Kamis, 08 Maret 2012

Andai - cerpen

Saat ada dua tempat sebagai pijakan,
manakah yang akan kau pilih? Mimpi ataukah kenyataan?
Dan saat kaupilih berpijak pada mimpi dan bukan kenyataan
apakah kau akan cukup bahagia?

                “Reva!!”panggil seorang cowok bertubuh tinggi, bermata sipit, dengan wajah yang mirip artis Korea Lee-minho, melambaikan tanganya  pada gadis yang sedang duduk menekuni novel yang ia pegang. “Pagi Reva” sapa cowok itu ketika duduk tepat di bangku kosong sebelah gadis yang bernama Reva itu
                “Pagi Ray.” Ucap Reva sambil tersenyum manis, membuat semua cowok akan luluh dengan senyuman itu. Reva adalah gadis cantik, keturunan Jepang-Belanda-Indonesia, kelas X di salah satu SMA favorit di ibukota itu
                “Va, dapat salam dari ka Putra” ucap Ray
                “oh”
                “Kok reaksinya gitu aja?”
                “Terus aku harus gimana, Ray?” tanya Reva gemas dengan tingkah sahabatnya
                “Hmm, senang kek, ngirim salam balik atau apa aja deh. Ka Putra itu kan ketua OSIS, cakep, pintar, baik, kurang apalagi coba?” ujar Ray sambil menerawang wajah Putra. Putra,  kakak kelas mereka yang duduk di kelas XI memang menjadi pujaan di sekolah. Hampir semua gadis akan rela menukarkan apa saja, asalkan bisa bersanding dengan Putra. Namun, itu sama saja seperti membayangkan pangeran berkuda putih datang menjemput. Seantero sekolah pun tahu, Putra yang notabene anak pemilik yayasan di sekolah ini hanya menyukai satu gadis. Reva
“Kalau gitu kamu aja sama dia” dengus Reva
“Aku masih normal Revaaaa. Masih suka sama cewek”
“Tapi sampai sekarang kok belum pacaran?”
“Semuanya ada waktunya Reva. Kayak kamu udah pacaran aja”
“terserah kamu aja deh.”
“Jadi ka Putra dicuekin?”
“Nggak. Aku tetap temenan sama ka Putra kok” ucap Reva sedikit membela diri. Toh, ia memang tetap bersahabat dengan Putra. Bahkan mereka seperti kakak adik
“Kalau ka Arya?” telak. Reva hanya bisa terdiam sambil menggigit sudut bibirnya.
”Aku salah nggak, kalau aku bermimpi punya seseorang, di mana orang itu adalah orang yang aku cintai, dan aku berharap dia akan mencintaiku juga?” tanya Reva sambil menopang dagunya, dan menatap ke luar kelas. Seseorang yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini lewat di depan kelasnya sambil bercanda dengan gadis lemah lembut berambut pendek, dengan pipi yang chubby. Tiara, bendahara OSIS, kelas XI. Gadis itulah yang selalu berada di samping orang itu. Orang itu menatap Reva, kemudian tersenyum sambil melambaikan tangannya. Reva hanya tersenyum, membalas sapaan singkat itu. Arya. Dialah orangnya. Arya duduk di kelas XII, tidak secakep Putra dan tidak se-famous Putra, namun tetap saja Cuma dia yang bisa merebut hati Reva seluruhnya. Hati yang selalu dijaga Reva selama ini. Bagaimana caranya, sejak kapan, entahlah, Reva sendiri tak mengerti.
“Va, kamu dengerin aku nggak sih?”
“Eh? Maaf” ucap Reva menatap Ray sekilas kemudian menatap keluar mencari sosok yang sama. Namun dia sudah pergi dan menghilang. Reva hanya bisa menghembuskan kekecewaannya. Seolah dengan demikian maka, akan hilang bersama udara. “Tadi kamu ngomong apa Ray?” tanya Reva kemudian menatap Ray
“Tadi aku ngomong, nggak salah kok punya mimpi itu. Asalkan kita nggak lupa sama kenyataan. Dan seandainya bukan orang yang saat ini kamu cintai, mungkin orang lain 5 atau 10 tahun lagi. Who knows?” ujar Ray sambil mengangkat bahunya. Reva tersenyum mendengar jawaban sahabatnya. Mudahkah? Ini pertama untuknya. Ia hanya berharap akan berakhir bahagia. Akankah?

