Kamis, 21 April 2011

Always have a choice - part 6


Ka, gue tunggu lo di lapangan basket kompleks sekarang. Ada yang mau gue omongin.

Rio menatap HP-nya berkali-kali. Ada perasaan nggak enak yang ia rasakana. Ia merasa bahwa sesuatu yang akan dibicarakan Ify, bukanlah hal yang cukup menggembirakan. Ntah untuk kesekian kalinya Rio berjalana mondar-mandir di kamarnya. Sudah 1 jam lewat dari waktu janjuan. Akhrinya Rio pun mengambil kunci mobilnya dan jaket
“Ma, Rio pergi bentar ya ketemu temen.”
“Jangan malam2 ya yo” Rio pun mengangguk kemudian segera keluar dan memacu mobilnya.
Sesampainya di lapangan basket, tak susah untuk Rio mencari sosok Ify. Ify duduk di salah satu bangku penonton yang paling tengah. Tempat paling enak buat nonton pertandingan basket. Rio datang dan langsung memakaikan jaketnya ke Ify yang nampak kedinginan. Ify sedikit tersentak dengan kedatangan rio yang tiba2.
“Gue kira lo nggak bakal datang ka”
“Kalo lo mikir gitu, berarti lo belum kenal gue dengan baik” ujar Rio dan duduk di samping Ify
“Ka..” panggil Ify namun masih memandang ke depan. “Gue salah nggak kalau gue bilang, gue sayang sama lo”
Wajah Rio menegang, rahangnya mengeras, jantungnya berdebar cepat, namun sedetik kemudian Rio tersenyum begitu tulus
“Kok bisa?” tanya Tio
“Emang nggak boleh?”
“Cuma kayaknya pertama kali kita kenal, gue jahat banget sama lo. ”
“Emang sih. Gue juga bingung. ” ucap Ify
“Lo liat nggak ayunan di sana itu?” tanya Rio sambil menunjuk salah satu sudut. Nampak ayunan yang cukup tua. Catnya sudah terkelupas, kayunya pun sudah retak, talinya terlihat usang hampir putus, dahan pohonnya pun nampak rapuh “Dulu, gue suka main sama adik gue di sana”
“Ka Rio punya adik?” tanya Ify tak percaya.
“Begitulah. Tapi itu dulu, sekarang udah nggak”
“Ka Rio aneh deh. Masa dulu bisa jadi ade, sekarang nggak?”
“Karena mungkiin adik gue sendiri nggak kenal sama gue. Gue terpisah sama dia 12 tahun lalu. Saat gue berumur 5 tahun dan dia 4 tahun.”
“Kok bisa?”
“Entahlah. Gue juga nggak tau harus nyalahin siapa. Dulu gue nyalahin orang tua gue, atau mungkin sampai sekarang” Rio dan Ify terdiam. Begitu banyak tang ingin Ify tanyakan, namun ia lebih memilih diam dan membiarkan Rio bercerita “Lo tau nggak kenapa gue menceritakan hal ini ke lo?” Ify menggeleng lemah
“Karena lo adalah adik gue yang terpisah 12 tahun lalu” Ify terdiam, wajahnya memucat
“Ngggak. Ini nggak mungkin. Lo pasti boongin gue.” desis Ify “Kalo lo mau nolak gue, bilang aja secara langsung. Nggak usah ngarang cerita nggak bermutu kayak begini” bentak Ify
“Gue nggak ngarang fy. Kenapa sampai gue ngejauhin lo waktu pertama kali lo kenalin diri, karena nama belakang lo adalah nama mama gue, yang juga mama lo.”
“Kenapa gue nggak ingat apapun?”
“Waktu umur lo 5 tahun, lo sempat tertabarak . Ingatan masa sebelum kecelakaan itu hiland. Dan mama nggak mau ngungkit itu di hadapan lo. Kalau lo nggak percaya, lo bisa minta penjelasan yang lebih lengakap dari mama” Ify terdiam. Matanya terasa panas. Rio menatap Ify, hatinya nggak karuan. Ada rasa bersalah membuat orang  yang ia sayang menangis. Rio menghapus air mata ify dengan jarinya. Isakan tangis Ify tetap terdengar. Entah dorongan dari mana Rio memeluk Ify, membiarkan Ify menangis dan meluapkan semuanya.
“Lupain gue.  Buka hati lo buat iel. Dia lebih pantas daripada gue. Ayo gue antar lo pulang” tanpa bicara lagi, Ify hanya pasrah ditarik oleh Rio. Harus senangkah ia memiliki kakak seperti Rio? Atau ia harus sedih karena ia dan Rio tak bernah bisa bersatu? Seandainya, ia dan Rio bukanlah saudara kandung, apakah Rio mempunyai perasaan yang sama dengannya? Apakah ia harus membuka hatinya pada Iel? Apakah bisa ia melakkan semua itu? Pertanyaan-pertanyaan itu menari-nari di benak Ify. Harus bagaimanakah ia sekarang?
