Senin, 20 Desember 2010

l\Love without reason - cerpen

                “Perkenalkan namaku Alyssa Saufika Umari. Panggil aja Ify. Asalku dari Bandung.” Ucap gadis yang berwajah tirus, berambut panjang itu sambil melemparkan tatapan bersahabat untuk semua siswa dalam kelas. Matanya tertuju pada seorang cowok yang duduk di sudut belakang, tak menatapnya sama sekali. Ingin sekali ia melihat yang lain, namun sama sekali tak bisa ia lepaskan tatapannya itu. Kelas itupun yang tadinya hening menjadi riuh dengan bisikan2 tentang teman baru mereka.
                “Ify kamu duduk di situ ya.” Ucap Bu ira sambil menunjuk ke satu arah. Arah di mana, tempat duduknya, tepat di depan cowok tadi. Ify mengangguk, tersenyum tipis, kemudian berjalan ke arah yang diunjukkan bu Ira tadi. “Saya juga ada pengumuman lain. hari ini pak Oni tidak bisa mengajar, karena ada rapat di dinas pendidikan. Karena itu, kalian belajar sendiri saja.” Anak2 pun tersenyum bahagia, karena mendapatkan teman baru maupun karena guru mereka tidak masuk.
                “Kenalin gue via” ucap gadis yang duduk di sebelah Ify
                “Ify” ucap Ify sambil menyodorkan tangannya.
                “Kenalin juga ini teman2 gue, Ini Shilla, ini Agni” ucap Via memperkenalkan temannya yang duduk di depan mereka.
                “Ify” ucap Ify sekali lagi dan tersenyum ramah
                “Gue mau nanya, lo novelis itu bukan?” tanya Agni, cewek berambut pendek, yang terlihat sedikit tomboy. Ify mengangguk, menjawab pertanyaan Agni. Mata Via, Shilla dan Agni pun berbinar-binar menatap Ify tak percaya
                “Lo yang selama ini bukan novel romance itu?” tanya Via memastikan lagi. Ify terdiam, mendesah berat. Sedangkan Via, Agni dan Shilla memandangnya penuh harap
                “Iya” jawab Ify akhirnya
                “Ify, lo tau nggak sih kita bertiga tuh punya semua novel lo. Kita suka banget sama gaya cerita lo. Bahasanya, alurnya, maupun adegan2 yang bikin kita bisa nangis ataupun meleleh dalam suatu waktu.” Ujar Shilla panjang lebar, membuat Via dan Agni mengangguk semangat.
                “Makasih udah suka novel gue” ucap Ify tersenyum
                “Sejak kapan lo suka bikin novel?” tanya Agni lagi
                “Dari kelas 1 SMP, gue suka nulis cerita. Baru SMP kelas 3, gue publikasikan. ”
                “Fy, sekali-kali bikin cerpen dong, masukin ke buletin sekolah” ujar Via yang merupakan ketua buletin
                “Tema?”
                “Bebas. Terserah lo aja. Asal jangan terlalu frontal. Hehe..”
                “Kapan deadlinenya?”
                “Maunya sih, yang buat tahun ini. Cuma, buletinnya udah siap buat dicetak. Jadi lo bikin buat tahun depan ya.”
                “Okeey..”
                “Waaaa...thanks fy...” ucap Via langsung memeluk Ify membuat Ify hanya bisa tersenyum
                “Ke kantin yuk..lapar nih..” pinta Shilla sambil memegang perutnya. Semua pun mengangguk menyetujui pendapat Shilla. Sebelum mereka meninggalkan kelas, Ify memalingkan wajahnya menatap cowok yang duduk di belakangnya namun sama sekali tak merespon kedatangannya, tak seperti teman2nya yang lain. Bukannya Ify ingin mendapatkan perhatian, namun ia hanya penasaran dengan cowok tersebut. Mungkin bisa dijadikan bahan buat ceritanya nanti.
                Sesampainya di kantin, mereka berempat memilih tempat di pojokan. Via, Agni dan Shilla memang suka banget tempat itu. Karena bise ngelihat semua yang ada di kantin, paling dekat sama penjual2 makanan, dan paling pewe buat mereka
                “Via?”
                “Eh, ka Iel lagi ngapain di sini?”
                “Mau beli minuman. Lagi pelajaran olahraga, Cuma ngambil nilai doang. Aku udah dipanggil, sekarang mau beli minuman. Kamu ngapain di sini?”
                “Jam kosong ka. Eh, kenalin teman baruku, Ify” kata Via memperkenalkan Ify. Ify hanya tersenyum
                “Iel.” Ucap Iel dan tersenyum menatap Ify. Iel mengalihkan pandangannya ke Via “Bukannya belajar malah makan. Dasar!” ucap Iel sambil mengacak rambut Via penuh sayang”
“Ih, rese”
“Aku pergi ya..” ucap Iel tidak menghiraukan keluhan Via. Iel mencubit pipi Via, membuat pipinya merah merona. “Dagh sayaang..pulang bareng ya” Iel pun berlari kecil meninggalkan kantin menuju gedung olahraga
                “Itu siapa Vi?” tanya Ify yang masih bingung
                “Itu pacarnya Via. Gue jamin deh, lo bakal bisa muntah2 kalo ngeliat mereka berdua tiap hari. Romantis banget.” Jawab Agni membuat Via menatap Agni tajam. Ify dan Shilla tertawa, sedangkan Agni sendiri hanya bisa mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.
                “Btw lo udah pernah pacaran belum fy?” tanya Shilla blak-blakan. Ify menggeleng pelan.
                “Jatuh cinta atau suka sama cowok?” Ify menggeleng lagi.
                “Terus lo kok bisa bikin cerita yang so sweet begitu? Dapat ide dari mana?” tanya Via kali ini. Ify hanya mengangkat bahunya. Mata Ify pun tertuju pada cowok yang baru saja masuk ke kantin. Cowok yang di kelas tadi duduk tepat di belakangnya. Ify menatap tiap lekuk wajahnya.
                “Jangan dipelototin gitu fy” kata Agni membuat Ify nyengir
                “Itu...”
                “Namanya Rio. Papanya penyumbang dana paling gede di sini. Waktu SMP dulu, gue sempat satu sekolah sama dia. Sebenarnya dia anaknya baik, pintar, nggak sombong, cakep lagi. Tapi karena mama dan papanya cerai, dia langsung berubah 180 derajat, kayak yang lo liat sekarang. Dia jadi pendiam, males, dan acak2an kayak gitu” jelas Shilla panjang lebar membuat Ify mengangguk
                “Oh ya, waktu mama sama papanya cerai, dia diputusin sama ceweknya. Namanya Dea. Dea tuh adik kelas gue. Dea tuh juga pintar, mereka tuh dulu jadi pasangan paling romantis di sekolah gue dulu. Cuma, Dea selingkuh sama yang namanya Septian. Rio tau, terus Dea mutusin Rio, padahal Rio tuh sayang banget sama Dea. Sejak masalah2 itu, Rio selalu menutup dirinya dari dunia luar, bahkan menutup hatinya untuk semua cewek. Pokoknya trouble banget deh hidupnya. ” sambung Shilla lagi
                “Kenapa? Lo suka ya?”
                “Hah? Nggak kok. Gue Cuma penasaran doank.”

