Minggu, 02 Januari 2011

juara 1 di hatiku dan hatimu - cerpen

            “Medali emas untuk olimpiade matematika jatuh kepada......” Gue mendengar suara Mc begitu kuat. Gue menutup manggaku rapat, dan berharap namakulah yang disebutkan “Mario Stevano Aditya Haling!” Gue membuka mata perlahan. Gue nggak percaya sama sekali. Gue menatap seorang anak laki-laki maju ke depan, dan menunduk sedikit, agar medali emas itu bisa dikalungkan di lehernya. Cih..Gue yakin itu pasti terjadi kesalahan dalam pemeriksaan hasil. Olimpiade nasional seperti ini sudah seperti makananku sehar-hari. Jadi sekali lagi Gue tekankan, ini semua pasti MIMPI! Atau Gue sangat yakin kalau ia pasti menyogok salah satu juri. Gue mendengus kesal.
            “Medali perak untuk olimpiade matematika jatuh kepada..Allysa Saufika Umari.” Setelah mendengar namaku dipanggil, Gue maju dengan langkah gontai. Gue berdiri tepat di sampingnya, memasang senyum palsu pada semua orang, seolah Gue senang dengan medali perak itu. Setelah selesai berfoto, Gue pun langsung melepaskan medali yang tergantung di leherku.
            “Selamat ya..” ucap Rio sambil menyodorkan tangannya padaku. Gue menatapnya sinis dari atas sampai bawah. Gue mengetahui dirinya. Bukan mengenalnya. Karena ia merupakan siswa baru di sekolahku. Ia rangking 1 di kelasnya, Gue pun rangking 1 di kelasku. Namun juara umum yang setiap semester Gue dapatkan, sekarang hanyalah kenangan. Dia menjadi juara umum dan kepala sekolah pun tertarik untuk mengikutsernggakan dirinya dalam olimpiade matematika ini.
            “Gue benci lo” sahutku akhirnya. Gue bisa melihat tatapan kaget di wajahnya. Ah, namun apa perduliku? Gue melempar medali perak itu ke arahnya, kemudian Gue berlari pulang. Gue menangis. Bukan karena hadiah uang dari juara 1 itu, namun Gue tGuet sekali dengan ayahku. Gue pulang ke rumah. Gue tau ayahku telah menantiku di depan pintu rumah dengan senyum lebar.
            “Hai sayang. Bagaimana hasilanya tadi? Kamu juara 1 lagi kan?” ucapnya sambil berseri-seri. Gue menundukan wajahku. Gue nggak berani melihatnya. Ia pun mengambil sertifikat yang ada di tanganku. Gue mengangkat wajahku dengan tGuet-tGuet. Matanya menatapku dengan kecewa, senyuman pun hilang dari wajahnya. “SUDAH BERAPA KALI AYAH BILANG SAMA KAMU? DI DUNIA INI NGGAK ADA TEMPAT UNTUK JUARA 2. YANG ADA HANYALAH JUARA 1. KARENA JIKA PERLOMBAAN HANYA DIIKUTI 2 ORANG, MAKA JUARA 2 SAMA DENGAN JUARA TERAKHIR. AYAH KAN SUDAH BILANG...” bentaknya. Gue nggak mendengarkan apa lagi yang ia katakan setelah itu. Otakku penuh. Gue bahkan bisa mengingat kata-katanya tadi dengan sempurna, karena begitulah yang ia lakukan jika Gue nggak mendapatkan juara 1. Gue lelah dengan semua yang ada. Gue dilarang ke mana-mana. Jam malam hanya sampai pukul 19.00. Lebih dari itu, maka Gue nggak boleh masuk ke rumah. Menurutku, Gue sudah cukup besar. Gue sudah kelas XI SMA. Namun, semua gerak-gerikku diatur. Gue nggak boleh bermain-main. Kerjaanku tiap hari hanyalah belajar, les piano, les semua pelajaran, bahkan les bahasa korea,prancis, jerman, belanda, inggris dan mandarin. Ibuku meninggal ketika melahirkanku HP-ku pun model palinh jadul, belum berwarna, dan hanya bisa digunakan untuk sms dan telpon. Jangan harap ayahku akan memberikan ponsel seperti saat ini yang bisa internetan atau pun menonton tv. Menurutnya itu nggak ada gunanya. Gue nggak punya laptop. Bukan karena keluargaku nggak mampu. Namun, ini karena ayah nggak ingin Gue menghabiskan waktu untuk chatting ataupun facebookan. Karena itu, ia melenggakan sebuah komputer di ruang kerjanya, dan memblokir semua situs hiburan, kecuali, google, wikipedia, dan berbagai alamat ensiklopedia lainnya. Gue pun nggak boleh menonton tv. Yang boleh ku tonton hanyalah film pendidikan, dengan bahasa asing, ataupun konser piano. Hanya itu. Ketika teman-temanku diizinkan untuk pacaran dan malam minggu, Gue sama sekali nggak bisa melGuekan hal-hal seperti itu. Yang bisa Gue lakukan hanyalah belajar, belajar dan belajar.
            “IFY KAMU DENGAR APA YANG AYAH KATAKAN?” tanya ayahku membuat Gue tersadar dari lamunan
            “I..Iya yah”
            “Bagus. Sebagai hukumannya, kamu nggak boleh keluar kamar. kamu harus menyelesaikan ensiklopedia jilid 9. Makanannmu di antar ke kamar” Gue hanya bisa menghela nafas panjang, melewati ayahku dan pergi ke kamar. Terkadang Gue berpikir, sebenarnya semua yang ku lakukan ini untuk siapa? Apa ini benar2 keinginannku? Seharian itupun Gue hanya belajar.

