Ketika setiap kenangan itu menyeruak kembali,
itu hanyalah terlihat seperti setumpuk film lama,
karena kau takkan pernah benar2 menghayatinya lagi
Masalahnya, apakah itu ‘hanya’ sebatas ‘film’ semata?
itu hanyalah terlihat seperti setumpuk film lama,
karena kau takkan pernah benar2 menghayatinya lagi
Masalahnya, apakah itu ‘hanya’ sebatas ‘film’ semata?
Aku menatap jam yang tergantung manis di dinding kamarku. Jarum detik dan menit saling mendahului siapa yang mencapai angka 12. Jari-jariku kembali menari-nari di I-phone ku. Aku mengirimkan beberapa pesan singkat pada sahabat2ku, mengajak mereka menonton film yang sangat ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Sambil menunggu balasan mereka, aku membuka social network yang mungkin akan segera ditutup, Facebook.
Mario Haling à Shilla Zahrantiara
Iya, aku lagi di jakarta. Tapi bentar lagi balik ke bandung.
Aku terdiam menatap nama itu. Sudah berapa lama aku tak melihat namanya menghiasi Handphone-ku? Sudah berapa lama aku tak pernah mendapatkan sms darinya lagi? Entahlah. Bahkan lewat facebook pun, ia tak pernah mengirim pesan, walau itu hanya sekedar menyapa atau menanyakan kabar. Jakarta – bandug, itu bukan jarak yang terlalu jauh. Namun 2 tahun aku benar2 tak pernah bertemu dengannya. Aku menggigit sudut bibirku. Aku membuka laptopku, kemudian folder foto, dan aku menatap beberapa fotoku denganna. Aku bukannya berharap padanya, tapi aku hanya ingin mengabadikan segala kejadian dalam hidupku.
Aku ingat semua yang terjadi antara ia dan aku. Semuanya berawal ketika aku duduk kelas 2 SMA. Aku begitu usil menjodohkannya dengan Sivia, sahabatku. Tapi sungguh, aku benar2 tak punya perasaan apapun saat itu. Yah, setidaknya saat itu, aku memang tak merasakan apapun padanya. Namun semuanya berubah. Benar2 berubah. Ketika aku dan sahabat2ku menggodanya dengan Sivia, sahabat2nya malah menggodanya denganku. Setiap pulang sekolah, ia selalu mengantarkanku pulang ke rumah. Bukan dengan mobil atau motor, tapi berjalan kaki, karena jarak rumah dan sekolah yang memang tak jauh. Setiap malam, ia akan selalu mengirimkan sms padaku, walau itu hanya sekedar menanyakan aku sudah makan, atau aku telah selesai mengerjakan tugasku. Ia akan selalu menggodaku dengan Alvin, teman sekelasku, dan aku akan menggodanya dengan Sivia. Ia membuat aku tak merasa sendiri. Ia merajut semua kenangan manis itu satu per satu dengan baik dalam memoriku. Aku tak pernah sadar, sampai semuanya telah terbentuk. Tak pernah ada kata ‘jadian’ di antara kita. Tak pernah ada kata sayang atau suka yang keluar dari mulut kita. Semuanya begitu ‘abu-abu’ dan aku sadar, bahwa di dunia ini terkadang tidak selalu hitam dan putih. Sampai akhirnya ia memberikanku sebuah gitar dengan pita bertulisan ‘I love you’, yang sama sekali tak pernah ku minta darinya. Aku tak mengerti apa yang terjadi saat itu. Atau mungkinkah aku berpura-pura tak mengerti? Entah bagaimana, sejak kejadian itu Ia pun mulai menjauh dariku. Atau aku yang menjauh darinya? Aku sayang padanya, namun keegoisanku menang dan mengalahkan segala rasa yang aku yakini itu hanya sesaat dan akan segera hilang. Salah! Aku merasa kehilangan. Tak ada lagi orang yang selalu menemaniku pulang, mengirimkan sms padaku, menggodaku, tapi bukan hanya sebatas itu. Aku kehilangan seseorang yang benar2 berarti dalam hidupku. Ya, kehilangan sampai sekarang.