Ify hanya tersenyum tipis, karena ia sudah diantar sampai di rumahnya. Tanpa berkata-kata lagi, Ify berjalan meninggalkan Rio dan langsung masuk ke rumahnya
“Sorry fy, I don’t have another choice.” Batin Rio. Semuanya terasa begitu pahit. Bahkan ia merasa bahwa ini salah satu tindakan paling bodoh yang pernah ia lakukan, atau mungkin tindakan paling benar. Tanpa Ify tau, seluruh hatinya hanya untuk Ify. Namun, ia tepis semua keinginannya. Ia pun melajukan mobilnya kembali ke rumahnya
“Ify kamu baru pulang?” tanya mamanya. “Kamu kenapa sayang?” tanya mamanya lagi ketika melihat wkspresi anaknya yang nampak tidak bersemangat
“Ify adik Rio” mamanya tersentak dengan ucapan Ify
“Ka..kamu tau dari mana?”
“Jadi itu benar?”
“Fy..”
“Ceritain semuanya fy. Semuanya yang ngggak Ify ingat. ”ucap Ify masih tak memandang mamanya.
“Dulu, sampai kamu bermur 3 tahun, semuanya baik-baik saja fy. Nggak ada masalah, kita merupakan keluarga bahagia. Namun, papa kamu selingkuh dengan wanita yang dulunya merupakan cinta pertamanya. Mama dan papa sering bertengkar. Akhirnya kami memutuskan untuk berpisah saat kamu berumur 4 tahun. Pengadilan memutuskan papamu yang berhak atas kamu dengan Rio. Karena saat itu mama nggak memiliki perekonomian yang bagus seperti papamu. Namun, saat umur 5 tahun kamu kecelakaan, mama marah sama papamu. Menurut mama, dia dan isterinya yang sekarang nggak berhasil menjagamu. Mama menuntut ke pengadilan, agar kamu dan Rio bisa bersama mama yang kebetulan perekonomian mama sudah cukup. Sayangnya, pengadilan hanya memutuskan kamu yang ikut sama mama. Mama pun tidak mau mengungkit semua masa lalu itu, karena mama nggak mau kamu menderita. Rio sampai saat ini marah sama mama karena mama memisahkan kamu dengannya. Adiknya yang paling ia sayang. Maafin mama fy”
“Kenapa mama nggak cerita sama Ify dari awal? Kenapa mama ngebiarin Ify menumbuhkan perasaan sayang ke ka Rio, yang seharusnya kakak Ify? Kenapa ma?”
“Maafin  mama sayang. Kamu harus tau kenapa mama membiarkan kamu, karena Rio...”
“Nggak. Ify tau, mama mau bilang itu untuk kebaikan Ify sendiri. Yah, dan semua ini juga salah Ify.  Mama nggak salah apa2” Ucap Ify sambil terisak kemudian masuk ke kamarnya, dan mengunci pintunya dari luar. Ia terduduk di tepi tempat tidur. Serumit itukah hidup yanh telah ia lewatkan? Sesulit itukah untuk mengakui kenyataan itu? Apakah tak ada pilihan lain? Apakah ia tidak boleh memilih, bahwa ini hanyalah sebuah mimpi buruk, di mana keesokan pagi ia dapat bangun? Ia menangis dalam diam. Apakah yang harus ia tangisi? Apa yang ia sesali? Apa yang harus membuatnya marah seperti ini? Karena perasaannya tak terbalas oleh Rio? Bukan.. Bukan hanya karena itu. Ini bukan masalah cinta. Ini lebih rumit. Ini masalah kenyataan yang ditutupi darinya. Kenyataan yang seharusnya ia tahu walaupun sepahit apapun. Namun, menerima semuanya tak akan pernah semudah membalikkan telapak tangan. Tak akan semudah kita mengucapkan teori tanpa praktek apapun.
                Sementara itu di rumah Rio
“RIO, KENAPA MALAM BEGINI BARU PULANG?”
 “papa mau tau?”
“APA-APAAN MAKSUD KAMU?”
“Rio ketemu sama adik Rio pa. Alyssa Saufika Umari. Papa masih ingat anak papa yang satu itu? Atau jangan-jangan papa udah lupa?” Wajah papa Rio pucat. Sudah begitu lama tak mendengar kabar tentang anaknya yang satu itu. Tubuhnya lunglai, sehingga bertopang pada kursi terdekat. Rio langsung pergi meninggalkan papanya yang masih shock mendengar kabar itu