**************
“Jadi gitu ceritanya? Ya ampun, yang sabar ya fy..” ucap Shilla. Gue memang baru saja menceritakan apa yang terjadi denganku kemarin
“Apa sikap ayah lo nggak berlebihan fy?” tanya Agni. “E, maksud gue, dia sih pengen yang terbaik buat lo, tapi apa caranya nggak terlalu berlebihan ya?”
“Gue serasa jadi manusia paling nggak bebas.” sahutku
“Emang lo bahagia dengan semua yang lo lakuin sekarang?” tanya Via. Gue menggeleng pelan.
“Hallo. Maaf Gue ganggu. Gue Cuma mau ngasih ini.” ucap Rio datang menghampiri mejaku di kantin. Gue menatap apa yang ia berikan. Medali perak yang Gue lempar ke arahnya kemarin
“Lo mau nyombongin diri?” tanyaku ketus
“Bukan. Ini kan kerja kerasmu, jadi lo harus...”
“Cukup! Gue nggak mau dengar apa2 dari lo. Lo yang ngebuat kerja kerasku sama sekali nggak dinilai” ucapku sinis, dan meninggalkan kantin begitu saja. Gue masuk ke kelas dan langsung duduk.
“Fy, tapi lo nggak usah sebenci itu dengan dia kan?” nasihat Via
“Maunya juga gitu vi. Tapi setiap melihatnya, Gue jadi ingat ayah yang bahkan nggak menganggap gue ada jika Gue nggak mendapatkan juara 1” lirihku. Gue merasakan air mata mengalir turun. Gue pun menghapus air mata dan menghentikan pembicaraan karena pak Duta udah masuk. Belum sampai 1 jam ia mengajar, tapi nggak ada satupun yang masuk. Otak gue terlalu penat. Gue pun mengangkat tangan
“Ada apa ify?” tanya pak Duta
“Mau izin ke ruang kesehatan pak, soalnya saya ngerasa nggak enak badan” Pak Duta menatap wajahku lekat, kemudian ia mengangguk untuk memberikanku izin. Gue segera keluar dari kelas. Tapi bukannya ke ruang kesehatan, gue malah ke kantin. Gue senderan di pojok, menutup mata sejenak mencoba menenangkan pikiran.
“Ini..” Gue membuka mata dan melihat siapa yang duduk di hadapan gue sekarang
“Lo..”
“Ayo minum. Kata orang, kalo lagi ada masalah teh manis hangat merupakan salah satu solusi untuk menenangkan diri.” Gue memandang orang itu, kemudian gue menatap gelas berisi teh itu penuh selidik.
“Nggak ada racunnya kok” ucapnya lagi. Gue menatap matanya mencari sebuah kejujuran, dan sepertinya ia memang jujur.
“Thanks” ucapku singkat kemudian mulai menyesap teh itu. Rasa hangat pun menjalar di dadaku. Ah, perasaanku jadi sedikit lebih lega
“Maaf..” Gue pun mengangkat alis, nggak ngerti sama ucapannya “Maaf, gara2 gue kerja keras lo jadi sia2. Walaupun sebenarnya gue nggak ngerti kedudukan masalahnya, tapi gue mau minta maaf kalo gue emang ada salah. Gue Cuma nggak mau nyari musuh”
“Bukan salah lo kok. Gue aja yang emosian.” Sahutku. Gue bisa ngelihat dia tersenyum lega.
“Kenalin gue Rio. ” dia menyodorkan tangannya.
“Udah tau. Ify”  jawabku
“Ify, gue duluan ya. Tadi gue Cuma izin ke toilet. Nggak enak, kalo gue lama2 pergi dari kelas. Duluan ya. Senang gue ketemu sama lo” ujarnya kemudian berjalan meninggalkanku. Gue melihatnya berjalan, kemudian terhenti di depan kantin. “Oh ya, gue juga mau bilang kalau lo tuh manis banget.” Teriaknya kemudian berlari. Untungnya, di kantin nggak ada orang kecuali penjual. Kalo nggak, semua bisa ngelihat wajahku yang memerah. Ini pertama kalinya gue dipuji sama seorang cowok. Bahkan ayahku sendiri nggak pernah memujiku. Ternyata dia cukup ramah dan bukan kayak orang yang gue bayangkan sebelumnya. Gue tersenyum mengingat tingkahnya tadi.