*****
Andai kau tak pernah bertemu dengannya
akankah kau mengenal jatuh cinta?
Reva menyesap expresso yang ia pesan tadi. Dan sejak pagi sampai sore ini, ia telah menghabiskan 5 gelas expresso, sambil menyelesaikan makalahnya yang akan dikumpulkan dua hari lagi. Sambil sesekali membuka document baru untuk melanjutkan cerpennya.
“Reva?”
“ka Arya? Kok bisa di sini?” tanya reva, cukup kaget dengan kehadiran Arya di tempat itu.
“Lagi nungguin ka Ivy. Dia minta dijemput. Tapi aku kepagian. Dia baru selesai 2 jam lagi. Kamu sendiri, ngapain di sini?” tanya Arya dan duduk di sebelah Reva, membuat Reva harus berulang kali menarik nafasnya, untuk menetralkan detak jantungnya
“Lagi ngerjain makalah Pak Iwan ka. dua hari lagi dikumpul, tapi belum selesai.” Ujar Reva sambil menunjukkan laptop-nya pada Arya. Arya membaca secara cepat makalah yang dibuat reva itu
“Oh, kalau pak Iwan itu orangnya detail banget. Jadi, bagian ini harus kamu perjelas lagi. Misalnya, gimana sampai larutan itu bisa berubah warna. Faktor2 yang mempengaruhinya jangan Cuma disebutin, tapi juga dijelasin”
“Oh iya ka? Wuaa, thanks banget deh kak” ucap Reva dan tangannya mulai menari-nari di atas keypad laptop nya itu. Dengan bantuan dari Arya, maka makalah itupun dapat diselesaikan dalam waktu 2 jam
“Makasih banget ya ka bantuannya. Kalo nggak ada ka Arya, mungkin sampai besok pagi aku masih ngerjain makalah ini”
“Kamu bisa aja. Aku senang kok kalo bisa ngebantu kamu” ujar Arya sambil mengacak rambut Reva, membuat Reva harus memalingkan wajahnya agar tak terlihat rona merah di kedua pipinya. “Putra nggak nemenin kamu?”
“Ka Putra?” tanya Reva balik dan dibalas dengan anggukan dari Arya “Kenapa ka Putra harus nemenin aku?”
“Lho? Kalian bukannya pacaran?”
“Nggak kok ka. Emang kenapa ka, kalo aku pacaran sama ka Putra, jealous ya?” tanya Reva sedikit memancing reaksi Arya.
“Kalo iya kenapa?” jawabnya membuat Reva terpaku “canda kali. Nggak usah dipikirin gitu ah.” Ucap Arya sambil menepuk-nepuk puncak kepala Reva, membuat Reva mau tak mau tersenyum tipis. Ia tak ingin bahwa itu semua hanya candaan semata. Reva kembali menatap laptopnya, dan mengetik beberapa kalimat
“Ngetik apa?”
“Cuma cerpen doang ka”
“Boleh aku baca?”
“Jangan! Jelek kak”
“Ya udah deh”
“Cinta itu kayak expresso ya ka. Ada rasa pahit dari kopi, namun ada rasa manis dari susu. Tinggal bagaimana kita ingin merasakannya.” Ucap Reva membuat Arya menatapnya dengan mengerutkan kening
“Kamu lagi jatuh cinta?” tanya Arya penuh selidik
“Aku Cuma terinspirasi dari Expresso yang aku minum aja tadi” jawab Reva sambil nyengir dan menunjukkan 5 cangkir kosong yang ada di atas meja.
“Ya ampun va, minum kopi kebanyakan nggak bagus buat kesehatan loh”
“Iya ka. Cuma hari ini doang kok.”
 “Arya! Reva!”
“Kak Ivy! Udah lama banget nggak ngeliat kak Ivy.” Ucap Reva sambil memeluk wanita yang berada di depannya. Ivy adalah kakak satu-satunya yang dimiliki Arya
“Kalau aku tau Arya lagi bareng kamu, tadi aku lama-lamain aja buat datang ke sini. Supaya kalian bisa lebih lama berduaan”
“Kak Ivy , jangan mulai deh” ucap Arya. Reva hanya tersenyum. Ivy memang sering menjodohkan dirinya dengan Arya, yang akan dibalas Arya dengan sikap sedikit salah tingkah. Atau itu hanyalah angan Reva?
“Pulang yuk. Ayo Va, bareng kita aja” ajak Ivy
“Eh? Nggak usah ka. Aku pulang sendiri aja”
“Pulang sendiri atau minta dijemput Putra?” tanya Arya sambil mengedipkan sebelah matanya pada Reva. Reva pun membulatkan matanya, sedetik kemudian memukul lengan Arya dengan tas yang ia pegang
“Ampun Va, ampun.”
“Udah Reva bareng kita aja. Nggak baik anak gadis pulang malam2 sendirian”
“Tapi..”
“Nggak usah banyak komentar” balas Arya sambil menarik lengan Reva, membuat Reva mau tak mau mengikuti kakak beradik itu. Apakah ini mimpi?