******
Ketika semuanya telah berlalu
dan setiap orang sudah melupakan yang ‘dulu’
Mengapa harus dipertemukan lagi?
dan setiap orang sudah melupakan yang ‘dulu’
Mengapa harus dipertemukan lagi?
Aku menggerak-gerakkan kakiku, tanda bahwa aku sudah bosan menunggu. Lemon tea dan popcorn yang rencanannya akan ku habiskan ketika film dimulai, malah sudah habis separuhnya. Aku mengeluarkan HP-ku menghubungi teman2ku itu. Namun yang ku dengar adalah suara perempuan yang akan selalu mengulang kalimat yang sama, voice mail.
“Dari mana aja sih kalian?” tanyaku segera ketika melihat sahabat2ku masuk.
“maaf, maaf. Tadi aku telat bangun” ucap Shilla
“Yeah, no wonder” ucapku sambil memutar bola mataku. Shilla memang yang paling sering terlambat dibanding kami semua. Seharusnya berteman dengannya 4 tahun, membuatku ingat sifatnya itu.
“Ya udah masuk yuk” ajakku
“Tunggu. Kurang 1 orang” ucap Shilla lagi membuat aku mengernyitkan keningku. Aku, Sivia, Shilla, Angel, Agni, Iel. Aku menghitung berulang kali, namun hasilnya tetap 6. Kenapa aku membeli 7 tiket seperti permintaan Shilla? Ah ya, mungkin Shilla mengajak temannya. Tak apa bukan?
“Fy, aku boleh kan ngajak seseorang?”
“Nggak apa2 Shill, makin banyak makin seru kan.” Ucapku sambil tersenyum tipis. Namun senyumanku itu segera hilang ketika melihat sosok yang baru saja masuk dan menghampiri kami
“Maaf ya telat”
“Nggak apa2 kok” ucap sahabat2ku. Aku? Aku masih terpaku memandangnya. Ia cukup berubah dari 2 tahun yang lalu. Tubuhnya semakin tinggi dan sedikit berotot membuat tubuhnya terlihat atletis. Kacamata bertengger di pangkal hidungnya, membuat ia semakin tampan. Tapi ada yang tak berubah. Senyumnya selalu sama. Senyum yang baru aku sadari bahwa dapat meluluhkan semua perempuan yang ada. Dan juga, parfume – nya tetap sama. Mengapa aku masih saja mengingat setiap detail darinya?
“Hai fy” sapanya membuat aku tersadar dari lamunanku.
“Hai ka. Kok bisa di jakarta?”
“Lagi ada urusan bentar”
“Ooh, dari kapan ka di jakarta?”
“Udah dari minggu lalu”
“Kapan balik ke bandung?”
“Hmm, minggu depan kayaknya. Toh juga masih liburan”
“Ehm, Ify, ka Rio, CLBK-nya ntar aja ya. Film-nya udah mau mulai” ucap Shilla membuatku mendengus sebal. Ah bukan. Sebenarnya aku sama sekali tidak sebal. Aku hanya sedang mencegah euphoria yang muncul di hatiku. Mencegah sebelum semuanya terlambat.
Aku mengikuti langkah sahabat2ku. Aku tak tau apa ini disengaja oleh sahabat2ku atau tidak, yang pasti saat ini, di samping kiriku Via, sedangkan ka Rio berada di samping kananku. Well, aku Cuma berharap aku bisa berkonsentrasi untuk nonton
“Iiiih, keren banget tuh film. Efeknya itu loh yang keren” ucap Shilla bersemangat sambil kami berjalan keluar dari bioskop
“Jadi pengen nonton ulang” ucap Via kali ini
“Jelek ah. Bagusan novelnya” timpal Iel
“Kamu aja yang nggak pake kacamata makanya nggak bisa ngeliat itu film bagus banget” ujar angel dan disetujui yang lain dengan anggukan, nampak sewot mendengar komentar Iel
“Itu kan pendepatku. Kita bebas untuk mengeluarkan pendapat dong” ucap Iel diplomatis membuat sahabatku yang lain menyerah berargumen dengan Iel
“Kalo menurutmu gimana fy?” tanya Angel membuatku agak kaget karena menjadi korban berikutnya
“Bagus” ucapku dengan nada datar dan sama sekali tak menunjukkan ekspresi apapun
“Diiiih datar banget sih?”
“Iya nih. Bukannya kamu penggemar film itu ya?” tanya Via bingung melihat reaksiku. Ya, aku memang mkenyukai film itu dari awal namun konsentrasiku benar2 buyar menyadari ka Rio yang duduk di sampingku dan aku sama sekali tidak sedang bermimpi.
“Maklumlah. Ify kan lagi konsentrasi buat netralisir detak jantungnya gara2 duduk sebelahan gitu” celetuk Shilla. Damn! Ah, kenapa ia benar2 mengetahui jalan pikiranku? Aku menatap ka Rio mencoba mencari pembelaan, namun ia hanya tersenyum sambil mengatur letak kacamatanya
“Maksudnya duduk sebelahan sama Via? Iya sih. Aku kan memang menyukai Via dari dulu” ucapku sambil menhedip-kedipkan mataku
“Kok bawa namaku sih?”
“Yakin nggak salah nyebut nama? Kayaknya kalimatmu lebih cocok ke sebelahmu yang satunya lagi deh”
“Lagian nggak usah pura2 gitu ah. Jujur aja.” Sungguh! Aku tak tau sejak kapan mereka belajar dariku cara menggoda orang dengan baik seperti ini. Well, ini namanya senjata makan tuan
“apaan sih kalian” ucapku tak ingin kalah
“Udah, udah, mending kita makan aja yuk” ucap ka Rio menengahi
“Duuuh romantisnya dibelain” goda Shilla
“Udah Shill. Yuk” ucapnya lagi dan langsung menggenggam tanganku. Hei, ini pertama kalinya ia menggenggam tanganku. Dulu walaupun kita dekat, tapi ia sama sekali tak pernah menggenggam tanganku. Pipiku memanas, aku yakin sebentar lagi muncul semburat merah.
“Hmm, ka Rio, tanganku”
“Eh maaf refleks” ucapnya. Sebenarnya aku ingin sekali membiarkan ia menggenggam tanganku, namun aku sudah berjanji tak ingin memunculkan rasa apapun lagi. Selain itu sahabat2ku dengan baiknya cekikikan di belakangnku seolah benar2 bahagia melihatku salah tingkah seperti tadi. Karena itu, semuanya harus dihentikan dari sekarang.
******
Dan saat semuanya terlihat begitu mudah
Ketakutan pun ikut menapak, memberi jejak dalam setiap kejadian
Mengingatkan bahwa tak ada yang benar2 mudah di dunia
Ketakutan pun ikut menapak, memberi jejak dalam setiap kejadian
Mengingatkan bahwa tak ada yang benar2 mudah di dunia
From : ka Rio
Fy, ada yang mau aku bicarakan sama kamu. Aku tunggu kamu di tempat biasa, sekarang.
Aku masih terus menatap layar i-phone – ku. Sudah seminggu sejak kejadian nonton di bioskop. Sudah seminggu pula, aku kembali dekat dengannya. Ia selalu mengajakku jalan berdua. Ia mengirimkan sms seperti dulu membuat rasa yang selama ini ku cegah, berusaha keluar dan memenangkan hatiku. Hanya ada 4 kata, aku masih sayang padanya. Tapi aku juga takut. Aku takut bahwa semua ini hanyalah mimpiku. Aku takut bahwa akhirnya kita akan tersakiti juga. Aku takut aku tidak dapat benar2 bahagia. Aku segera mengganti pakaianku dan berjalan menuju tempat yang memang tak terlalu jauh dari rumahku. Ketika aku sampai, aku dapat melihat ia yang duduk sambil memandang ke depan. Aku duduk di sampingnya
“Aku kira kamu nggak datang” ucapnya
“Aku yakin kamu pasti tau bahwa aku adalah orang yang selalu menepati janji” ucapku membuat ia tersenyum “Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?” tanyaku to the point
“Ah, dan aku lupa bahwa kamu adalah orang yang tidak suka basa basi” ucapnya membuat kami berdua tertawa, seolah menikmati sore ini. “Besok aku balik ke bandung” ucapnya lagi. Seharusnya aku ingat bahwa segala kebersamaan dan kebahagiaan ini hanyalah sesaat dan tak bertahan lama. Kenapa aku tetap saja membiarkan perasaanku yang menang? Aku masih menunggu lanjutan dari kalimatnya. Tapi ia hanya diam dan memandang awan yang menghitam. Aku tak mengerti mengapa ia harus mengatakan ini padaku. Atau sekali lagi aku berpura-pura tak mengerti? Rintik-rintik hujan mulai membasahi aku dan dirinya.
“Ayo pulang” ujarnya sambil menarik tanganku. Kali ini aku tidak akan memintanya untuk melepaskan, karena aku tak mau kehilangan dirinya lagi. Hujan semakin deras membasahi bumi. Aku dan dirinya pun benar2 basah kuyup, untungnya rumahku memang tak terlalu jauh dengan tempat tadi. Tapi bagaimana dengannya? Apa aku tega membiarkan ia pulang kehujanan?
“Masuk dulu” ajakku sambil berusaha membuka pagar tinggi yang ada di depan rumahku
“nggak usah, aku pulang aja”
“Hati2” ucapku masih berusaha membuka pagar. Mengapa jadi terlihat begitu sulit? Apa karena hujan? Atau karena perasaanku yang tak menentu?
“Fy..” panggilnya membuatku menghentikan aktivitasku dan memandangnya “ada 1 hal yang seharusnya aku ucapkan 2 tahun lalu. Aku sayang kamu” Kunci yang ku pegang jatuh begitu saja. Aku mencoba menyadarkan diri bahwa aku sedang tidak bermimpi. Tangan kirinya memegang tangan kananku, sedang tangan kanannya menyelipkan rambut di belakang telingaku. Jari-jarinya menelusuri setiap wajahku, kemudian mengangkat sedikit wajahku. Ia mendekatkan wajahnya, dan aku hanya bisa menutup mataku. Ada getaran yang menjalar di seluruh tubuhku ketika bibirnya menyentuh bibirku dengan lembut. Dinginnya hujan pun tak ku rasakan, karena hanya ada kehangatan di sana. Ia menjauhkan wajahnya dariku
“Aku sayang kamu fy, sampai sekarang.” Bisiknya tepat di telingaku
“Aku...” aku mendorong sedikit tubuhnya menjauh dariku “Aku juga sayang sama kamu ka Rio, tapi ”
“Jarak?” tanyanya seolah tau bahwa semuanya tak akan pernah berjalan mulus untuk sebuah hubungan jarak jauh. Aku mengangguk.
“Kamu harus percaya pada cinta kita bahwa semuanya akan berjalan baik2 saja, asal kita saling percaya dan menjaga hati kita” ucapnya kemudian memelukku. Dia memberikan aku ketenangan
“Aku percaya” ucapku sambil membalas pelukannya. “I love you ka Rio”
“I love you too, dear. ” ucapnya dan mengeratkan pelukannya “It’s not ending”
“I know”
******
Semua ini bukan tentang menang atau kalah
berhasil atau gagal
Happy ending atau sad ending
Ini adalah sepenggal kisah yang tak pernah benar2 berakhir,
hanya sebatas kata
berhasil atau gagal
Happy ending atau sad ending
Ini adalah sepenggal kisah yang tak pernah benar2 berakhir,
hanya sebatas kata
The end----
0 komentar:
Posting Komentar