Keesokan harinya, nampak wajah Rio begitu kusut. Lingkaran hitam begitu sempurna di bawah matanya menunjukkan ia tak tidur semalam. Tak berbeda jauh dengan Rio, Ify pun demikian. Padahal selama ini, seberat apapun masalahnya, ia tak akan pernah menangis seperti semalam. Rasanya, air matanya telah habis. Pelajaran seharian pun nampak tak masuk sama sekali di otaknya.
“Yo, kenapa lo? Tampang lo kusut gitu?” tanya Iel
“Nggak bisa tidur gue semaleman”
“Kenapa?”
“karena gue cakep”
“Nggak nyambung yoo” Rio hanya nyengir, brharap dengan demikian dapat sedikit menutupi masalahnya “Cakka, Ray mana?”
“Pada telat katanya” Rio hanya meng’o’kan mulutnya
“Yel, latihan sono sama Ify.” Ucap Alvin sambil menunjukkan Ify dengan dagunya. Iel pun mengangguk kemudian berjalan ke arah Ify. Rio memandang Ify dan Iel yang sedang latihan diselingi dengan tawa. Ntah perasaan apa yang muncul di hatinya. Senangkah? Atau malah sebaliknya? Rio mendesah berat.
 “Kenapa lo deket-deket gue? Ngeliatin gue kayak gitu lagi. Jangan2 lo...” pekik Rio yang melihat Alvin duduk di sebelahnya dan menatapnya lekat. Toyoran dari Alvin pun diterima Rio
“Enak aja lo.”
“Kalo nggak lo ngapain di sini?” Alvin tak menjawab, ia malah memandang Ify. Rio memang sudah tau maksud Alvin dari awalnya. Alvin memang yang paling mengerti dirinya. Hampir semua masalahnya ia ceritakan pada Alvin. Dan ia juga tau, Alvin adalah tipe orang yang tidak ingin memaksa orang lain untuk menceritakan masalahnya. Namun, Alvin paling mengerti kalau seseorang memiliki masalah. Seperti sikapnya saat ini, yang duduk dekat Rio dan memandang Ify, Rio tau bahwa Alvin siap mendengarkan keluh kesahnya “Gue ceritain di luar” putus Rio akhirnya membuat Alvin tersenyum puas
“Yel, fy, gue sama Rio keluar bentar dulu yah. Kalian berdua latihan aja dulu. Yel, jangan diapa-apain si Ify”
“Iyee....” bales Iel. Alvin dan Rio pun langsung keluar menuju tempat rahasia yang paling suka mereka kunjungi jika ada masalah. Tempat itu berbatasan dengan gedung SMP lama. Oleh karena itu, jarang yang melewati tempat itu
“Jadi?” tanya Alvin
“Jadi....” Rio pun menceritakan semuanya, tanpa kurang 1 hal pun. “Rumit. Gue nggak tau harus kayak gimana vin. Gue nggak punya pilihan lain. Gue Cuma menjalankan apa yang sebelumnya udah gue pikirkan akan terjadi. Gue sama sekali nggak bisa mengingkari kenyataan. Hidup gue seperti sudah ditentukan untuk lewat jalan berkelok-kelok itu saat gue ingin menjalani hidup di jalan yang lurus”
“Lo emang nggak bisa mengingkari kenyataan yo. Tapi, lo selalu punya pilihan kok untuk menjalani hidup ini. Hanya saja dari sudut mana lo melihat masalah, bagaimana lo melihat dampak buruknya bukan Cuma buat lo tapi buat orang di sekitar. Jika lo melihat dari sudut yang berbeda, lo punya pilihan yang berbeda, yang mungkin dapat mengubah hidup lo walaupun hanya sedikit ”
“Maksudnya gue punya pilihan antara menganggap Ify sebagai adik gue, atau gue melupakan semuanya dan berpacaran dengannya?” ucap Rio dengan sedikit sinis
“Itu juga termasuk pilihan. Tapi apakah lo bisa pacaran sama adik kandung lo sendiri? Semuanya tergantung kata hati lo aja yo. Misalnya, lo punya pilihan untuk memusuhi dan menyalahkan orang tua lo, atau malah menyayangi dan menerima semua kenyataan.  You always have a choice yo. Just look into your heart and find the answer. You can get the answer better than my advice.” Ucap Alvin membuat Rio terdiam.
“Jadi gue harus membuang perasaan sayang gue ke Ify dan menganggap dia benar2 adik gue?”
“Gue rasa masalahnya nggak se-simple itu. Gue rasa bukan Cuma masalah lo sama Ify doang. Tapi masalah lo, Ify sama orang tua lo yang harus diselesaikan. ” Rio terdiam. Yah, dia terlalu egois karena hanya memikirkan bagaimana hubungannya dengan Ify tanpa memikirkan orang tuanya maupun perasaan Ify sendiri.
“Thanks vin. Lo emang paling ngertiin gue”
“What friends are for.” Ucap Alvin “Udah, masuk yuk. Lo nggak mau kan, adik lo diapa-apain sama Iel” Rio hanya tersenyum tipis kemudian mengikuti Alvin ke studio mereka.
 “Dari mana aja yo, vin? Lama banget? Kita udah nungguin buat latihan lagu kedua.” Ujar Iel yang sudah bersama Cakka, Ray, dan ditemani Agni dan Zahra
“Biasa, gue pacaran dulu sama Alvin” ucap Rio sambil merangkul Alvin. Alvin dengan sigap menoyor Rio
“Yeuuh..”
“Udah ah. Latihan aja yok. Gue udah ngantuk nih.” Ajak Iel. Yang lain pun menyanggupi.
                Setelah 2 jam, akhirnya mereka pun selesai latihan. Semuanya membereskan alat musik masing-masing.
                “Yah...” ucap Zahra
                “Kenapa ra?” tanya Agni
                “Supir gue nggak bisa jemput. Gimana dong? Gue masih nggak terlalu inget jalanan di jakarta”
                “Ra, bukannya gue nggak mau, tapi gue udah terlanjur janjian sama Via.” Ucap Alvin
                “cieeee, gencar banget sih PDKT-nya” Alvin hanya menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali nggak gatal
“Gue juga nggak bisa Ra, gue nganterin Agni”
“Maaf ya ra, gue udah terlanjur janji sama nyokap” ujar Ray. Zahra nampaknya mulai putus asa, ia memandang Iel setengah berharap.
“Biar gue aja ra, yang nganterin lo. Si Iel pasti nggak bisa, dia kan mau nganterin Ify” ucap Rio. Iel hanya nyengir. Nampak sedikit kekecewaan di wajah Zahra, namun ia tutupi dengan sebuah senyum manis
“Emang nggak ngerepotin yo?”
“Nggak kok Ra. With my pleasure, princess”
“Ehm, gue rasa ada yang lagi ngerayu nih” ucap Ray yang disetujui dengan anggukan lainnya kecuali Ify. Ada rasa aneh yang menjalar melihat Zahra diperlakukan begitu istimewa khususnya oleh Rio
“Huaaa thanks ya yo. Gue nggak tau gimana hidup gue tanpa lo.”
“Udah ah. Jalan yuk. Jangan kelamaan” ucap Ify akhirnya yang dari tadi lebih memilih diam. “Duluan ya semuanya. Bye.” Iel pun langsung mengikuti Ify dari belakang. Rio? Ia sama sekali tak mau melihat ke arah Ify. Ia hanya mencoba menjaga perasaannya, sehingga pengakuan Ify sebagai adiknya akan lebih mudah.

Bersambung...
Nah loh? gimana nih? apa yang terjadi selanjutnya antara Rio dan Ify??

I still love you - cerpen

Setelah hampir 3 jam gadis itu menatap layar laptop di hadapannya, akhirnya ia menyimpan data kemudian mematikan laptopnya. Ia meregangkan sedikit otot-ototnya yang pegal. Baru saja ia hendak memejamkan matanya untuk tidur, HP-nya berdering. Dengan malas ia meraih HP-nya. Namun seketika senyum manis tampil di wajahnya ketika melihat nama penelpon
                Rio calling..
                Hanya melihat nama itu, membuat rasa senang menjalar di hatinya. Dengan wajah berseri-seri, ia menekan tombol warna hijau di HP-nya.
                “Hei!” sapa Rio di seberang sana. Mendengar sapaan singkat itu saja membuat lelah yang  gadis itu rasakan hilang begitu saja. Seolah ini merupakan salah satu penyemangatnya. “Lagi ngapain?” tanya Rio lembut
                “Ngerjain tugas”
                “Udah selesai?” Gadis itu mengangguk. Namun sedetik kemudian ia sadar bahwa Rio tak dapat melihat ekspresinya
                “Udah”
                “Kok belum tidur? Tidur gih, jangan mpe sakit”
                “Beress pak dokter” hanya tawa yang terdengar di seberang sana. “Udah lama nih nggak ketemu” ucap gadis itu tulut dari hatinya. Itulah yang ia rasakan saat ini.
                “Kenapa kangen ya?” goda Rio
                “Huh, masa perlu ditanya. Ya iyalah kangen” jawab gadis itu sambil memanyunkan bibirnya.
                “Hehehe. Iya, iya. Nggak usah manyun gitu dong” jawab Rio seolah bisa menebak wajah kekasihnya saat ini. “Besok gimana kalau kita ketemu?”
                “Serius? Emang kamu nggak sibuk?”
“Hmm, sibuk sih.. Cuma daripada aku juga nggak konsen karena mikirin kamu, mending ketemu kan?” mendengar hal itu, semburat merah muncul di pipi sang gadis
“Besok ketemu di mana?”
“Tempat biasa aja. Sorean, jam 5.” Gadis itu mengangguk semangat, walaupun sekali lagi ia tahu bahwa Rio sama sekali tak bisa melihat ekspresinya
“Udah malam, tidur gih.” Tambah Rio. Ada sedikit kecewa timbul di hati sang gadis, karena pembicaraan itu harus berakhir sampai di situ. Tapi ia tahu ia tak boleh mengeluh. Begini saja sudah cukup baginya
“Iya. Love you yo..”
“Love you too Ify. You have to know, just you are queen of my heart”
“Gombal. Bye”
“Sweet dream honey.” Ify kembali menatap HP-nya sambil senyum-senyum sendiri. Hampir 3 tahun, ia pacaran dengan Rio. Tapi entah bagaimana, ia selalu merasa senang dengan sikap manis Rio ataupun jantungnya yang berdegup cepat tiap kali bersama Rio layaknya anak abg