********
Ify mengeluarkan laptopya. Ia memang selalu membawa laptopnya ke manapun. Karena ide membuat cerita bisa muncul kapan saja. Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari tadi. Teman2nya pun semua sudah pulang.  Tapi Ify masih asyik menyusun ceritanya tentang ‘Ridho’s troubles’ . Ify mengklik save untuk karya yang baru saja ia buat. Ia memasukan laptopnya ke dalam tas, kemudian meninggalkan taman sekolahnya.
BRUK..
“Maaf” ucap Ify dan membantu membereskan kertas2 yang dibawa orang yang ditabraknya
“Iya nggak apa2.” Ucap orang itu sambil tersenyum manis, membuat jantung Ify berdegup cepat. Ify terpaku. “belum pulang?” tanya cowok itu lembut
“E..itu..”
“Kenalin gue Rio”
“Gue..”
“Ify. Novelis, diminta Via buat nulis cerpen di buletin sekolah, dan tadi di kantin ngomongin tentang gue.” Ify langsung diam. Ia tau wajahnya pasti memerah saat ini. Ia tak tau bahwa Rio bakal memperhatikan setiap percakapan mereka dan ia juga malu karena Rio tau mereka membicarakannya tadi.
“Lo..”
“Suara kalian gede banget tadi. Makanya gue bisa mendengar jelas pembicaraan kalian” sahut Rio seolah tau pikiran Ify
“Maaf.” Ucap Ify akhirnya sambil menundukkan wajahnya karena merasa bersalah.
“Nggak apa2. Oh ya, pertanyaan gue tadi belum dijawab, lo kok belum pulang?”
“Maunya sih juga gitu tadi. Tapi tadi gue lagi dapat inspirasi buat cerpen gue, makanya gue langsung bikin cerpen, sampai lupa waktu.”
“Dasar penulis!”
“Heh?”
“Nyokap gue juga novelis kayak lo. Dia bisa ngabisin banyak waktu di depan laptop, dia bisa bangun tiba2 padahal sedang tidur nyenyak padahal Cuma nulis 2 kalimat doank.” Cerita Rio membuat Ify  mengangguk seolah setuju dengan  apa yang dikatakan Rio “Ya udah gue anterin pulang” ucap Rio membuat Ify ternganga, namun senang.


