salah dalam percakapan kami. Terlalu baku dan terlalu canggung.
“Aku ngambil fakultas art & music, jurusannya sih khusus drama & musik” ujarnya santai sambil mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang mengantarkan minuman
Let me guess, kamu udah selesai terus balik ke Indonesia untuk berkarir di sini. Am I right?” Ia langsung tertawa, kemudian mengangguk singkat. Tak ada yang berubah darinya. Hanya satu yang berubah ia tambah cantik dan feminin tentunya. Ia kemudian mengedarkan pandangan. “Aku sendirian di sini” ujarku seolah bisa membaca pikirannya. Ia pun hanya mengangguk mengerti
“Shilla nggak bareng kamu?” Tanyanya membuat aku mau tak mau tersenyum
“Aku dan Shilla udah putus, sejak SMA” ujarku membuat ia menggigit ujung bibir bawahmya tanda ia merasa bersalah “tenang saja, bukan salahmu kok. Aku sudah berusaha melakukan apa yang kamu minta, tapi nyatanya dia jatuh cinta pada Iel. Jadi aku nggak bisa memaksa kan?” Ia kemudian menganggukk lagi ‘andai saja kamu masih ada di Indonesia saat itu, mungkin kisah cinta kita akan berbeda’ batinku.
“Maaf aku nggak tau. Terus pacar kamu sekarang di mana?”
 “Nggak ada. Aku nunggu seseorang. Seseorang yang sempat menolakku dulu saat drama” ujarku santai membuat pipinya yang putih bersemu merah “Kamu sendiri? Udah ketemu belahan jiwamu di sana?” tanyaku
“Nggak.” Jawabnya singkat. Aku dan dia kembali terdiam. “Sebenarnya alasan utama aku balik ke Indonesia bukan hanya untuk berkarir di sini, tapi untuk jujur dengan perasaanku sendiri. Perasaan yang aku tutupi selama 3 tahun ini. Aku...”
“Aku mencintaimu” ujarku memotong ucapannya. Dia menatapku dengan entahlah tatapan yang tak bisa aku artikan “sampai sekarang. Maaf, aku tidak bisa memenuhi permintaanmu tiga tahun lalu untuk berhenti mencintaimu.”
“Maafkan aku yo. Aku melukai perasaanmu. Maaf.”
“Sudah ku bilang itu bukan salahmu. Mungkin sudah seharusnya kisah kita seperti ini”
“Aku mencintaimu juga Rio” ujarnya membuatku membelalakan mata tak percaya
“Kamu serius?”
“Dari dulu yo, tapi aku tak punya cukup keberanian untuk perasaan itu. Perasaan yang aku takutkan hanya sementara. Aku...” Aku meletakkan telunjukku di bibirnya
“Sst..yang berlalu biarkan berlalu. Kita buka lembaran yang baru bersama. Would you be my girl friend?” tanyaku to the point. Ia mengangguk, membuatku langsung menariknya ke dalam dekapanku
“watashi wa Ify ga daisuki. (Saya mencintaimu Ify)” sahutku sama seperti dialogku saat drama, membuat Ify langsung tertawa
“Watashi wa anata mo Rio Ai (Saya juga mencintaimu Asano)”

The End