Keesokan harinya, di sebuah atap gedung tua, Ify sudah duduk menunggu Rio. Yaah, bukan taman, bukan danau, tapi sebuah gedung tua. Berkali-kali Ify melirik jam tangannya. Ia memang sampai 15 menit sebelum waktunya. Sambil merutuki kebodohannya tak membawa jaket 1 pun, ia tersenyum mengingat yang terjadi dulu. Di sini...Di gedung tua ini...
FLASHBACK
“Ka Rio!” pekik Ify ketika melihat apa yang ditunjukkan Rio malam ini padanya. Ia merasa bahwa ini hanyalah mimpi. Dari atas gedung tua ini, Ify melihat di bawah sana, terlihat ada orang-orang yang rela memegang lilin. ‘I love you’. Yah itulah yang terlihat jelas oleh Ify. Entah berapa lama Rio mempersiapkan semua ini. Namun yang pasti, ada kegembiraan dan kenangan yang tak ingin ia lupakan
“Itu semua ungkapan perasaan gue ke lo fy” ucap Rio tulus sambil memegang kedua tangan Ify. “Hampir 1 tahun kita saling kenal, gue temenan sama kakak lo, dan akhirnya gue kenal sama lo. Gue juga nggak tau sejak kapan perasaan ini muncul, yang gue tahu adalah gue pengen lo jadi yang pertama dan terakhir buat gue. Fy, lo mau nggak, jadi cahaya lilin dalam hidup gue yang gelap ini?”
Ify menggigit sudut bibirnya kemudian sambil tersenyum manis, ia pun mengangguk menjawab pertanyaan Rio. Dengan sekali tarikan pelan, Ify sekarang di dalam pelukan Rio.
“Thanks ya fy. Aku sayang kamu” bisik Rio tepat di telinga Ify
“Aku juga sayang kamu yo” balas Ify, tanpa menggunakan kata ‘ka’ lagi

FLASHBACK END

“Halo nona Ify, kenapa ngelamun?” Ify sedikit tersentak melihat boneka kura-kura yang begitu lucu dapat berbicara. Namun, ia sadar siapa orang yang memegang boneka itu
“Lagi mikirin orang yang janjian sama aku” jawab Ify sambil tersenyum tipis. Sang pemilik boneka pun langsung mengacak-acak rambut Ify kemudian duduk di samping Ify
“Rio! Berantakan nih”
“Nunggunya lama ya?” Ify menggeleng sambil memamerkan senyum manisna pada Rio “Nih buat kamu” kata Rio sambil menyodorkan boneka kura-kura yang tadi
“Makasih” ucap Ify. Rio memang paling tau apa kesukaan nya. Walaupun udah mahasiswa tingkat akhir, Ify paling suka sama boneka kura-kura. Sambil memeluk boneka itu, Ify menyenderkan kepalanya ke bahu Rio
“Aku kangen” ujar Ify. Rio tersenyum, kemudian merangkul Ify
“Aku kangeeeeeeeeeeeeeen bangeeeeeeeeeeeet sama kamu”
“Bohong”
“Sungguh.”
“Iya, aku percaya kok. Gimana kerjaan di rumah sakit?” Rio adalah seorang dokter umum. Sudah 1 tahun ia menjadi dokter umum.
“Baik. Hmm fy, aku dapat beasiswa spesialis bedah di UI.” Ify langsung menegakkan duduknya, kemudian menatap Rio serius. Ify terdiam. Apa yang harus ia lakukan saat ini? Bahagiakah? Memang ini bukan berarti bahwa semuanya akan berakhir. Namun, sebelum ini saja, hampir ia tak pernah bertemu dengan Rio. Apalagi sekarang. apakah ia lagi-lagi harus mengorbankan segala perasaannya, menekan segala kerinduannya, dan mencoba bersikap bahwa semuanya akan baik-baik saja?
“Fy..” ucap Rio halus sambil memegang wajah Ify. Ify menutup matanya. Sudah begitu lama ia tak merasakan sentuhan hangat ini lagi. Ify membuka matanya, menatap Rio dalam-dalam, seolah dengan demikian ia dapat menemukan jawaban atas segala kegundahannya, atau setidaknya dengan menatap Rio, ia bisa menyampaikan semua perasaannya tanpa lewat kata-kata
“Aku setuju. Aku selalu dukung kamu” Ucap Ify sambil memberikan senyuman manisnya.
“Makasih ya fy” ucap Rio sambil mengecup kening Ify.
Ify hanya terdiam. Seolah kecupan hangat dari Rio tadi cukup menguatkannya. Sambil memandang bintang, mereka kembali mengobrol, menceritakan apa saja yang terjadi selama mereka tak bertemu.