                8  bulan kemudian...
                @kantin
                “Ify, gue perhatiin lo akhir2 ini dekat banget sama Rio. Dia tuh care banget. Lo ingat nggak, waktu lo sakit bulan lalu, dia rela nungguin lo di rumah sakit, padahal rumahnya jauh banget dari rumah sakit tempat lo dirawat” ungkap Shilla
                “Apa sih!! Nggak kok..”
                “Kalau gue liat ya, kayaknya si Rio suka deh ama lo. Akhir-akhir ini dia sering nganter lo pulang kan?! Dia juga ngebeliin barang yang lo pengen. Padahal lo nggak minta sama dia. Lo juga. Kayaknya suka sama si Rio. Tiap kali ketemu Rio tatapan lo beda banget, muka lo juga merah. Rio juga udah berubah. Dia nggak kayak dulu lagi. Dia lebih membuka dirinya.”
                “Huh, dasar. Sok jadi peramal Cinta lo..”
                “Beneran Fy..Kalian berdua tuh kayak orang pacaran tau nggak. Rio selalu neglindungin lo. Kalian juga sering marahan kalau ada masalah. Tapi baikan juga, dan selalu minta maaf kalau ngerasa diri sendiri salah. Selalu kasih kepercayaan, tapi sering jealous juga kalau ngeliat pasangannya ama orang lain. Pasangan aneh, tapi sweet banget..”
                Ify pun menunduk malu-malu. Dia mengingat secara rinci, apa yang terjadi antara mereka berdua selama ini. Rio emang selalu mengantarnya pulang ke rumah. Bahkan ibunya pun sudah mengenal Rio. Rio selalu ada tiap kali dibutuhin, dan selalu nggak ada ketika dia ingin sendiri. Rio, orang yang bisa bikin dia tertawa dan sebal sekaligus, tapi care banget. Dia nggak pernah cemburu kalau Rio jalan ama cewek lain tapi kadang-kadang sebal kalau Rio care ama cewek lain. Begitupun sebaliknya dengan Rio. Rio juga rela hujan-hujanan hanya untuk menepati janjinya, walaupun Ify tertidur pulas. Rio pun bahkan tak marah, jika Ify membatalkan janjinya untuk membuat cerpen atau novel.  Rio membelikan sesuatu yang dia inginkan selama ini, padahal dia nggak pernah minta. Rio selalu menyempatkan sedikit waktu walaupun Cuma 2 menit hanya untuk menanyakan keadaannya. Rio pun selalu menyuporrt apapun yang dilakukan dirinya, asalkan yang dilakukan itu positif dan baik untuknya. Jika ada masalah pasti tak bertahan lama. Hanya 1 hari. Setelah itu pun pasti mereka baikan lagi. Sama-sama keras kepala, tapi sama-sama minta maaf kalau merasa ada kesalahan di diri masing-masing. Dia pun mulai berpikir, apakah dia cewek yang terlalu egois? Tapi Rio sendiri pun nggak pernah menunjukkan apa yang Rio rasakan. Rio membuat segala sesuatunya mengambang, menggantung. Seperti hubungan tanpa status. Apakah ia tak boleh untuk berharap?
                “Gue nggak suka sama Rio.Dia tuh buat inspirasi cerpen gue doank” bentak Ify
                “Ini buku lo yang gue pinjam kemarin.Makasih” ucap Rio datar sambil memberikan sebuah buku tulis bersampul biru bergambar doraemon. Tak ada ekspresi apapun dari wajah Rio.
“Rio tunggu. Lo salah paham sama apa yang gue bilang” ucap Ify sambil memegang lengan Rio. Menahan Rio agar tidak pergi
“Makasih karena lo udah jadiin gue tokoh utama di cerita lo. Makasih karena gue bisa jadi inspirasi lo. Makasih karena ternyata semua ini Cuma palsu. Oh ya, lo juga boleh kok mengumpulkan cerita lo itu di buletin.” Rio menghentakan tangannya, agar terbebas dari cengkraman Ify. Rio langsung meninggalkannya, membuat Ify terduduk lemas. Air matanya pun turun.
“Ify...sabar ya..” ucap Via meneangkan.
”Lo kenapa nggak jujur sama perasaan lo aja sih fy? Lo emang suka kan sama Rio? Lo taukan kita bakal selalu ngedukung lo?”
“Gue....dulu gue emang jadiin dia buat inspirasi cerpen gue. Tapi dengan berlalunya waktu, gue...” Ify kembali terisak.
“Sst..tenang fy.” Ucap Shilla menenangkan sambil memeluk Ify
“Gue nggak yakin sama perasaannya. Makanya gue takut berharap.” Lanjut Ify masih tetap menangis.