*****
Andai waktu cukup adil, mempertemukan  kau dengannya lebih awal
apakah  yang akan bersamanya saat ini adalah dirimu?
                ###
                “Kakak yang namanya Arya?” ucap gadis itu sambil meremas jari-jarinya, ketika melihat seorang cowok sedang duduk bersender di pohon dan menikmati udara sejuk pagi itu.
                “Iya. Ada apa?”
                “Aku disuruh sama kakak OSIS buat minta tanda tangan kakak. Ka Arya mau tanda tangan?” tanya gadis itu sambil menyerahkan sebuah buku dan sebuah pena ke hadapan Arya.
                “Siapa namamu?” tanya Arya sambil mengambil buku dan pena yang disodorkan tadi
                “Reva”
                “ini bukumu. Sudah aku tanda tangani”
                “Makasih ka” ucap Reva sambil berlari ke arah teman2nya yang lain. Reva membuka buku itu, kemudian senyuman terukir di wajahnya. *Just for the angel named Reva. From Arya J*
                ###
                Reva senyum2 sendiri mengingat pertama kali ia mengenal Arya. Dari situ juga ia kenal dengan Ivy, dan dekat dengan keduanya. “Selamat yaa..” ucap beberapa anak sambil menyalami Arya. Reva terpaku di tempatnya, sambil menggenggam erat novelnya. Hari ini tentu bukan ulang tahun Arya. Dan hari ini bukanlah hari kelulusan. Lantas, mengapa harus memberi selamat? Apakah Arya....
                “Va, kamu nggak nyelamatin aku?” tanya Arya dan menghampiri reva
                “Buat?”
                “Semalam aku jadian sama Tiara” jawab Arya sambil terus memamerkan sederet gigi putihnya.
                “Selamaaat ya kaaaaa. Jangan lupa loh PJ-nya. Oh ya, ka Tiara mana? Aku cari dia dulu ah, mau ngasih selamat sekaligus minta PJ juga” ujar Reva sambil berlari melambaikan tangannya pada Arya. Reva terus memberikan senyumannya, tanpa Arya tau bahwa 1 kalimat itu telah meluluhlantakkan hati Reva hingga berkeping-keping. Senyumannya itu hanyalah topeng, untuk menutupi segala perasaannya. Pertahanan Reva hancur ketika ia sampai di taman sekolahnya. Air matanya tak bisa terbendung lagi.
                “Kalau aku ketemu sama ka Arya lebih dulu dibanding ka Tiara, apakah akhirnya akan tetap begini?” lirih Reva
                               
*****
Andai kau tak pernah jatuh cinta padanya,
apakah semuanya akan lebih baik?
                “Nggak akan ada yang pernah tau, apakah dengan awal yang berbeda, maka akhirnya akan berbeda ataukah tetap sama” Reva mencoba menghapus jejak air mata di wajahnya. Namun semakin ia hapus, semakin deras keluarnya.
                “Kalau mau nangis, nangis aja. Nggak usah ditahan. Asalkan besok jangan nangis lagi” ujar Putra sambil menahan tangan Reva.
                “Aku nggak mau kelihatan lemah kak”
                “Nangis bukan artinya kamu lemah. Nangis, sedih itu bagian dari perasaan manusia.” Ujar Putra “Jadi kamu nangis kenapa? Bukan karena novel itu kan?” tanya Putra sambil menatap novel yang berada di tangan Reva
                “Karena novel ini kok ka”
“Jangan bohong sama aku” Reva menggigit sudut bibirnya. Salah satu kebiasaannya jika ia benar2 kehilangan kata-kata “Karena dia?” tanya Putra lembut seolah takut menyakiti reva. Tanpa menyebut namanya saja, sudah cukup membuat Reva menangis lagi. Putra menarik Reva ke dalam pelukannya. Hanya terdengar isakan dari Reva.
“Seandainya saja aku nggak pernah ketemu sama dia. Atau seandainya aku nggak pernah jatuh cinta padanya”
“Apakah itu akan menjamin kamu bahagia?” tanya Putra sambil melepaskan pelukannya. “Banyak hal yang bisa kamu pelajari. Setidaknya tentang Cinta” ujar Putra pelan membuat Reva kembali menangis. Ia tak cukup yakin dapat menghentikan tangisannya