****
1 tahun kemudian
Ify tersenyum manis menggunakan toga wisudanya. Akhirnya ia menyelesaikan kuliahnya dengan IP 3,7 cumlaud. Setelah acara wisuda berakhir, Ify keluar dari ruangan bersama papa, mama dan ka Iel, kakaknya serta ka Via, pacar ka Iel
“Cieee, yang udah sarjana.” Goda Iel membuat pipi Ify memerah.
“Udah ah, kita foto aja yuk.” Ucap mamanya
“Hmm, ma boleh nggak Ify nunggu Rio dulu” pinta Ify. Mamanya hanya tersenyum kemudian mengangguk. Sambil mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan, melihat ke arah pintu, namun sama sekali tak ada sosok Rio di sana. Ify mengeluarkan HP-nya, ada 1 pesan masuk yang tertera di sana
From : Rio
Maaf fy, aku nggak bisa datang

Ada rasa kecewa di hatinya. Ini merupakan salah satu acara paling penting dalam hidupnya. Ia hanya ingin benar-benar bahagia hari ini, tapi mengapa harus ada kekecewaan lagi? Segitu tak penting dirinyakah sampai-sampai Rio sama sekali tak bisa mengorbankan sedikit waktunya saja? Ataukah ia yang terlalu banyak menuntut? Ify terdiam. Dalam satu tahun ini pun, jangankan bertemu dengan Rio, sekedar mengirimkan sms saja begitu jarang. Pengertian, kesabaran, semuanya telah diberikan Ify hanya untuk bersikap dewasa dan tidak kekanak-kanakkan.
“Fy..” panggil Via
“Eh, ka Via, kita foto yuk”
“Rio?”
“Dia nggak datang” lirih Ify tapi tetap menunjukkan senyuman yang paling manis. Setelah selesai sesi foto. Mereka sekeluarga pulang ke rumah, tentunya setelah Via diantar ke rumahnya. Sesampai di kamar, Ify membuka toga wisudanya, dan membiarkan dirinya dibalut oleh kebaya yang sangat manis.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Iel yang masuk ke kamar Ify, membuat Ify mengangkat wajahnya, sekali lagi menunjukan senyum paling manis, kemudian menggeleng. “Sampai kapan kamu mau bohongin diri kamu? Kakak tau, kamu pasti kecewa dan sedih”
“Nggak kok, aku tau Rio pasti lagi sibuk”
“Ify, Ify, kakak tuh tinggal sama kamu sejak kecil, masa kakak nggak tau gimana kamu sih.”Ify menunduk. Ia memang paling sulit berpura-pura di depan kakaknya ini. Saat semua orang melihat ia baik-baik saja, kakaknya malah yang paling mengerti bahwa ia sama sekali tak baik-baik saja.
“Aku cape ka. Aku nggak tau harus kayak gimana lagi.”
“Kalian berdua udah sama-sama dewasa, bicara baik-baik”
“Tapi, setiap kali aku berusaha untuk berbicara dengannya, pasti selalu ada alasan” ucap Ify mencoba menahan air mata yang sudah siap turun kapan saja. Iel langsung memeluk adiknya itu.
“Kalau mau nangis nggak usah ditahan. Keluarin aja semuanya.” Ucap Iel lembut, membuat Ify mengeluarkan air matanya. Menangis. Entahlah sejak kapan ia selalu menyembunyikan air matanya, entah sejak kapan ia menahan dirinya untuk menangis walaupun ia merasa begitu sakit. Iel tak banyak bicara, karena ia tau, saat ini yang sedang dibutuhkan Ify adalah sebuah teman bukan untuk menasehatinya, namun untuk menemaninya. Setelah Iel merasa tangisan Ify mereda, Iel pun melepaskan pelukannya
“Kamu tau, kakak bakal selalu ada buat jadi sandaranmu” ucap Iel menghapus sisa air mata Ify
“Kakak emang the best” Iel hanya tersenyum.
“Ganti baju, mandi, terus langsung tidur. Biarkan hari ini jadi hari bahagiamu, jangan mikir yang lain” ucap Iel kemudian keluar dari kamar Ify. Ify menuruti perintah kakaknya dengan segera, kemudian mengambil HP-nya berharap setidaknya Rio mengucapkan selamat lewat telpon atau lewat sms. Namun, sampai ia tertidur, sama sekali tak ada balasan dari Rio

Keesokan paginya, tidak seperti malam harinya, wajah Ify hari ini terlihat begitu cerah. Tidak ada kesedihan yang ia sembunyikan. Yang ada hanyalah senyuman paling manis.
“Pagi ma, pagi pa, pagi ka Iel, ka Via” sapa Ify dan langsung duduk di samping mamanya. Ia mengambil beberapa lembar roti .
“Pagi fy” balas semuanya
“Ehem, cerah banget?”
“Apanya ka? Cuaca di luar? Emang cerah kok ka”
“Bukan, wajahmu senang banget. Ada apa nih?” tanya Iel penasaran
“Rio ngajakin aku hari ini. Katanya dia mau ngabisin waktu hari ini, sebagai hadiah kelulusanku kemarin”
“Ohhh, pantesan ada yang senangnya luar biasa. Have fun ya. Aku berangkat dulu. Yuk vi” ucap Iel sambil mengacak rambut adiknya itu, kemudian berpamitan dengan papa dan mamanya.
“Ma, Pa, Ify juga ke kamar dulu ya. Mau siap-siap.” Ucap Ify kemudian langsung masuk ke kamarnya, dan segera mandi. Setelah itu, Ify mengambil rok selutut berwarna hitam, dipadukan dengan blouse berwarna biru, menata rambutnya sedemikian rupa sehingga hari itu ia terlihat begitu cantik dengan pakaian yang sederhana. Ify duduk mendengarkan radio sambil menunggu telpon atau sms dari Rio.
Drrt...drrt.. 1 new message
From : Rio
Maaf fy, akku nggak bisa. Mau ngerjain tugas kampus. Mendadak