****
Nggak terasa udah waktunya pulang. Jam pelajaran pak Duta tadi memang jam terakhir, setelah itu gue langsung ke tempat les bahasa inggris, dan sekarang saatnya gue pulang. Gue memutuskan untuk berjalan pulang ke rumah, kebetulan jarak rumah dan tempat les gue emang nggak jauh. Ketika gue jalan, gue menemukan seorang anak kecil sedang menangis di dekat lapangan. Gue yang emang pengen banget punya adik maupun kakak, akhirnya gue deketin dia
“Halo dek. Kenapa nangis?” tanyaku lembut
“A..Aku tadi ngejar kupu2. Waktu kupu2nya udah nggak ada, aku juga nggak tau aku udah di mana”
“Kamu tau jalan pulang ke rumah kamu nggak?” Anak itu menggeleng.
“Hmm, ya udah kakak temenin kamu sampai kakak kamu datang ya. Tapi kamu jangan nangis lagi. Kita belie s krim yuk” anak itupun mengangguk semangat. Ia sudah menghapus air matanya.
“Siapa namamu?”
“Aren kak”
“Sekolah di mana?”
“SD Pertiwi kelas 1 ka. Nama kakak siapa?”
“Ify” dia pun mengangguk mengerti dan duduk di sampingku. Hari udah hampir malam. Gue bisa dimarahin abis2an sama ayah, karena lewat jam malam yang ditentukan. Tapi ya sudahlah, sekali-kali.
“Aren?”
“Kakak!”
“Ya ampun ren, kakak tuh udah panik nyariin kamu.”
“Maafin Aren kak”
“Iya, tapi lain kali jangan gini lagi.”
“Untung ada kak Ify” Gue masih speechless ngelihat kakak adek yang ada di depan gue
“Ify?”
“Jadi ini adek lo yo?”
“Iya. Lo yang udah nolongin dia ya? Thanks ya”
“Iya sama2. Ck, gue nggak nyangka dunia tuh sesempit ini. Masa iya, gue harus ketemu lo lagi.” Sahutku, Rio tertawa.
“Lo tinggal di mana?”
“Gue di kompleks B no 25. ”
“Oh, ya udah kalo gitu, gue sama aren anterin lo dulu.”
“Emang lo tinggal di mana yo?”
“Kompleks D nomor 12. Udah ah, jalan. Keburu malam”
“eh yo..” gue langsung menarik tangannya “Hmm, nggak usah. Gue...gue...harus ke rumah temen dulu. Buru2.”
“Hahaha...Ify, Ify, lo kalo mau bo’ong blajar dulu. Kalo lo emang buru2 mau ke teman, kenapa lo rela nemenin adek gue?” Gue terdiam. Gue emang nggak pintar bo’ong
“Kenapa? Nyokap atau bokap lo nggak ngizinin lo jalan sama cowok malam2?” Gue tersentak dengar pertanyaannya. Ya, emang nggak sepenuhnya benar sih, tapi setidaknya gue emang dilarang pulang malam. Gue ngangguk. “Hmm, lo nggak usah takut. Gue bakal ngomong sama orang tua lo.” Sebenarnya gue masih mau bantah, tapi ketika Rio menggandeng tanganku membuat jantungku berdegup kencang. Gue nggak tau kalo gue ada penyakit jantung bawaan. Gue menarik tanganku dari genggaman Rio. Rio tersentak.
“Maaf ya fy.” Ucapnya smabil menunduk
“Ka Rio, ka Rio pacaran sama ka Ify ya?” tanya Aren membuatku melotot
“Aren, kamu apaan sih, masih kecil juga.” Ucap Rio
“Ih, beneran ka. Ka Rio sama ka Ify cocok kok. Aren suka!” Rio mengacak rambut Aren penuh sayang
“Kalo suka, doain supaya beneran” sahutnya santai membuatku lebih melotot lagi. Dia pun hanya tertawa, seolah semua hanyalah angin lalu. “Eh, gue boleh minta nomor hape lo ga?”
“Buat apaan?”
“Ya, siapa tau Aren ngilang lagi, trus dia ketemu sama lo.”
“Hmm. Ya udah catet 0813****** ”
“Siip...eh, udah nyampe.” Gue pun membuka pintu rumah. Gue hanya berharap, terjadi keajaiban hari ini.
“IFY DARI MANA SAJA KA...”
“Malam om.” Ucap Rio ramah dan penuh senyuman. Gue ngelihat ayah menatap Rio tajam, seakan ia bisa melahap kita berdua saat itu
“Siapa kamu?” tanyanya ketus
“Saya temannya Ify, om. Nama saya Mario Haling” Ekspresi ayah saat itu berubah 180 derajat. Ia langsung tersenyum, bahkan tatapan kasihnya itu mungkin tak pernah ditunjukkan padaku
“Anaknya pak Prabu Haling?”
“Iya om”
“Waaah..ternyata kamu sudah besar ya. Dulu terakhir kali om ketemu, kamu masih bayi” Rio hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya
“Maaf ya om, Ify jadi pulang telat. Soalnya dia nemenin adek saya.”
“Oh iya, nggak apa2 kok.” Gue langsung melotot. Ayah nggak pernah kayak gini. Paling ramah juga sama teman2 cewekku. Gue jadi ingat, gue pernah jalan sama Alvin, sahabat gue waktu SMP. Kita berdua sempat pulang malam, dan itu ayah marah besar sama gue. Alvin sampai nggak berani datang lagi ke rumah. Sekarang dia pindah ke Australia untuk melanjutkan sekolah fotografernya
“Kalo gitu saya pulang dulu ya om. Selamat malam”
“Malam..”
“Thanks ya yo.” Rio pun mengedipkan sebelah matanya. Gue menutup pintu dan balik ngelihat ayah, tapi ayah malah senyum2. Daripada gue ngilangin mood baiknya, gue langsung kabur naik ke kamar. Gue mengganti baju, dan berbaring. Gue mencoba tidur, tapi gue sama sekali nggak bisa tidur. Gue kepikiran terus sama Rio. Oh gosh. Ini pertama kalinya gue mikirin cowok.
Drrt..drrt...
Gue merogoh hp-ku yang tergeletak di samping
From : 0817*****
Hai fy! Belum tidur kan? Ini gue Rio
To : Rio
Hai yo! Belum. Sekali lagi thanks ya buat yang tadi
From : Rio
Sm2 ^^ Eh, kok lo belom tidur sih?
To : Rio
Hmm, ga bisa tidur
From : Rio
Mikirin gue ya?
To: Rio
Idih..narsis
From : Rio
Kalo lagi mikirin gue juga nggak apa2 kali. Gue senang kok, soalnya gue juga lagi mikirin lo.

Jantung gue langsung berdegup cepat. Oh gosh, gue baru ketemu dia sehari tapi kenapa gue jadi ngerasa aneh gini sih
TO : Rio
Apaan sih yo. Ya udah gue tidur dulu ya, ngantuk. Night
From : Rio
Night. Have a nice dream. J

***********
Gue nggak ngerasa sebulan udah berlalu. Hubungan gue sama Rio juga semakin akrab. Dan perasaan sayang gue semakin bertumbuh. Padahal gue nggak mau, karena gue takut Rio nggak punya perasaan yang sama ama gue. Tapi perhatiannya ke gue, ngebuat gue makin sayang sama dia. Misalnya saja smsnya ‘udah makan belum fy?’ ‘gue kangen berat nih sama lo’ ‘lagi ngapain?’ ‘tidur gih, ntar sakit lagi’ ‘mimpiin gue yah, jangan cowok lain’
SMS-nya bener2 bikin jantung gue berdegup-ria

@depan sekolah, saat pulang
Gue berdiri di depan gerbang. Gue ngelihat Rio lagi ngobrol asyik sama Dea. Yeah, gue pernah dengar kalo Dea sama Rio itu dekat waktu SMP. Siapa sih yang nggak suka sama Rio? Udah cakep, baik, perhatian, pinter lagi. Gue ngelihat Rio mengacak rambut Dea penuh sayang.Gue nggak pernah ngelihat dia seperti itu. Melihat tatapannya, semuanya pun tau kalo dia sayang banget sama Dea.
“IFY AWAAAS...”
Gue pun sadar dari lamunan. Gue sekarang berada di tengah jalan, gue melihat truk besar dengan kecepatan tinggi sedang melaju ke arahku.
TIIIIIIIIIITTTT...........BRUUUUUG
Gue merasakan sakit di bagian kepala, badanku pun tak bisa digerakan. Walaupun kabur, tapi gue masih bisa ngelihat wajah Rio yang cemas. Tiba2 semuanya terasa gelap.

********
Gue membuka mata perlahan. Gue melihat ayah memegang tanganku sambil menangis. Apa yang terjadi sebenarnya?
“A..Ayah..”
“Ify, anakku. Maafin ayah fy. Maaf kalo selama ini ayah selalu memaksa kamu supaya jadi juara. Ayah Cuma pengen yang terbaik buat kamu. Tapi ayah nggak tau kalo sikap ayah itu bikin kamu jadi sengsara. Untungnya Rio cerita semuanya sama ayah.” Gue ngelihat sinar ketulusan di matanya
“Nggak kok yah. Nggak apa2. Ayah nggak usah ngerasa bersalah.”
“Maafin ayah fy. Ayah sayang sama kamu”
“Ify juga sayang sama ayah” Ayah pun memelukku erat. Oh, gue nggak pernah dipeluk sama ayah.
“Ayah, emang apa yang terjadi sebenarnya sama aku?”
“Kamu ditabrak. Kamu nggak sadarkan diri selama 2 minggu. Rio yang bawa kamu ke rumah sakit. Dia juga setia nungguin dan jagain kamu.”
“Sore om, Ify lo udah sadar?” Gue ngangguk. Gue senang banget, Rio datang. Tapi setelah itu semuanya terasa pahit. Rio menggandeng Dea masuk. Hh, ternyata gue emang ngelewatin banyak hal selama 2 minggu ini
“Ayah keluar dulu ya fy”
“Gimana keadaanmu sekarang?”
‘buruk. Karena gue ngelihat lo sama Dea’ batinku “baik kok” jawabku akhirnya
“btw, thanks ya lo udah bawa gue ke rumah sakit”
“nggak masalah kok. Eh fy, gue nggak lama ya. Gue harus nganterin dea balik ke rumah.”
‘Hh..Dea..’ batinku “Iya.”
“Cepet sembuh ya fy” ucap Dea membuatku tersenyum pahit.

******
Udah 1 minggu sejak gue sadar. Dan udah satu minggu pun Rio nggak pernah jengukin gue mapun hubungin gue. Yeah, seharusnya gue emang nggak boleh berharap banyak. Gue emang bodoh. Harusnya gue tau kalo Rio tuh emang nggak mungkin sayang sama gue.
Sesampai di rumah gue langsung masuk kamar. Gue nunggu Via, Shilla sama Agni yang pengen datang ke rumah.
“Ifyyyy...akhirnya lo keluar juga dari rumah sakit” mereka bertiga pun memeluk gue. Gue membalas pelukan mereka.
“Sekarang lo harus ikut kita hari ini. Lo nggak boleh banyak omong” ucap Shilla lagi
“Emang gue mau dikemanain?”
“ada deh.” Ucap Via sambil mengedipkan matanya. Gue bener2 nggak ngerti sama teman2 gue ini. Mereka nyuruh gue pakai gaun, dan sekarang mereka maksa buat dandanin gue.
Setelah berkutat selama 1 jam, akhirnya selesai juga. Gue menggunakan dress selutut yang berwarna putih dengan motif bunga2 warna hitam + belt hitam, flatshoes putih. Rambutnya diikat setengah. Dengan dandanan yang begitu natural, membuat diri gue sendiri pangling.
Ting tong....
Gue membuka pintu. ‘DEG’ jantung gue nggak karuan. Gue nggak ngerti kenapa Rio ada di depan rumah gue, dan dia begitu terlihat cakep.
“Hai fy”
“Hai yo”
“Lo cantik banget malam ini”
“Lo juga yo, keren banget hari ini”
“Cieee, saling muji nih..” Shilla, Via, Agni, menyela percakapan kami. Gue cuma bisa senyum2, tapi sebenarnya udah salting abis.
“Berangkat yuk.” Kata Rio
“heh?”
“Gue yang minta temen2 lo dandanin lo malam ini, gue mau ngajakin lo ke suatu tempat.”
“Hmm, ayah?”
“Nggak usah khawatir. Gue udah minta izin kok.”
Gue mengangguk. Setelah beberapa menit, kita berdua sampai di sebuah gedung
“Kita mau ngapain yo?”
“Udah ikut aja.  Nggak  bakal ngapa2in , kok” Rio menggenggam tanganku lembut. Menuntunku sampai ke lantai 3 gedung itu. Gue tersentak dengan pemandangan yang terlihat. Terlihat kota jakarta dari sudut yang berbeda. Selama  ini gue Cuma tau kalo jakarta tuh penuh polusi. Tapi ternyata gue baru sadar, kota jakarta itu keren banget kalo malam begini.
“lo Cuma mau nunjukin gue ini? tapi ini kereeeeen bangeeet....”
“nggak. Bukan itu yang mau gue tunjukin.” Gue mengerutkan kening nggak ngerti.
“Jangan lihat lurus ke depan, tapi lihat deh ke bawah.” Gue langsung ngelihat ke bawah. Gue tercengang. Ini mustahil. Di bawah, seluruh taman ditutupi dengan lampu. Di antara lampu kuning, ada lampu merah yang membentuk sebuah kalimat.
‘I will always love you Alyssa’
“Rio?” gue langsung ngelihat Rio nggak percaya. Rio berlutut di depanku.
“Gue mungkin pernah jadi rival lo fy. Gue juga tau, walaupun gue juara 1 di boidang apapun, tapi gue nggak pernah bisa romantis. Lo juga harus tau, walaupun gue jadi juara 1, sebenarnya lo juara 1. Lo juara 1 di hati gue. Lo yang menangin hati gue. Hati gue milik lo seutuhnya. Gue sayang banget sama lo fy. Lo mau nggak selalu ngejaga hati ini? Kalo lo mau nerima gue, lo pake medali emas punya gue di leher lo. Tapi kalo lo tolak gue, lo ambil medali perak punya lo ini.” tanya Rio membuatku tersentak
“Tapi yo, bukannya lo pacaran sama Dea?”
“Hahaha..Ify, Dea itu sepupu gue. Lo pasti salah paham deh.”
“Terus lo kenapa nggak jengukin gue di rumah sakit, waktu gue udah siuman?”
“Karena gue lagi nyiapin semua ini buat lo. Jadi?”
“Jadi apaan?”
“Jawaban lo apaan atas pertanyaan gue tadi?”
“gue harus jujur yo.” Gue masang wajah menyesal. Gue mengambil medali perak dan gue kalungkan di leher. Gue ngelihat Rio shock melihat tindakanku.
“Lo?” Gue ambil lagi medali emas punya dia dan gue kalungkan juga
“Maksudnya?” tanya dia nggak ngerti
“ lo juga juara 1 di hati gue, karena itu gue mau jagain hati lo.”
“Tapi kok lo ngambil medali perak juga?”
“Itu kan punya gue, jadi nggak apa2 dong kalo gue bawa pulang?” godaku membuat Rio manyun. Gue tertawa melihat wajahnya saat itu..
“Lo maruk banget sih fy? Bikin gue deg-degan tau nggak.” Gue tertawa , namun gue terdiam karena Rio langsung tersenyum dan memeluk gue erat
 “Hmm, tapi PJ-nya bakal banyak nih” ucapku mengingat Shilla Via dan Agni
“Nggak apa2. Yang penting lo jadi milik gue sekarang”
Gue tersenyum. Gue nggak pernah nyangka kalo gue jadi juara 1 di hatinya Rio


The End

0 komentar:

Posting Komentar