********
Ify berjalan lesu ke tempat duduknya. Sudah seminggu lebih, Rio sama sekali nggak berbicara dengannya. Jangankan bicara, melihatnya saja pun enggan. Saat ia sedang ada masalah, deadline cerpennya pun menanti. Ia ingin sekali membatalkannya, tapi ia merasa nggak enak dengan Via. Kalau dia mengumpulkan cerpennya tentang ‘Ridho’s troubles’ itu sama saja seperti menyiram minyak di api. Sebenarnya hari ini, ia malas sekali ke sekolah. Bukan saja untuk menghindari Rio, tapi karena bu Winda tak bisa hadir karena cuti melahirkan. Ify menatap Rio sekilas, kemudian duduk di bangkunya sendiri
“Ify..” ucap Via pelan
“Hhh..Lo tau kan vi, gue nggak pernah pacaran, ataupun suka sama cowok.” lirih Ify, membuat Via harus mendekatkan kursinya, agar bisa mendengar apa yang dikatakan Ify. “Ini pertama kalinya. Dan gue nggak tau, kalo kisah cinta tuh bukan kayak dongeng yang akan happily ever after.  Gue baru tau, kalo cinta tuh nyakitin banget. Bukan kayak yang gue gambarin di setiap novel yang bakal memaafkan” ujar Ify sambil menerawang
“Fy...”
“Gue nggak tau harus kayak gimana lagi vi. Gue nggak tau. Gue udah ngelakuin semua cara, untuk minta maaf. Gue........ngerasa lemah karena rasa ini” lirih Ify sambil memegang dadanya. Dan entah keberapa kalinya, Ify mengeluarkan air matanya
“Fy, lo jangan nagis dong. Lo harus kuat. Kalo dia nggak mau dengerin lo, dia nggak mau maafin lo, biarin aja. Yang penting lo udah minta maaf dan mau ngejelasin semuanya sama dia” nasihat Via sambil mengusap air mata Ify.
“Thanks. Gue pulang ya, ntar izinin gue ke guru. Gue nggak enak badan. Oh ya, ini cerita yang gue bikin. Maaf kalo udah mepet banget” ucap Ify sambil memberikan beberapa lembar kertas, kemudian meninggalkan Via. Sebenarnya Via ingin sekali menahan Ify, ataupun menemaninya. Namun ia tau, ini pertama kalinya Ify merasakan jatuh cinta, karena itu ia bakal begitu sulit melupakan atau bangkit lagi. Dan ia tau bahwa Ify membutuhkan banyak waktu untuk sendiri. Via membaca judul cerpen Ify. Via tersentak ketika membaca cerpen yang dibuat Ify.
******
Bukannya langsung pulang, Ify pergi ke danau, tempat pertama kali Rio mengajaknya jalan. Tempat pertama kali, Rio memegang tangannya lembut. Tempat yang menyadarkan dia, bahwa Rio bukanlah sebagai inspirasi. Tapi Rio memang telah melekat di dalam pikiran dan hatinya. Ify duduk di tepi danau, memainkan air danau dengan jari tangannya, menutup matanya mengingat kejadian bersama Rio di sini. Ia membiarkan sinar matahari menyengat wajahnya. Tak ada yang ia pedulikan lagi saat ini. Ia hanya butuh sebuah ketenangan.
“Ify!”  panggil seseorang. Ify membalikan badannya, menatap orang yang memanggilnya. Ia tersenyum tipis.
“Ada apa?”
“Gue..”
“Lo mau marah sama gue?” potong Ify cepat
“Fy..”
“Atau lo mau bilang kalo lo nggak bisa maafin gue?” tanya Ify pasrah kemudian berdiri
“Ify..”
“Nggak apa2 kalo lo nggak mau maafin gue. Gue Cuma mau lo dengerin penjelasan gue doank kok. Tapi gue rasa, lo benci banget sama gue. Maaf. Gue pergi dulu. Gue nggak mau ganggu lo” ucap Ify kemudian berjalan menjauhi Rio
“ALYSSA SAUFIKA UMARI..” panggil Rio membuat Ify menahan langkahnya
“Via udah jelasin semuanya ke gue. Gue minta maaf. Maafin gue, karena gue nggak mau maafin lo. Maafin gue karena gue nggak mau denger penjelasan lo. Maafin gue karena gue ngebikin lo jadi bimbang sama perasaan gue. Maafin gue, karena gue bikin lo nangis dan sakit hati. Maafin gue, karena gue nggak bisa jadi cowok yang sempurna. Maafin gue, karena gue kangen banget sama lo. Dan, maafin gue karena gue jatuh cinta sama lo.” Jantung Ify berdetak lebih cepat. Ia memutar badannya, sehingga ia bisa berhadapan dengan Rio. Sekali lagi Ify menjatuhkan air matanya. Rio berjalan mendekati Ify. Ia menghapus air mata di pipi Ify dengan jari-jarinya begitu lembut. Seolah takut melukai Ify.
“Kenapa lo bisa jatuh cinta sama gue?”
“Gue...” Rio mendesah berat “Maafin gue, karena gue nggak menemukan alasan kenapa gue bisa cinta sama lo. Malahan pertama kali gue ketemu lo, gue nggak tau bakal jatuh cinta sama lo. Semuanya mengalir begitu saja.” Ify tersentak mendengar penuturan Rio. “Apa gue butuh alasan untuk mencintai lo? Apa kalo gue nggak punya alasan, maka artinya cinta gue nggak tulus? ”tanya Rio. Ify yang mendengarnya, hanya bisa terdiam.
“Fy, bukankah cinta nggak butuh alasan? Karena, ketika alasan itu hilang maka cinta itupun hilang. Gue sama sekali nggak ada alasan buat sayang dan cinta lo fy.” Ucap Rio dan mengangkat wajah Ify yang dari tadi tertunduk.
What can I do, to make you mine
                Falling so hard so fast this time
                What did I say, what did you do?
                How did I fall in love with you?