Ify yang sebelumnya begitu semangat membuka pesan itu, sedetik kemudian senyuman yang menghias wajahnya pun sirna. Ify mendesah. Entah untuk kesekian kalinya ia harus mendengar alasan-alasan Rio.
“Ma, Ify pergi dulu ya”
“Loh? Emang Rio udah datang?”
“Nggak. Kita ketemunya di danau sana ma” ucap Ify sambil tersenyum tipis, hanya agar mamanya tau ia baik-baik saja
“Ya udah kalau gitu. Hati-hati ya, salam buat Rio” Ify pun mengangguk kemudian mengendarai mobil honda jazz-nya. Tak ada tujuan. Yang ingin ia lakukan hanyalah menenangkan dirinya. Ify akhirnya menghentikan mobilnya di danau yang nampaknya cukup sepi untuk meluapkan semuanya. Ketika berjalan, ia menangkap sosok yang begitu ia kenal. Awalnya hanya ingin memastikan apakah benar yang ia lihat.
“Rio” panggil Ify hampir seperti sebuah bisikan
“Ify” balas Rio yang gelagapan melihat Ify berada di sana. Ia sedang bersama Dea saat ini, salah satu mantannya yang Ify kenal
“Maaf ganggu” ucap Ify kemudian berlari ke mobilnya. Sepertinya ia salah memilih tempat untuk menenangkan diri
“Tunggu fy. Kau bisa jelasin semuanya” ucap Rio dan menghentikan langkah Ify. Ify terpaku di sana. Ia adalah orang yang cukup logis. Walaupun semarah apapun, ia akan tetap memberikan kesempatan untuk menjelaskannya. “Tadi dea curhat tentang pacarnya yang selingkuh. Aku Cuma tenangin dia doang kok fy. Percaya sama aku. Aku nggak ngelakuin apa-apa sama dea” Ify menatap Rio, ia bisa melihat kejujuran di mata Rio, tapi hatinya terlalu sakit
“Aku nggak masalah kamu mau ngomong apa sama Dea. Yang aku masalahin kenapa kamu nggak jujur sama aku? Kenapa kau harus bilang kalau ngerjain tugas kampus yo?”
“Fy”
“Jadi Dea lebih butuhin kamu? Jadi menurut kamu, Dea lebih penting dari aku?”
“Dea teman aku fy. Nggak mungkin aku ngebiarin dia gitu aja dalam masalahnya. Aku udah nggak ada hubungan apa-apa sama Dea, kamu nggak usah cemburuan gitu fy” ucap Rio sedikit membentak
“Aku bukan masalahin kamu ketemu sama siapa yo. Kalau tadi yang duduk adalah Alvin pun, aku bakal marah yo.  Aku pacar kamu yo. Kau juga butuh perhatian kamu, kasih sayang kamu. Aku juga butuh kamu yo. Apa selama ini aku terlalu egois? Apa selama ini aku maish kurang bersabar yo? Apa kamu ingat berapa kali kamu ngebatalin janji kita dan aku nggak ngomong apa? Aku cape yo.” Ucap Ify tak kalah sengit, sambil berlinangan air mata.
“Fy..” Ify menepis tangannya agar tak disentuh Rio
“Maaf yo, aku rasa kita harus introspeksi diri dulu. Aku rasa kita break dulu, supaya kita sama-sama nggak terikat untuk berpikir yang terbaik ke depannya” ucap Ify kemudian masuk ke dalam mobilnya, kemudian melajukannya
“Maafin aku yo” ucap Dea tulus yang mendengar pertengkaran mereka
“Nggak kok de, ini salahku” Rio mengacak-acak rambutnya. Bukan seperti ini yang ia inginkan. Ia terlalu sayang pada Ify. Tapi karena sikapnya, ia menghancurkan segalanya. Empat tahun lebih ia menjalani semuanya dengan Ify dan entah untuk kesekian kalinya ia mengecewakan Ify, namun selalu dimaafkan.