*****
Dan saat kau sadar ‘andai’ itu akan selalu menjadi ‘andai’
dan takkan pernah menjadi nyata, apa yang harus kau lakukan?
Menyesalkah?
                “Kok pergi sih va?” tanya Ray
                “Mama sama papa harus pindah kerja ke spanyol. Mereka nggak tega ninggalin aku sendiri. Makanya aku harus ikut mereka. Lagian setelah aku pikir2 juga, mungkin aku bisa lebih nenangin diri dan ngelupain perasaanku sedikit demi sedikit.”
                “Aku yakin kok, kamu pasti akan dapat yang terbaik.”
                “Ya. Aku percaya. Sahabatku pernah ngomong ke aku kalau mungkin saja aku ketemu orang yang aku cintai dan dia mencintaiku juga, 5 tahun atau 10 tahun lagi. Who knows?” ujarku sambil mengedipkan sebelah mataku pada Ray
                “Oh yah, dan aku yakin bahwa sahabatmu itu pasti orang terkeren sentero jagad raya.”
                “Yah terserah kamu aja”
                “Ntar aku duduk sama siapa Va? Sedih deh nggak ada kamu”
                “Siapa tau, ada gadis cantik lain yang akan duduk di tempatku dan akan menjadi pacarmu?”
“Ah, kalau itu, aku rela kamu pergi” ujar Ray sambil terkekeh membuat Reva meninju pelan lengan Ray.
                “Reva? Kamu mau ke Spanyol? Kok nggak bilang aku? Kok mendadak?” ujar Arya sambil berlari menghampiri Reva diikuti Tiara dan Putra. Lagi-lagi Reva hanya bisa tersenyum getir memandang pasangan itu.
                “Maaf ka. Mama juga ngasih taunya mendadak.”
“Hati2 kamu di sana. Jangan lupa makan, jaga kesehatan, jangan minum banyak kopi, hm satu lagi yang paling penting. Jangan lupain aku”
“Aku nggak pernah ngelupain ka Arya, ka Tiara, ka Putra, Ray, semuanya. Aku selalu ingat kalian. Kalian punya goretan kisah masing2 dalam hidupku. Makasih ya. Maaf juga kalau aku banyak salah sama kalian.” Ucap Reva sambil memandangi mereka satu per satu. “Ka Putra, nggak mau ngasih kata2 perpisahan nih buat aku?” tanya Reva jail melihat Putra yang dari tadi hanya terdiam memandang wajah Reva
“Aku sayang kamu. Aku akan selalu  kangen sama sosokmu. Cuma ada 1 Reva di sini.” Ucap Putra sambil menunjuk hatinya “Kalau ada cewek bule, bawain satu ya buat kakakmu ini”
“Dasar ganjen” celetuk Reva sambil mencubit perut Putra. Putra hanya tersenyum kemudian mengacak rambut Reva. “Jangan nangis lagi. Nggak ada aku buat menghapus tangismu” Reva mengangguk kemudian memeluk sosok di hadapannya itu yang sudah seperti kakaknya sendiri.
“Makasih. Aku pergi ya..” Reva pun melambaikan tangan pada mereka berempat.


****
Jika cintamu pun bertepuk sebelah tangan, mungkin bukan saat ini mendapat orang yang kau cintai dan  mencintaimu juga. Tapi mungkin 5 tahun lagi...10 tahun lagi...Who knows? Bukankah Tuhan selalu punya rencana indah yang nggak pernah bisa ditebak?

The end


Cerpen gaje.. Hahaha