Senin, 27 Juni 2011

Ketika sang waktu ........... - cerpen

Terkadang ketika mengakhiri sebuah hubungan,
Kita ingin sekali tak pernah melihatnya lagi.
Namun, terkadang waktu akan berbicara lain

                “maaf” hanya itu yang terlontar dari bibirku, ketika aku secara tak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Aku membantu orang yang ku tabrak tadi. “Ify?”
                “Rio?” Kami berdua sama-sama diam. Tak ada kata yang bisa kami utarakan
“Maaf ya” ucapku sekali lagi.
“Nggak apa2 yo. Aku juga yang salah, nggak ngeliatin jalan” Ia pun tersenyum tulus “aku duluan ya” ucapnya dan hendak pergi, namun ku tahan tangannya
“Sibuk nggak? Udah lama nggak ngobrol” ucapku. Yah, aku hanya ingin mengobrol. Tak lebih. Sungguh! Aku tak mengharapkan ia kembali padaku. Walaupun jauh dalam lubuk hatku aku masih sangat menyayanginya, tapi aku tau ia sudah milik orang lain. Nampak ia berpikir sejenak, kemudian mengangguk. Aku mengajaknya ke salah satu cafe.
“Permisi mas, mau pesan apa”
“Hot frappucino 1 & ice choccolate 1” ucapku pada pegawai cafe itu. Pegawai itupun segera pergi.
“Kamu masih ingat?” tanyanya nampak tak percaya bahwa aku masih sangat mengingat apa minuman yang ia sukai. Aku hanya tersenyum kemudian mengangguk.
Tak lama minuman pun datang. Tangan kiriku, menopang daguku dan tangan kananku hot frappucino yang telah ku pesan. Aku masih saja menatap gadis yang ada di hadapanku. Sudah berapa tahun aku tidak bertemu dengannya. Selama itu pun, ia masih saja menempati hatiku. Mengapa aku tak bisa melupakannya? Mengapa aku terus saja mengenang apa yang terjadi di antara ku dan dia? Ia meminum ice chocolate-nya, sambil menyingkirkan sedikit rambutnya. Ah, dia sama sekali tak berubah. Atau aku yang terlalu mengingat setiap gerakannya?
“Gimana kabarmu?” tanyaku memecah keheningan di antara kami berdua. Dia mengangkat wajahnya, kemudian tersenyum
“Baik. Kamu?”
“Seperti yang kamu lihat”
“Kamu kurusan yo”
“Masa sih, Cuma perasaanmu aja”
“Gimana?” Aku menaikkan sebelah keningku, tak mengerti dengan apa yang diucapkan “maksudku sekarang kamu sama siapa? Pacarmu” tanyanya agak hati-hati, mungkin takut aku terluka lagi dengan kejadian yang dulu.
“Nggak ada”
“Masa sih?”
“Iya”
“Kenapa? Aku yakin pasti banyak yang mau sama kamu”
“Iya sih, tapi masih sulit ngelupain kamu. ” ekspresi wajahnya langsung berubah, seperti merasa bersalah “bercanda kok. Emang belum ada yang cocok” akhirnya dia sedikit tersenyum. “Gimana hubunganmu dengan Gabriel?”
“Baik. Hmm, minggu depan kami akan tunangan”
“Selamat ya. Jangan lupa undangan loh” ucapku. Ia pun tersenyum manis. Aku sangat merindukannya. Jika aku boleh menukar apapun, asalkan aku bisa bersamanya lagi, aku mau.
******
Seandainya cinta itu bisa dihindari
                Atau, waktu tidak mengizinkannya datang...

“Fy, kamu udah punya pacar?”
“Belum yo”
“Boleh nggak aku jadi pengisi hatimu itu?” Ify nampak tersentak dengan kata-kataku
“Aku sayang kamu Alyssa. Aku serius” anggukan dari Ify ditambah senyuman manisnya membuatku menariknya ke dekapanku. “makasih ya”
******
Melebur bersama sang waktu
Hanya waktu, yang dapat membuat segala sesuatunya

“Yo, kok bengong?” aku tersadar dari lamunanku yang lama.
“hehe. Gimana acha?” tanyaku padanya. Acha merupakan adik Ify. Dulu aku begitu dekat dengan Acha
“Udah SMP sekarang. Dia masih sering nanyain kamu, tapi aku selalu jawab nggak tau, karena aku memang nggak tau kabarmu. Kamu ngilang gitu aja.”
“Hehe.biasa orang penting mikirin ngeara” Ia pun langsung memukul kepalaku dengan tas kecilnya yang ia bawa. Aku tertawa.
“Kamu masih narsis aja” ucapnya sambil memanyunkan bibirnya. Dia benar2 tidak berubah. Semuanya yang awalnya terasa begitu kaku, akhirnya melebur bersama candaan dan waktu. “Yo, pinjem HP-mu dong. Aku mau mengirimkan sms untuk iel”
 “Hmm, setting untuk message-ku agak bermasalah. Daripada sms kamu pending, mending kamu telpon aja dia.” Aku memberikan HP-ku. Aku berbohong. Setting message-ku tak ada yang bermasalah. Letak masalahnya hanyalah diriku yang masih saja menyimpan semua sms darinya. SMS yang  tak pernah ku hapus dan kubiarkan selalu ada di dalam inbox-ku, agar setiap malam atau kapan saja aku rindu padanya, aku dapat membacanya lagi, dan lagi! Bukan karena aku terlalu terikat dengan masa lalu, atau aku tidak mau membuka hatiku pada orang lain. Aku hanya membiarkan sisa hidupku ini berlalu dengan kenangan yang dia berikan padaku. Kenangan yang sebenarnya ingin sekali ku hapus, namun tak pernah berhasil. Aku menatapnya yang sedang mengobrol dengan Gabriel, tunangannya. Aku mengangkat sebelah alisku, menahan rasa sakit yang ada di dadaku. Aku mencoba menarik nafas yang dalam, agar oksigen dalam paru-paruku dapat diganti dengan cepat. Sekali lagi, aku tak beruntung karena ketika aku menghirup udara, yang ku hirup adalah wangi parfum green tea yang ia gunakan. Membuatku ingat pada setiap kenangan yang ia berikan padaku.
*******
Ketika sang waktu tak adil, dan  cinta itu tak bisa dihindari
                Apa yang akan dipilih?
                Tak pernah jatuh cinta
                Atau jatuh cinta, walaupun pasti ada bagian  pahitnya?

“Yo, aku rasa hubungan kita harus berakhir” Aku terdiam menatap matanya mencoba mencari kejujuran di sana. Atau lebih tepatnya aku mencari ketenangan untuk diriku. Aku tak bisa melepaskan dirinya.
“Kita nggak bisa bersatu yel. Banyak ketidak cocokkan antara kita. Semakin kita memaksa untuk menyatukannya, salah satu dari kita malah akan tersakiti”
“Baiklah kalau itu membuatmu bahagia” ucapku

*******
Ketika waktu mengabulkan apa yang kau inginkan
pada saat detik-detik terakhir,
perasaanmu antara bersyukur
 atau menyesal karena itu tidak terjadi lebih awal
                 
“Yo! Kebiasan banget sih bengong” Ternyata ia sudah selesai berbicara dengan tunangannya itu. Ia pun menggeser HP-ku di atas meja. “Makasih ya.” aku Cuma menarik salah satu sudut bibirku membentuk sebuah sneyuman.
“Aku mau minta maaf untuk kejadian yang dulu”
“Yang dulu biarkan saja berlalu”
“Aku menyayangimu yo” ucapnya getir, seolah sedang menahan perasaan yang membuncah dalam hatinya. Aku menatap matanya, matanya mulai mengeluarkan air mata. Aku mengacak rambutnya pelan
“Hei, jangan nangis. Aku tau dulu kamu menyayangiku”
“Sampai sekarang” desisnya pelan, namun masih dapat aku dengar
“Fy” aku memegang tangannya,mengangkat wajahnya yang tertunduk, menatap matanya dalam “aku nggak mau aku jadi menyesal karena mengajakmu ke sini. Kamu udah punya Iel, fy. Dia tunanganmu. Aku yakin kamu pasti menyayanginya, karena ketika hubungan kita berakhir, kamu bersamanya bukan? Berarti kamu memang memiliki perasaan sayang padanya”
“Maafin aku yo. Setelah aku menjalaninya, aku sadar bahwa Cuma kamu yang paling mengerti aku. Aku ingin kita kembali seperti dulu, namun saat itu kamu sudah pergi meninggalkan aku dengan segala rasa bersalah.”
“Pasti dia juga akan mengerti dirimu fy.”
“Aku takut kehilangan kamu yo” Ia pun mengeluarkan air matanya, yang sedari tadi ia tahan. Ku hapus menggunakan jariku
“Aku selalu ada buat kamu kok. Sebagai sahabat
“Kamu masih sayang sama aku?” Aku tersentak mendengarnya. Apa yang harus ku jawab? Iya? Aku tak ingin menghancurkan hubungannya. Tidak? Tapi aku tak ingin berbohong
“Kalau iyapun, kamu nggak bisa apa-apa fy. Satu minggu lagi kamu tungangan fy. Kita juga nggak bisa bersatu”
“Kenapa?”
“bukankah kamu yang bilang bahwa begitu banyak ketidakcocokan antara kita?”
“Tapi aku sadar yo, aku salah”
“Nggak. Kamu nggak salah fy. Aku sadar, kita memang nggak pernah bisa bersatu”
“Kenapa?”
“Aku kanker stadium 3 fy, dan itu nggak bisa menyatukan kita. Aku yakin Gabriel orang terbaik buat kamu. Yang perlu kamu lakukan hanyalah melupakan aku, melupakan rasa bersalahmu, lihat masa depanmu dengan Iel, dan menyayanginya dengan tulus seperti dulu ketika hubungan kita berakhir. Kamu harus tau fy, aku nggak pernah marah sama kamu atas keputusanmu saat itu. Kamu membuatku sadar bahwa hidup ini tak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dulu aku seringkali menyalahkan sang waktu yang mempertemukan aku dan kamu, namun pada akhirnya malah memisahkan aku dan kamu. Walaupun begitu, aku ingin berterima kasih pada waktu karena ia mengenalkanmu padaku, dan mengenalkan arti cinta padaku.” Aku menatap setiap lekuk wajahnya. Nampaknya ia sedikit terperangah dengan apa yang ku katakan.
“tapi kamu saynag aku kan?” Bukannya aku menjawab pertanyaannya, aku malah maju kedepan.
“Selamat sore semuanya. Aku mau nyanyiin sebuah lagu untuk seseorang di sini”
Tak ku sangka kau hadir di hidupku
Kau penuhi semua impian hidupku
Sungguh Tuhan, ku bersyukur padaMu
Kau izinkan aku untuk mencintainya
Kau terbaik yang pernah ku miliki
                Jangan kau pergi dariku
                Namun bila harus berpisah
                Ku ingin kau tau, kaulah yang terbaik
Aku menatap Iel masuk dan menghampirinya. Aku tersenyum pada Ify kemudian mengangguk. Aku dapat melihat tangan mereka bertautan, namun dapat juga ku lihat Ify menghapus air matanya lagi yang jatuh, entah karena mendengarkan lagu yang ku nyanyikan atau karena ia merasa kasihan padaku.
Namun bila harus berpisah
Ku ingin kau tau, ku ingin kau tau
ku ingin kau tau,kaulah yang terbaik
Sakit? Ah, itu sudah pasti ku rasakan. Tapi aku bahagia melihat mereka, karena aku yakin Iel dapat membahagiakan Ify, bukan seperti aku.
Huuuu,ooooo
Aku menghampiri mereka berdua, memasang senyuman paling manis yang bisa ku tunjukkan.
“Congrates ya” ucapku sambil menyalami Iel
“Makasih yo, datang ya minggu depan”
“hmm, sebenarnya aku mau, tapi aku tak bisa seandainya waktu sudah berbicara lain” Aku melihat gurat keheranan di wajah Iel, aku tersenyum “Biarkan Ify yang jelaskan. Aku pulang dulu ya. Sekali lagi selamat buat kalian berdua.” Aku pun berjalan meninggalkan cafe itu, meninggalkan sepasang kekasih, meninggalkan semua kenangan dan masa lalu yang pernah ada. Tak lupa, meninggalkan dunia ini

The end-
 Krik...krik...krik...
Cerpen gaje yang endingnya nggak banget. Ngegantung, alur nggak jelas, pendek banget, pokoknya nggaaaak bangeeeet. Tapi makasih buat yang  udah mau membuang waktunya untuk membaca cerpen aneh ini. Makasih banget. J

0 komentar:

Posting Komentar