Beberapa minggu kemudian...
“Maaf telat” ucap Rio
“Nggak apa-apa” jawab Ify sambil tersenyum manis. Rio duduk di hadapan Ify. Hari ini di atap gedung tua, mereka memang berjanji untuk meluruskan segalanya.
“Maafin aku atas semua sikapku. Aku emang salah. Aku nggak jujur sama kamu, aku nggak perhatian sama kamu. Aku tau, kesalahanku terlalu banyak sama kamu.”
“Maafin aku juga yo, aku kekanak-kanakkan”
“Fy, kamu inget dulu aku pernah nyatain perasaanku di sini?” Ify mengangguk ”Kamu tau dari dulu aku sayang banget sama kamu fy. Hal yang paling aku takutkan adalah kehilangan kamu. Aku sampai kacau sejak kejadian di danau itu” Rio mengambil nafasnya dalam-dalam, kemudian memegang kedua tangan Ify, menatap Ify lembut. “Di satu sisi, aku sayang banget sama kamu fy. Tapi di sisi lain, aku nggak mau kamu tersakiti lagi dengan setiap sikapku. Karena itu aku rasa, kita sampai di sini saja. Kita mengawali semuanya baik-baik, aku mau kita akhiri semuanya juga baik-baik. ”
Ify terdiam. Haruskah semuanya berakhir seperti ini? Setelah apa yang mereka jalani bersama, harus seperti inikah akhirnya?
“Aku yakin kamu pasti bakal dapat yang terbaik buat kamu” ucap Rio sambul mengacak rambut Ify pelan, kemudian berdiri.
“Apa yang ingin kamu dengar dari aku?” tanya Ify yang mencoba menahan air matanya. Ia berdiri, berhadapan dengan Rio.
“Apa yang ingin kamu dengar dari aku? Jawabankah? Perasaanku? Atau... kamu nggak ingin dengar apa-apa lagi dariku?” tanya Ify menatap mata Rio tajam. Rio hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain, asalkan tidak menatap mata Ify. Karena melihat Ify seperti itu, membuat Rio ingin sekali memeluk Ify dan menghapus air matanya.
“Bodoh! Semudah itukah kamu melepaskanku? Kamu tau sejak kejadian itu aku menangis terus di kamar, selain karena kecewa dengan sikapmu, aku juga nggak mau kehilangan kamu yo. Aku selalu diam dan mencoba menahan semua emosiku Cuma karena aku mau kamu mengubah sikapmu itu sedikit saja. Aku mau kamu sama seperti  Rio yang dulu aku kenal. Tapi ternyata semua emang udha berakhir. Aku Cuma mau kamu tau, kalau rasa sayangku ke kamu begitu besar dan kamu telah mengambil seluruh hatiku.” Ify terdiam, air mata yang ia tahan akhirnya keluar juga. “Pergilah, kalau itu maumu. Kalau itu....” ucapan Ify terhenti. Ia tak bisa berkata-kata lagi karena bibir Rio telah mengunci bibirnya rapat. Begitu lembut dan hangat, membuat Ify kembali menangis. Rio menarik wajahnya, menghapus air mata Ify menggunakan jarinya, kemudian tersenyum
“Kamu tau? Aku tadi hanya berpura-pura ingin putus denganmu, hanya ingin mendengar perasaanmu” Ify membulatkan matanya.
“Rio, bagaimana kalau tadi aku mengiyakan tanpa menjelaskan apa-apa?”
“Aku yakin nggak bakal, karena kamu sayang aku”
“Kamu ngebuat aku beneran takut tadi yo. Kamu keterlaluan, kamu ngebuat aku nangis, kamu..” ucapan Ify kembali terhenti dengan kecupan singkat di bibirnya
“Kalau kamu ngomong lagi, aku cium lagi” ancam RIo
Ify mengembungkan pipinya. Rio hanya tertawa melihat hal itu
“Kamu harus janji ini air mata terakhir yang kamu keluarkan karena aku. Kamu juga harus janji, kamu harus ngeluarin perasaanmu, jangan dipendam, suapaya aku tau kesalahanku” Ify mengangguk
“Fy, marry me?” tanya Rio sambil mengeluarkan sebuah kotak yang berisi cincin berlian. Ify tersenyum, kemudian mengangguk. Rio tersenyum sambil memasangkan cincin itu pada jari manis Ify
“Kita mulai semuanya dari awal lagi. I still love you fy, forever” Ify tersenyum sambil mengangguk
“Ipy, kok Cuma ngangguk aja dari tadi sih?” rengut Rio
Ify pun menutup mulutnya dengan tangannya. “Takut dicium lagi sama kamu. Soalnya kamu bilang kalau aku ngomong, aku dicium lagi sama kamu. ” Rio pun tertawa kemudian mengacak rambut Ify
“Kan kamu calon mrs. Mario, jadi nggak apa-apa dong”
“Tapi tadi kan belum”
“Jadi sekarang nggak apa-apa nih?” goda Rio sambil menaikturunkan alisnya.
“Nggaaaaak...” Ify langsung berlari. Rio hanya tertawa kemudian mengejar Ify

Andaikata sebuah hubungan dianggap seperti rumah, maka kasih sayang merupakan dasar dari sebuah hubungan. Kejujuran, kepercayaan, pengertian merupakan tiang yang akan memperkokoh hubungan itu. Tanpa itu semua, suatu hubungan tidak dapat berjalan baik.
-The end-
Maaf agak frontal. Jangan berpikir yang aneh-aneh ya.