Rio menyanyikan chorus lagu Backstreetboys untuk menunjukkan apa yang ia rasakan saat ini. “Jawab pertanyaan gue satu2. Lo cukup ngangguk atau geleng.” Ucap Rio lagi. “Lo mau nggak maafin gue fy?” tanya Rio yang harap-harap cemas karena takut Ify akan menggeleng setiap pertanyaan yang ia tujukan. Ify menganguk
“Lo percaya kan kalo gue sayang sama lo?” Ify menganguk
“Lo nggak butuh alasan buat cinta gue kan?” Ify mengangguk lagi
“Fy, lo mau nggak nulis buat gue, bukan di kertas, tapi lo tulis di sini, di hati gue fy” ucap Rio dan menempelkan tangan Ify di dadanya. “Lo mau nggak jadi penulis hati khusus buat gue?” tanya Rio, membuat Ify terperangah. Ify menunduk dalam2, kemudian dengan gerakan cepat Ify mengecup pipi Rio.
“Iya, gue mau. Gue juga sayang sama lo yo ”
“Ify, gue kan bilang lo cukup ngangguk doank” sahut Rio yang wajahnya mulai memerah sambil memegang pipinya
“Cerita yang gue kasih ke Via, akhirnya si cewek akan mencium pipi cowok itu sebagai sebuah jawaban ya.” Jelas Ify sambil mengedipkan sebelah matanya
“Bandel banget sih lo. Sebagai hukumannya...” Rio pun langsung mengecup kening Ify begitu penuh kasih sayang, membuat Ify lagi-lagi terperangah. Mereka berdua hanya bisa mengontrol degup jantung yang tak karuan.
“Fy, lo sakit ya? Badan lo panas begini” tanya Rio nampak cemas
“Hehehe..”
“Kenapa bisa sakit sih?”
“Kebanyakan mikirin lo sih” Rio langsung mengacak rambut Ify
“Ya udah gue anterin lo pulang ke rumah, supaya lo bisa istirahat. Btw, cerpen lo itu judulnya apaan?”
“Love without reason”
“Tentang?”
“Ada deh..udah baca aja ntar, kalo buletinnya udah keluar” ucap Ify sambil tersenyum jail. Rio pun mendengus kesal. Rio menggenggam tangan Ify lembut, seolah takut kehilangannya.
“Gue juga minta maaf ya yo. Lo mau kan maafin gue?”
“Jangankan maafin lo fy. Lo minta kita nikah sekarang gue juga oke2 aja”
“Dasar mesum!”
“canda fy..” mereka berdua pun berjalan meninggalkan danau itu. Danau yang merupakan saksi buta kisah cinta mereka.



NB: and this is story in buletin

The end...

1 komentar: