Selasa, 29 November 2011

Aku cinta kamu - cerpen

                Aku memandang jam yang melingkar di tangan kananku, setengah 7 pagi. Masih ada setengah jam lagi sebelum kuliah hari ini dimulai. Aku menekan tombol berangka 8 di lift. Ada beberapa teman2 seangkatanku di dalam lift. Aku hanya tersenyum tipis, kemudian sibuk memandang HP-ku. Aku memang tidak mengenal mereka. Well, bukannya sombong, tapi aku yakin jika kamu menginjakkan kakimu di dunia kampus, kamu nggak benar2 ingat semua teman2 seangkatanmu tanpa terkecuali. Dan aku pun juga tak mengingat nama mereka.
                TING...pintu lift terbuka, kemudian aku berjalan keluar dan masuk ke ruang kuliah. Aku memandang setiap sudut ruangan kuliahku itu. Tak ada yang berubah. Masih dengan satu papan tulis, 3 buah infocus, dan sekitar 200 bangku. Tampak beberapa anak yang sudah masuk, dan sedang mendengar lagu ataupun mengobrol ataupun yang paling rajin adalah membaca buku pelajaran yang begitu tebal. Aku sama sekali tak menyangka bahwa saat ini merupakan tahun kedua di kampus, dan itu artinya AKU SUDAH MENJADI KAKAK KELAS. Sebenarnya tidak ada yang begitu spesial dari menjadi kakak kelas ini. Bukan masalah aku bisa disapa ‘kak’ atau aku bisa menindas adik2 kelas, namun aku ingin sekali membantu mereka yang kesulitan dalam pelajaran. Aku senang jika bisa membantu orang lain
                “Pagi vi, yel” sapaku pada kedua sahabatku.
                “Pagi fy.” Ucap mereka berdua kompak kemudian sibuk mengobrol. Aku Meletakkan tasku di tempat duduk paling depan. Aku paling suka duduk di depan, karena aku bisa melihat lebih jelas. Selain itu toh juga tak ada keharusan aku harus duduk di mana. Via dan Iel, pasangan paling lucu namun romantis. Iel sudah menyukai Via sejak masuk kuliah. Mereka selalu bersama, jika ditanya pacaran, mereka akan menjawab bahwa mereka hanya bersahabat. Dan akhirnya, penantian Iel tak sia2, mereka berdua jadian saat liburan panjang kemarin.
                “Iffyyyyyyy”
                “Shillaaaaa..” Kami berdua berpelukan seolah sudah begitu lama tidak bertemu. Padahal baru seminggu yang lalu aku bertemu dengannya. Dia, Via, Agni, Angel, Dea, dan beberapa teman2 merupakan teman paling dekat denganku karena semester 1, kami sempat sekelompok belajar.
                “Gimana liburannya fy?” tanyanya kemudian melepaskan pelukannya
“Yaah, gitulah. Makan, tidur, nonton, OL. Gitu aja tiap hari”
“Nggak nyari cowok?” ucapnya sambil terkekeh. Aku langsung memutar bola mataku.
“Basi!”
“Hehehe. Berubah dong fy”
“Kalo ada cowok ganteng”
“Alvin?”
“yang tiap hari makannya telur putih dan sayuran? Nggak!”
“Tapi cakep kan?”
“Yeah. Udah ah shill, lo nggak ngeliat gue lagi serius”
“Serius main FB?” aku hanya nyengir tanda jawabannya benar. Dia pun langsung meninggalkanku lagi.
Cowok! Hmm, bukannya aku tak suka cowok, atau alasan lainnya. Aku masih menyukai spesies yang bernama cowok, keluargaku pun sama sekali tak melarang aku untuk pacaran, asalkan tidak membuat nilai2ku turun. Wajahku? Well, walaupun nggak secantik temanku yang aslinya model, namun banyak yang menganggap wajahku manis dan imut. Aku memang bukan asli Indonesia. Papaku Cina, mamaku campuran belanda + indonesia. Jadi beginilah aku, dengan bibir yang tipis, mata bulat, rambut pendek berwana kecokelatan, tinggi 165 cm, berat 50kg. Proporsional bukan? Aku senang bernyanyi, aku bisa memainkan piano, gitar, harmonika, suling, tifa bahkan angklung sekalipun. Berbakat? Pintar? Tidak juga! Buktinya, nilai IPK ku kemarin hanya 3.3 dan itu sama dengan B+. Bukannya 4, atau 3.5 seperti teman2 kampusku yang lain. Aku juga tidak berbakat di bidang olahraga. Aku adalah orang yang cerewet (bukan supel). Jika bertemu dengan orang yang baru ku kenal, maka aku akan sangat pendiam, hanya tersenyum atau menjawab ‘ya’ atau ‘tidak’ jika ada yang bertanya. Namun, jika sudah mengenalku lama, maka semuanya tau bahwa aku sama sekali bukan sosok pendiam yang selama ini mereka bayangkan. Usil? Mak comblang? Narsis? Itulah pekerjaanku sehari-hari. Feminim? Sungguh, kau harus membuang pikiran itu. Aku tak punya rok/gaun dalam lemariku. Yang ada hanyalah celana jeans, celana bahan, kaos, kemeja, jaket dan cardigan. Dan, sampai saat ini aku belum pernah pacaran. Suka sama cowok? Pernah, tapi itu sudah lama sekali, dan aku rasa itu tak perlu diingat. Well, lumayan banyak cowok yang mendekatiku ataupun mengatakan cinta mereka padaku, namun satu persatu ku tolak. Entah mengapa aku tidak menemukan sosok yang benar2 bisa membuatku berdebar-debar. Pernah sih, beberapa minggu ini aku mengikuti seminar2, dan aku selalu bertemu dengan cowok yang sama. Dengan kacamata yang ia gunakan, bukan membuatnya tampak culun, namun tampak dewasa. Aku bertemu dengannya sudah 5x dan itu sama sekali tak direncanakan. Selama itu pun aku tak tau namanya, kuliah di mana, fakultas apa, atau angkatan berapa. Tapi sepertinya ia adalah sosok pintar, ramah, dewasa dan perhatian
“Ify” panggil Alvin membuatku tersadar dari lamunanku.
“Eh hai vin. Tumben udah masuk jam begini?”
“Hehehe. Emang nggak boleh?”
“Yaa, nggak. Cuma ini pertama kalinya lo masuk tepat waktu”
“Perubahan baru di semester baru” aku pun hanya menggeleng-gelengkan kepalaku “Gue ke tempat dulu ya” ujarnya kemudian aku mengangguk. Ini dia cowok yang tadi sempat dibahas olehku dan Shilla. Alvin, cowok yang menurut kami seangkatan adalah cowok paling cakep. Pintar, tubuh atletis, wajah tampan membuat banyak cewek membahasnya di twitter dan menjadikannya trending topic. Alvin selalu nge-gym, makan telur putih dan sayuran, banyak minum air putih. Benar2 hidup sehat! Jangan heran banyak cowok yang terkadang iri dengan tubuhnya yang terlihat begitu keren. Cool? Hmm, jika kau sama sekali belum mengenalnya dan pertama kali melihatnya, kau mungkin akan berpikir seperti itu. Karena itu pun yang aku pikirkan ketika bertemu dengannya. Namun, ketika kau mengenalnya, dia akan jauuuuuuh dari kesan cool itu. Dia benar2 cerewet dan..agak lemot. Dia sering sekali nggak nyambung dengan apa yang kami bicarakan.
 Ah ya, sedari tadi aku belum memperkenalkan namaku. Namaku Alyssa Saufika Umari, tapi biasa dipanggil Ify oleh teman2ku. Ada juga sih yang memnggilku Lyssa, icha, atau yang lebih parah lagi memanggilku Alis sambil memegang alisnya, tapi lupakan saja. Terserah kau mau memanggilku apa. Aku kuliah di fakultas kedokteran salah satu univ swasta. Aku senang mempelajari tubuh manusia. Jangan salah jika aku selesai belajar, maka aku akan benar2 berpikir dan membayangkannya. Misalkan saja aku mempelajari tentang gastointestinal (sistem pencernaan), maka ketika aku sedang makan, yang ada di mataku adalah, proyeksi makanan itu masuk dan diproses.
Aku rasa cukup perkenalannya, sepertinya sebentar lagi kuliah akan dimulai, karena di depan ruanganku saat ini, berdiri dokter yang umurnya mungkin berkepala 4,  namun terlihat begitu muda dan perlu aku akui dia .... charming. Dia tidak terlalu tampan, tapi lumayan dibandingkan dokter2 lain yg selama ini mengajar. Senyumannya begitu ramah, orangnya baik dan humoris.
*****
Pernahkah kalian mendengar pelajaran selama 8-10 jam nonstop? Sama sekali tidak ada waktu untuk makan. Hanya ada waktu untuk minum dan ke toilet. Kalau belum pernah dan tak ingin merasakannya, jangan pernah masuk fakultas kedokteran. Karena itu yang kau rasakan tiap hari. Kau harus menyiapkan otak, hati, pikiran, jiwa, serta mengusir segala bosan maupun ngantuk yang kau rasakan. Setidaknya hari ini, semuanya tidak terlalu membosankan karena dokter charming itu benar2 membuat ruangan kuliah menyenangkan.
Aku mengambil HP-ku kemudian ku baca sms yang masuk.
From : ka Zahra
Fy, aku tunggu kamu di tempat biasa ya.

Ka zahra lebih tua dariku 2 tahun, dia pintar dan sangat rajin membaca. Aku mengenalnya karena dia 1 kosan denganku. Aku pun segera menuju tempat biasa, ruang rapat, yang sering kami kunjungi kalau UKM (seperti ekskul di SMA), sedang membahas kegiatan baru
“Ka..” ia menatap ke arahku kemudian tersenyum “Maaf lama, dokter Doni ngajarnya lama banget”
“Iya nggak apa2”
“ada apa ka?” tanyaku.
“kamu mau nggak temenin aku?”
“Ke mana?”
“Hmm, jadi gini seperti yang kamu tau, kita kan bakal menyelenggarakan seminar musik di kampus ini. Nah, aku udah dapat izin dari semuanya, tinggal ngomong sama ketua UKM Universitas Jaya abadi hari ini di Salemba, buat diajakin kerja sama ”
“Kok di salemba?”
“Deket sama rumahnya”
“terus kenapa aku? Emang ka Tian di mana?” tanyaku bingung. Ka Zahra memang ketua dari UKM musik ini, sedangkan ka Tian adalah wakilnya. Aku sendiri, hanyalah anggota
“Pertama, Tian nggak bisa. Dia harus ngerjain tugasnya. Kedua kalo aku sama Tian, ntar malah garing lagi. Kalo kamu kan orangnya cerewet jadi bisa bantuin ngomong supaya bisa kerja sama sekaligus meramaikan suasana” ucapnya sambil memasang wajah penuh harap
“Emangnya aku badut ka, meramaikan suasana. Ya udah kalo gitu, ayo jalan” ucapku yang membuat ka Zahra langsung tersenyum bahagia.
Salemba. Tempat itu benar2 jauh dari kampusku. Kalau naik busway, kita harus transit 3 kali. Dan untuk jam 5 sore seperti ini, dijamin, busway akan penuh sesak, dan akan maceeeeettt yang  bisa aja menghabiskan 2-3 jam sampai di sana. Aku hanya berharap ketuanya cowok, dan cukup enak dilihat, setidaknya membuatku lebih sedikit senang.
“Halo...oh ya, ini kita udah deket sama salemba. Bentar lagi bakal sampai..Maaf ya, maaf membuang waktunya, soalnya baru selesai kuliah” ucap ka Zahra kemudian mendesah dan memasukkan HP-nya ke dalam tas
“ada apa ka?”
“Ketuanya marah2. Katanya kita nggak menghargai waktu, kalo misalnya nggak menghargai waktu bagaimana bisa jadi penerus bangsa yang bertanggung jawab. ” jelas ka Zahra sambil menirukan gaya bicaranya. Aku terkekeh, namun aku sadar bahwa sepertinya orang ini akan sebegitu menyebalkannya. Oke, baiklah! Tetap berpikir positif. Aku mencoba menyemangati diriku sendiri.
“Ayo fy turun” ucap ka Zahra dan menarik tanganku agar mengikuti langkahnya untuk turun. Untungnya tempat kami akan bertemu tidak begitu jauh dengan tempat busway tempat kami turun tadi. Kami bertemu di salah satu cafe, yang nampaknya sering dikunjungi anak2 mahasiswa karena harganya yang tidak begitu mahal ditambah dengan suasana yang sedikit romantis.
“Mario, ketua UKM universitas Jaya Abadi?” tanya ka zahra kepada salah satu sosok yang saat ini duduk membelakangiku.
“Ah, bukan. Gue wakilnya, Debo.  Lo pasti Zahra, dari univ selalu jaya?”
“Iya. Maaf ya telat.”
“nggak apa2. Oh ya, mario-nya lagi di WC bentar.”
“Oh ya kenalin ini Ify” ucap ka zahra memperkenalkanku. Aku tersenyum kemudian bersamalan dengan lelaki yang duduk di hadapanku.
“Bo, mereka belom pada....” ucapan lelaki itu berhenti ketika melihatku dan ka Zahra. Aku pun terdiam, ketika memandangnya. Dia itu.....cowok yang aku temui 5x dalam beberapa minggu ini, yang sampai saat ini aku tak tau namanya
“Kalian dari univ selalu jaya?” tanyanya membuat ka Zahra dan aku mengangguk secara bersamaan
“Oh cewek toh” ucapnya lagi membuatku melongo. Emang ada apa kalo cewek? Nggak boleh apa cewek jadi ketua. Ntah bagaimana nilainya di mataku langsung turun 1.
“Gue zahra”                                                                   
“Mario, panggil aja Rio.” Ucapnya sambil bersalaman dengan ka Zahra. Benar2 tak ramah orangnya. Well, harus aku akui, aku senang karena aku tau namanya, fakultasnya, serta kampusnya. Tapi c’mon, dia benar2 menyebalkan. “Ini septian? Gue pikir septian itu cowok” ucapnya sambil memandangku
“Gue bukan septian. Gue Ify.”
“Hmm...”
“Maaf, septiannya nggak bisa datang. Ini Ify, anggota UKM musik”
“Oh Cuma anggota. Pasti baru tahun kedua?” ujarnya membuatku memutar bola mataku. Grr, dia benar2 menyebalkan. Emang kenapa kalo aku Cuma anggota, dan cewek?? Benar2 hari yang tidak menyenangkan. Kalau orangnya seperti ini, sepertinya kerja samanya bakal susah.
Setelah 2 jam membahas tujuan, sasaran, serta siapa saja orang yang akan diundang sebagai pembicara, tak lupa argumen2 yang aku keluarkan untuk membantah segala ke-keraskepala-annya Mr.Rio, sang ketua yang membuatku benar2 kesal padanya, akhirnya berhasil juga. Tinggal tunggu pelaksanaanya. Aku harus jujur, dia satu2nya cowok yang membuatku berdebar-debar untuk berdebat dengannya.
“Ya udah kalo gitu. Ntar, bisa langsung dikirim suratnya ke kampus kita aja” ucap Debo yang setelah perbincangan, ku ketahui ia satu angkatan di atasku, sedangkan Mr.menyebalkan itu seangkatan dengan ka Zahra.
“Oh ya, berhubung selama seminggu ini gue bakal pergi mendaki gunung, ntar ngubungin Ify aja. ” ucap ka Zahra membuatku hampir saja menyembur semua minuman yang ada di dalam mulutku. What??? Kenapa harus aku, bukannya ka Tian?
“Kenapa bukan wakilnya?” ucap Rio yang nampaknya sama sekali tidak ingin berurusan denganku. Emangnya siapa juga yang mau berurusan dengannya.
“Soalnya Tian itu jarang sekali menggunakan HP-nya. Takutnya ada masalah yang penting, nggak bisa dihubungin”
“kalau misalnya ada yang harus diputuskan segera?” tanya Rio lagi seolah masih ingin menentangku
“Hmm, tenang aja. Kosan Tian dan Ify bersebelahan. Jadi kalo kenapa2 tinggal ngesot dan ngetok pintu kosan Tian” ujar ka Zahra lagi memberikan argumen yang membuat Mr.sombong itu akhirnya menyerah dan meminta nomorku untuk dihubungi. Well, walaupun aku masih anggota, tapi aku sudah seperti tangan kanannya ka Zahra dan ka Tian. Kalau tak ada mereka berdua, maka aku yang harus mengatur segalanya. Dan saat ini, si Mr.sok itu meremehkanku? Oke, liat aja nanti. Oh ya, pandanganku sebelumnya benar2 salah.
Setelah waktu menunjukkan pukul 10 malam, aku dan ka Zahra pun pulang diantarkan ka Debo yang dengan baik hatinya menawarkan tumpangan, bukan seperti mr.rese itu. Oops, sepertinya aku terlalu banyak memberikannya istilah padanya. Saat ini, aku putuskan namanya adalah Mr.rese.
*******
Aku menguap beberapa kali di kelas. Oh, aku benar2 kurang tidur saat ini. Aku benar2 berharap ka Zahra segera pulang, karena sudah seminggu ia pergi mendaki gunung, dan itu artinya sudah  seminggu pula aku disiksa oleh mr.rese itu. Dia benar2 membuatku emosi. Dia menelponku pukul 1 pagi, hanya untuk menanyakan apakah laporan dan undangan telah siap. Atau yang lebih parah lagi dia menelponku pukul 2 pagi, dan memaksaku untuk menanyakan keputusan pembagian undangan pada ka Tian.Ia dengan semena-mena menyuruhku untuk pergi ke kosan ka Tian, dan membangunkannya. Dan ia minta jawabannya pukul 3 pagi. Gosh! Aku benar2 tidak mengerti dengannya. Apa ia sama sekali tidak memiliki waktu untuk tidur, atau ia insomnia dan memaksa orang lain agar tak bisa tidur sama sepertinya? Well, kalau seperti itu, berarti aku harus mengucapkan selamat padanya, karena ia berhasil membuatku hanya tidur 2 jam sehari.
“Cape banget sih fy?” tanya Angel prihatin melihat mataku yang setengah tertutup, bertopang dagu, kemudian berusaha menampar diriku sendiri agar tidak tertidur
“Hmm, ini semua gara2 mr.rese”
“Rio maksudmu?”
“Siapa lagi kalau bukan dia” ucapku sebal. Semua teman2ku sudah tau tentang kebiasaannya yang buruk itu, di mana itu membuatku ikut menderita
“Gue rasa, dia suka sama lo” Aku langsung mendesah mendengar ucapan Angel yang entah sudah berapa kali ku dengar dari teman2ku yang lain. kalo dia suka sama aku, dia nggak bakal ngebuatku tidur Cuma 2 jam sehari. Dia seharusnya mengirimkan sms2 manis atau selamat tidur seperti novel yang biasa ku baca. Namun ini benar2 menyebalkan. HP-ku bergetar menandakan sms masuk.
From : mr.rese
Lo di mana? Gue udah di kampus lo

To : Mr.rese
Gue masih kuliah. Tunggu mpe gue selesai kuliah

From : mr.rese
Lo di ruangan mana sih?

To : mr rese
L805

Balasku. Aha, dia harus menungguku sekarang. Mungkin sekitar 4 jam lagi. Aku tersenyum senang bisa membuatnya menunggu dan merasakan penderitaan.

Tok...tok..tok...
Dokter Doni terdiam, sedangkan aku masih serius mencoret.
“Siapa yang namanya Alyssa?” mendengar namaku, aku langsung mengacungkan tangan. “Kamu keluar!”
“Hah? Emang salah saya apa dok?”
“Emang kalo keluar harus ada salah? Nggak, kamu nggak salah. Tapi kamu diminta sama ketua UKM kamu untuk rapat” Aku melongo melihat mr.rese sedang berdiri di samping dr.doni dengan senyuman penuh kemenangan. “Ayo cepat keluar, saya mau lanjutin kuliah” Akhirnya dengan terpaksa aku harus keluar ruangan.
“Ka zahra udah balik?” tanyaku pada mr.rese ketika sudah keluar ruangan
“belum”
“terus maksudnya tadi?”
“Lo nemenin gue selama 4 jam sampai kita rapat.” Aku semakin melongo menatap orang di sampingku ini. Jadi ia meminta izin dari kelas, mengaku diri sebagai ketua UKM dengan alasan mendapatkan izin dari wadek III,  dan mengorbankan jam kuliahku, hanya untuk menemaninya?? This is really crazy
“LO GILA? GUE ITU LAGI KULIAH. GUE BAYAR MAHAL2 BUKAN BUAT NEMENIN LO.” Teriakku tepat di depannya
“Gue ajarin deh, yang penting lo temenin gue” ucapnya dan langsung menarik tanganku. Goooosh, dia bertingkah seperti ia yang memiliki kampus ini. Aku benar2 sebal dengannya. Ia menarikku ke arah perpustakaan. Aku hanya duduk di depannya, jangankan berbicara dengannya, menatapnya saja aku tak mau.
“Gue minta maaf” ucapnya membuatku untuk pertama kali sejak tadi menatapnya. Untuk pertama kalinya dia minta maaf. “Gue bener2 minta maaf. ” ucapnya lagi membuatku mendesa, mecoba menetralisir rasa aneh di dadaku. Aku pun keemudian berjalan mengambil beberapa buku tebal, membuka bab tertentu dan meletakkan di depannya
“Ajarin gue” ucapku membuat dia langsung tersenyum
“Makasih” ucapnya, seolah dengan kalimatku tadi ia tau bahwa aku telah memaafkannya.
Well, selama 4 jam itu ia benar2 dengan sabar mengajarku. Walau terkadang ia suka sebal karena aku tak mengerti dengan apa yang ia ajarkan, tapi ia tetap saja mengajarku sampai mengerti. Dan kali ini harus aku akui, bahwa dia medapat tambahan 1 nilai di mataku. Walaupun ia menyebalkan dan membuatku benar2 kesal, tapi setidaknya ia bertanggung jawab dan sabar.
“Waaa, makasih ya” ucapku tulus dengan kebaikan dia mau ngajar
“Iya. Itu artinya lo maafin gue kan?” tanyanya membuatku tertawa kemudian mengangguk.
“Ya udah rapat yuk, ngeliat apa yang masih kurang, besok udah seminarnya” ucapku sambil membereskan buku2 dan berjalan keluar perpustakaan. Ia yang berjalan di belakang ku pun, mensejajarkan langkahnya denganku. Ia menggandeng tanganku, membuat aku benar2 sulit bernafas.
“hmm...”
“Biarin seperti ini” ucapnya membuat aku tak berkata apa2 lagi, dan membiarkan ia menggenggam tanganku. Aku hanya dapat membalas genggaman tangannya sambil mencoba mengontrol detak jantungku.
Sepanjang rapat pun, ia sama sekali tidak mengomentari apapun. Padahal biasanya ia yang selalu menentang apa yang aku katakan. Mungkin ia lelah karena harus mengajarku selama 4 jam. Entah apa aku yang ke-GR-an atau nggak, tapi aku rasa dia terus menatapku, membuatku salah tingkah sendiri
“Oke, rapat kita cukup sampai di sini. Semoga besok kita bisa melaksanakan seminar dengan baik” ucap ka Tian diiringi anggukan yang lain.
“Fy, kamu balik sama siapa?”
“Hah? Aku balik sama ka Tian. Kenapa?”
“Mau aku anterin?” tanya nya membuat jantungku berdetak cepat.
“Hmm...”
“Fy, gue nggak bisa bareng lu ya. Gue mau ketemu ama ayangku dulu.” Ucap ka Tian, membuatku terpaksa menerima tawaran ka Rio. Terpaksa? Benarkah?
“Oke deh ka” ucapku dan mengikuti langkahnya dari belakang
“Jangan jalan di belakang. Kalo kenapa2, aku nggak tau” ucapnya dan lagi2 menggenggam tanganku, membuat monster kecil dalam perutku bersorak ingin keluar
 ******
Aneh. Sungguh aneh. Aku nggak ngerti sama  apa yang terjadi. Sejak kejadian di perpus  itu, aku pun sama sekali tak bertengkar dengan ka Rio. Tak ada perdebatan seperti biasanya, ataupun ledekan2 yang biasanya selalu terjadi. Aku pun memanggilnya bukan dengan sebutan mr.rese atau yang lainnya, tapi aku memanggil namanya dengan embel2 ‘ka’ di depannya. Aku juga tak mengerti, kenapa aku jadi ber ‘aku-kamu’ dengan ka Rio.  Semuanya terasa begitu ganjal, aneh dan tak bisa diterima akal sehatku.
“Selamat ya fy, seminarnya sukses. Keren banget loooh” ucap ka Zahra
“Ah, ka. Aku kan Cuma ngebantu kakak. ”
“Tapi kalo nggak ada kamu, mungkin seminar ini gagal. Makasiih banget ya fy. Maaf kalo aku ngebiarin kamu ngerjain sendiri”
“Nggak apa2 kok ka. Aku juga nggak ngerjain sendiri. Ada kerja sama dari panitia yang lain dan ka Rio”
“Kok Cuma Rio doang sih namanya yang disebut?” ucap ka Zahra sambil menaikturunkan alisnya
“Hmm, sama ka Debo juga kok” ucapku sambil mengalihkan pandanganku ke tempat lain. Ka Zahra masih saja menatapku deengan tatapan meledek. “Aku nggak ada hubungan apa2 kok sama ka Rio. Cuma sebatas teman kerja” celetukku tiba2
“Aku nggak bilang kalian ada hubungan khusus loh fy. Tapi kalo kamu udah nyangkal begitu, biasaya Cuma mau ngindarin kenyataan”  ucap ka Zahra sambil berjalan mendahuluiku
“Ka Zahraaaa, apaan siiiih” ucapku salah tingkah
“Pipinya merah loh”
“Udah ah” ucapku sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku
“Ify ” Mendengar namaku dipanggil, aku langsung mengalihkan pandanganku. Di sana ada ka Rio yang melambaikan tangannya “Hmm, mau makan bareng nggak?” tanyanya, membuat aku sedikit melirik ke arah ka Zahra yang sedang cekikikan
“Cuma Ify doang nih yo? Kita nggak?”
“Eh, maksudku makan bareng2 panitia, anggap aja sebagai kesuksesan seminar kita hari ini”
“oooh, kirain Cuma mau candle light dinner bareng Ify” ucap ka zahra sambil tertawa puas melihat aku semakin salah tingkah
“Udah ah ka” ucapku sambil menyenggol sedikit lengannya “Iya ka, aku sama ka Zahra ikut makan”
“Ya udah, tunggu aku ya. Kita pergi bareng.” Ucapnya sambil masuk lagi ke ruangan
“Sejak kapan kalian ‘aku-kamu’?” tanya ka Zahra
“Emang iya? Bukannya gue lo?”
“Duuuuh, aku tunggu PJ-nya aja deh” ucap ka Zahra dan berjalan meninggalkanku, sambil menyanyikan lagu jatuh cinta
Jatuh cinta berjuta rasanya
Biar siang biar malam terbayang wajahnya
Jatuh cinta berjuta indahnya
Biar hitam biar putih manislah nampaknya
“Kaa Zahraaaa” teriakku membuat ka Zahra langsung berlari  meninggalkanku.

*******
Malam ini, aku benar2 tak berkutik. Aku sama sekali tak bisa mengatakan sepatah kata pun, dan membiarkan semua teman2 panita menggodaku dengan ka Rio habis2an. Aku benar2 bisa gila kayak begini. Tempat dudukku dengan ka Rio pun bersebelahan disengaja sama teman2 yang lain.
“Foto yuk” ucap Shilla, yang bagiannya adalah seksi pubdok.
“yuuuuuk” teriak panitia dan langsung berfoto bersama. Hari yang menyenangkan sebenarnya.
“Eh, masih ada yang kurang. Ka Rio sama Ify belum foto berdua” ucap Shilla disetujui yang lain
“Emang harus ya?” ucapku sewot
“Harus dong. Kan kalian couple kita dalam panitia ini” ucap ka Debo, membuat aku semakin mati kutu. Akhirnya aku pun hanya tersenyum, menatap kamera, mengabaikan detak jantungku maupun rasa aneh di dadaku. Ah, sepertinya aku harus mengakui bahwa aku menyukainya.
“Kurang mesra” ucap ka Zahra membuat aku melotot ke arahnya. Aku hendak protes, tapi ka Rio langsung melingkarkan tangannya di pinggangku. Damn! Makin jantungan aku. Aku hanya berusaha tetap tersenyum.
KLIK
Shilla langsung mengambil foto kami berdua.
“Udah ah” ucapku dan langsung melepaskan diriku dari pelukan ka Rio tadi.
“Cieee Ify salting” ledek lainnya membuat wajahku benar2 merah.
“Rio?” panggil seseorang membuat kami semua menoleh ke arahnya. Gadis manis, berwajah imut berdiri di depan kita
“Oik?”
“Ya ampun, kita udah lama banget nggak ketemu” ucap gadis yang bernama Oik itu dan langsung memeluk ka Rio tak segan2. Membuat aku memalingkan wajahku. Kenapa aku harus cemburu?
“Eh, semuanya kenalin ini....”
“Hai, aku Oik. Pacar Rio” ucap gadis itu santai, namun sangat menohok untukku.
“hmm, semuanya, aku duluan ya. Aku baru inget kalo kakakku bakal datang malem ini. Sampai  jumpa semuanya” ucapku dan langsung berlari meninggalkan restoran itu. Ah, kenapa air mataku malah keluar? Kenapa aku harus meninggalkan tempat tadi? Harusnya aku sadar dari awal bahwa ka Rio memang nggak pernah bisa menyukaiku. Ify bodoh, bodoh, bodoh. Aku berada di pinggir jalan, sambil menunggu taksi yang lewat. Aku mencoba menghentikan air mataku. Setidaknya aku tak mau menjadi pusat perhatian di jalan seperti ini
“Ify” lirih seseorang di belakangku membuat aku menoleh cepat
“Kenapa ka Rio ada di sini?”
“Aku, mau nganterin kamu pulang”
“Tapi Oik?”
“Aku anterin kamu pulang” ucap ka Rio dan langsung menarik tanganku. Kenapa ia malah membuatnya menjadi sulit?
“Apa yang ka Rio mau?” lirihku sambil sedikit menyentakkan sedikit tanganku, agar terlepas. Namun usahaku gagal. Genggaman tangan ka Rio begitu erat. Aku takut. Aku takut kalau aku benar2 tak ingin ka Rio melepaskan genggamannya. Aku masuk ke mobilnya. Sepanjang perjalanan ke kosanku pun tak ada yang berbicara. Baik aku maupun ka Rio. Aku tak ingin melihat wajah ka Rio, maka aku hanya memandang jalanan seolah di sana benar2 ada sesuatu yang menarik.
“Makasih ka” ucapku ketika sampai di depan kosanku. Aku pun turun dari mobilnya. Baru saja, aku melangkah. Ka Rio menarik lenganku dan mendekapku.
“Aku sayang kamu” 3 kata itu keluar dari mulutnya pelan namun penuh ketegasan.
“Nggak boleh ka. Ka Rio udah punya Oik” ucapku sambil melepaskan dekapannya
“Aku sama sekali nggak ada hubungan apa2 sama Oik fy. Dulu, Oik dan aku memang pernah pacaran. Tapi kita udah benar2 putus, dan Cuma sebatas teman”
“Tapi...”
“Percaya sama aku fy”
“Yang dibilang sama Rio bener fy.” Aku langsung menoleh. Ada Oik berdiri tak jauh dari aku dan ka Rio. “Maaf fy atas ucapanku tadi. Aku hanya ingin bercanda tadi. Tapi sepertinya aku bercanda di saat yang nggak tepat. ”
“Kamu mau jadi pacar aku fy?”
“hmm. Maaf ka, aku nggak suka sama ka Rio. Aku juga nggak sayang sama ka Rio” ucapku membuat Rio sedikit tersentak. Gurat kekecewaan pun nampak jelas di wajahnya “Tapi aku cinta sama ka Rio. Aku mau jadi pacar kakak” lanjutku sambil tersenyum. Ia langsung mengacak rambutku lembut kemudian memelukku.
“Makasih fy” bisik ka Rio, namun masih bisa ku dengar. “Aku juga cinta kamu”

The end-

0 komentar:

Posting Komentar