Hujan rintik2 membasahi kota Jakarta, kota
metropolitan. Hujan dan dinginnya malam yang menusuk, merupakan alasan paing
tepat untuk tidak keluar rumah, menikmati segelas cokelat panas, dan bergelung
dalam selimut menanti datangnya mentari. Namun, gadis bertubuh kurus, dengan
rambut sebahu dan keriting gantung ini malah dengan semangat yang entah muncul
dari mana, mengalahkan segala rasa malas dan kantuknya hanya untuk bertemu
dengan sang kekasih. Langkah kaki gadis itu pun memasuki sebuah mall yang cukup terkenal di Jakarta. Kakinya
kemudian berhenti pada sebuah tempat, yang sangat sering dikunjungi oleh orang2
di Jakarta atau anak muda yang memang ingin menghabiskan waktu untuk mengobrol.
Tak butuh lama, matanya menemukan sosok yang ia cari, sosok yang sudah lama tak
ia temui namun masih sangat jelas terekam di hatinya. Dengan senyumannya yang
khas, ia pun memasuki tempat itu dan menghampiri sebuah meja yang berada di
pojokan. Meja bundar dengan 2 kursi pada sisi yang berlawanan. Senyuman itu pun
sirna ketika meliat sosok yang begitu ia rindukan, memeluk gadis lain di
depannya.
“Hai” ucap gadis itu kemudian menarik kursi, dan
duduk tepat di depan kekasihnya “Udah lama?”
“Baru sampai kok. Kamu mau pesan apa?”
“Nggak. Aku udah makan tadi. Jadi, siapa dia?” tanya
gadis itu to the point sambil melirik
gadis berambut panjang, menggunakan softlens
berwarna biru, dan make-up tipis pada
wajahnya. Tanktop putih dengan
cardigan berwarna cokelat serta rok jeans selutut menutupi tubuh gadis yang
sedang dipeluk itu.
“Oh kenalkan, dia pacar baruku. Namanya Shilla.
Shill, ini Ify” suara gadis itu tercekat. Ada apa sebenarnya? “Ah ya, aku rasa
alasan ini sudah sangat jelas agar kita putus. ”ucap pemuda itu lagi santai
tanpa merasa bersalah.
“Aku mau bicara denganmu.” Ucap Ify langsung berdiri
“Di luar! Empat mata!” ucapnya tegas kemudian keluar, sambil sesekali melirik
kekasihnya berbisik mesra terhadap gadis lain. Ia pun menuju taman yang ada di
mall tersebut.
“Apa lagi yang harus dibicarakan? Aku rasa semuanya
sudah jelas!”
“Nggak. Kenapa kamu tiba2 mutusin aku?”
“Oh astaga, Ify. Setahuku kamu adalah gadis cerdas,
dan untuk hal seperti ini saja kamu tidak mengerti? Keterlaluan.” Ujar
kekasihnya sambil menggelengkan kepala dan melemparkan senyum meremehkan “Aku
sudah tak ada perasaan apa2 lagi padamu Ify, aku sudah mencintai orang lain. Mengertilah.
Kamu hanya bagian dari hidupku dulu. Kau adalah masa laluku. Sekarang aku ingin
menjalin kisah yang berbeda dengan Shilla, gadis yang ku cintai saat ini. Shilla
masa depanku. Aku mohon sama kamu, agar kamu tak pernah mengusik hidupku lagi”
“Tapi..”
“Cukup! Kisah kita berakhir malam ini fy” ujar pemuda
itu kemudian meninggalkan Ify yang masih terpaku di taman mall itu. Kenapa
harus seperti ini akhir kisah cintanya? Ia terduduk pada sebuah bangku taman,
menatap kosong ke depan, mencoba mencari kekuatannya sendiri untuk melangkah
namun kakinya tak bisa juga digerakkan. Akhirnya ia mengambil ponsel dan
menekan duabelas digit yang sudah ia
hafal di luar kepalanya. Terdengar nada sambung dan suara hallo di ujung sana,
namun sekali lagi ia kehilangan kekuatannya untuk sekedar berbicara. Akhirnya
ia mematikan ponselnya dan memasukkan lagi ke dalam tas. Ia menyesali tidak
menggunakan jaket malam ini untuk mengusir dingin yang ia rasakan. Ia
memejamkan matanya, namun hanya ada bayangan kekasihnya di pikirannya
****
‘Damn’ umpat seorang pemuda di rumahnya kemudian
mengambil jaket dan kunci mobilnya. Seusai menerima telepon yang sama sekali
tak ada balasan dari seberang, sudah cukup menyatakan bahwa sahabatnya sedang
berada dalam masalah. Ia mencoba menelpon sahabatnya itu, namun ponselnya
sengaja dimatikan. Akhirnya ia putuskan untuk mencari sahabatnya itu. Mencoba
berpikir, Lantas sebuah tempat yang cukup familiar terlintas dalam benaknya.
‘tak ada salahnya mencoba’ ia pun mulai menginjak pedal gas dalam2 dan menuju
tempat yang ia pikirkan.
Sesampainya di sana, ia menyapu pandangannya ke
seluruh penjuru taman, kemudian menemukan gadis itu sedang duduk sambil
menunduk. Tanpa ia sadari, ia menarik nafas lega, akhirnya ia bisa menemukannya
juga. Ia pun melangkah mendekati gadis itu, duduk di sebelahnya kemudian
menyampirkan jaket ke tubuh gadis itu. Tak ada kata di antara mereka. Hanya
sikapnya saja yang seperti itu membuat sang gadis menatapnya kemudian menangis.
Tangis yang tampaknya ditahan dari tadi. Ia pun merengkuh gadis itu, mencoba
menenangkannya. Dan selalu saja Ia punya cara untuk menenangkan gadis di
sampingnya ini.
“Aku diputusin Rio” ujar gadis itu di tengah isakan
tangisnya. Pemuda itu menghela nafasnya berat. Ia marah, ia benci dengan Rio.
Ia tak menyangka bahwa Rio akan menyakiti gadis seperti Ify. “Dia ngenalin
pacarnya padaku” ujar Ify membuat pemuda ini semakin marah. Marah terhadap Rio
yang melukai Ify? Atau marah pada dirinya sendiri yang tak bisa menjaga Ify?
“Aku antar kamu pulang” ujar pemuda itu dan membantu
Ify berjalan ke arah mobilnya yang diparkir. Setidaknya untuk malam ini, ia
hanya ingin Ify menenangkan diri, dan bukan terlihat tak menentu. Masih ada
hari esok, untuk mendengar cerita gadis itu.
****
Pemuda itu sekali lagi menatap dirinya di kaca spion
mobilnya, memastikan bahwa penampilannya baik hari ini. Senyum manisnya tak
lupa ia tunjukkan. Pemuda itu kemudian berjalan ke sebuah rumah besar yang
terletak di perumahan real estate.
Menekan bel yang tersampir di pojok pintu sebelah kanan.
“Siang tante.”
“Siang Iel. Ayo masuk, bentar lagi Ify nya turun kok”
ujar wanita paruh baya yang membukakan pintu pada pemuda tadi, Iel.
“Ma, Ify pergi ya” ujar Ify sambil mencium kedua pipi
mamanya
“Tante, Iel ajak Ify pergi main ya.”
“Iya. Tante percaya sama kamu kok. Hati2 di jalan”
Iel kemudian membukakan pintu mobilnya, layaknya seorang pangeran. Mobilnya pun
melaju ke bagian utara dari Jakarta, dengan kecepatan sedang.
Iel dan Ify. Mereka memang telah bersahabat sejak
kecil, bahkan saat mereka baru lahir ke dunia ini pun, mereka sudah
bersebelahan. Kedua orang tua mereka pun bersahabat, membuat mereka berdua pun
menjadi dekat. Tak pernah terlintas sekalipun di pikiran mereka dulu bahwa
ketika mereka sudah memiliki pasangan masing2, maka mereka tidak akan bisa
selamanya bersama. Ada saat di mana mereka harus bersama dengan pasangan
masing2, dan ada saat di mana mereka akan bersama sebagai sahabat. Mendengar
kata sahabat, membuat Iel merasa sakit di hatinya. Ia memang tak ingin
hubungannya dengan Ify hanya sebatas sahabat. Sudah dari dulu ia ingin
mengungkapkan perasaannya. Namun ia didahului oleh kakak kelasnya yang bernama
Rio. Lelaki berkulit hitam manis, yang membuat banyak gadis di sekolahnya jatuh
cinta pada Rio. Salah satunya pun Ify, sahabatnya. Sekali lagi yang bisa
dilakukan seorang sahabat hanya bisa mendukung selama semuanya masih di jalur
yang benar. Dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk hubungan kekasih antara
Rio dan Ify. Mereka bahkan cukup membuat pasangan lainnya iri terhadap
keserasian mereka. Walaupun Iel menyayangi Ify lebih dari seorang sahabat, tapi
ia tak pernah menginginkan Ify putus dengan Rio. Ia hanya ingin Ify bahagia. Ia
akan mengorbankan segalanya asalkan Ify bisa tersenyum, termasuk perasaannya
sendiri. Karena ia tulus menyayangi gadis itu
“Iel kok ngelamun sih.” Ucap Ify membuat ia langsung
menoleh pada gadis itu.
“Lagi ngelamunin cewek”
“Ngelamunin aku ya?” goda Ify membuat Iel mau tak mau tertawa kemudian
mengacak rambut Ify penuh sayang. Memang ia sedang melamunkan gadis itu. Andai
saja Ify tau perasaannya. Tidak, ia tidak butuh Ify tau perasaannya.
“Udah ah, udah nyampe. Kita parkir mobil terus kita masuk ke dalam.” Ujarnya
membuat gadis itu tersenyum senang. “Yuk turun” ucapnya lagi kemudian
menggandeng tangan Ify. Ify pun tak menolak tangannya digandeng Iel, bukankah
selama ini memang seperti ini? Tapi Iel merasa kerja jantungnya semakin tak
beraturan.
****
“Iel, aku senang banget kamu ngajakin aku ke sini” ujar Ify dengan tertawa
bahagia setelah mereka mencoba berbagai macam permainan, dan mentari pun sudah
tenggelam digantikan bulan. Ia bahkan lupa bahwa baru satu minggu ia putus
dengan Rio, namun hari ini dia bahagia. Iel memang selalu bisa diandalkan
sebagai sahabat. Iel selalu ada saat ia butuhkan.
“Baguslah kamu senang” ujar Iel
masih menggenggam tangan Ify berjalan ke arah parkiran. Namun Iel sadar
langkah Ify terhenti “Kena..pa?” tanya Iel terhenti ketika mengikuti tatapan
Ify dan menatap Rio sedang merangkul Shillla mesra.
“Eh, ada Ify dan Iel” ujar Rio sambil menampilkan senyum sinisnya. Tak ada
lagi senyum manis yang selalu membuat Ify ikut tersenyum. Tak ada lagi tatapan
hangat yang membuat Ify merasa tenang jika bersama pemuda itu. Namun walaupun
seperti itu, di lubuk hati masih tetap terukir satu nama, Rio. “Nge-date?”tanya Rio meremehkan
“Kenapa memang? Cemburu?” tanya Iel balik
“Oh yang benar saja Iel. Untuk apa aku cemburu.” Ujar Rio sambil terkekeh “Aku
nggak nyangka, ternyata cepat juga Ify ngelupain aku. Kata apa yang cocok
untukmu? Murahan?” ucap Rio dengan sinis membuat Iel ingin melayangkan tinjunya
ke wajah Rio, namun Ify menahan tangan Iel dan menggeleng pelan
“Terserah kamu Rio. Aku nggak perduli.”
“Takut?” ejek Rio
“Bukan. Aku terlalu baik untuk mengatai orang lain. well, menurutku Cuma orang yang nggak berpendidikan yang mengejek
orang lain.”
“Kamu menghinaku?”
“Tidak Rio. Tapi jika kamu merasa, bukan salahku” Ujar Ify kemudian menarik tangan Iel menjauhi Rio. Rio
geram, ia mengepalkan tangannya. Ia tak menyangka bahwa Ify seberani itu.
“Kamu nggak apa2?” tanya Iel pada Ify ketika mereka telah sampai di mobil
“Nggak apa2”
“Nangis lagi?” tanya Iel membuat Ify langsung tertawa.
“Oh astaga Iel, tidak. Aku tidak akan melakukannya lagi pada pemuda seperti
itu. Sudah cukup seminggu ku habiskan air mataku untuknya. Lagian kata
seseorang tangisanku terlalu berharga untuk menangisi orang seperti dia” ujar
Ify membuat Iel langsung mengacak rambut Ify.
“Ke mana kita sekarang?” tanya Iel kemudian menstarter mobilnya
“Makan. Aku lapar yel”
”Yah aku tau. Apalagi setelah menghabiskan energi untuk bermain dan sedikit
membentak pemuda tadi” ujar Iel dan mengedipkan sebelah matanya pada Ify,
membuat Ify lagi2 tertawa. Iel memang selalu memiliki caranya sendiri membuat
Ify tertawa, dan Ify nyaman dengan semua itu.
*****
Sudah hampir jam 9 malam, dan gadis itu masih mematung di salah satu halte
bus dekat sekolahnya. Ia baru saja menyelesaikan beberapa proposal yang harus
diserahkan besok, serta absen nama2 panitia pensi di sekolahnya. Inilah salah
satu tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh gadis itu, termasuk
pulang malam dari sekolahnya. Hampir satu jam ia menunggu dan tak ada bus yang
lewat. Jangankan bus, taksi saja tak ada satupun yang lewat. Atau seandainya
lewat pun pasti sudah ada penumpang. Ia sedikit menyesal tidak menyanggupi
tawaran jemputan dari Iel. Seandainya ia tidak menolak, ia pasti tidak akan luntang-lantung
seperti ini. Namun ia hanya ingin menghindari Iel. Ia takut dengan perasaannya
sendiri. Ia takut jika bersama dengan Iel terlalu lama malah membuat rasa yang
ada di dadanya semakin membuncah. Ia tau rasa apa ini, karena ini untuk kedua
kalinya ia rasakan. Namun, ia tak ingin merusak persahabatan yang telah
terjalin hampir 17 tahun. Ataukah ia takut, perasaanya hanya sebatas
pelampiasan setelah putus dengan Rio? Entahlah. Yang pasti 3 bulan ini Iel
memang merasuki hatinya.
“Hai cantik, mau ke mana?” tanya salah seorang pria bertubuh besar duduk di
sebelah Ify. Ia bisa mencium aroma alkohol dari mulut pria itu, dan itu membuat
hati Ify semakin ketar ketir.
“Pulang” ujar Ify singkat kemudian menggeser duduknya menjauhi pria itu
“Om anterin aja ya. Atau mau pulang ke rumah om?” tanya pria itu lagi
menggeser duduknya mendekati Ify. Ify menarik nafasnya dalam2, kemudian ia
hembuskan secara perlahan. Ia butuh keajaiban malam ini. Ia kemudian berdiri
dan berjalan meninggalkan halte tersebut. Namun langkahnya kurang cepat
sehingga tangannya dipegang oleh pria tadi
“Lepaskan” sentak Ify
“Tidak gadis cantik. Akan om lepaskan setelah kamu menolong om.” Ujar pria
itu kemudian memeluk dirinya membuat Ify
langsung berontak. Ia tak punya kekuatan yang cukup besar melawan pria
ini. Ia ingin sekali berteriak namun suaranya sama sekali tak keluar, dan
mengingat daerah sekitar sini memang sepi, maka ia yakin takkan ada yang
mendengar teriakannya
“Lepaskan saya pak” ujar Ify lirih hampir menangis. Pria tersebut kemudian
menngendorkan pelukannya pada Ify, kemudian terhuyung-huyung dan ambruk di salah
satu sudut halte.
“Iel?” tanya Ify histeris
“Kamu nggak apa2?” tanya Iel lantas membuang sebuah balok kayu yang ia
gunakan untuk memukul tulang belakang pria tadi, kemudian memeluk Ify. Membelai
rambut Ify, dan mengecup puncak kepala Ify
“Aku takut yel.” Ucap Ify terisak. Ketenangan, rasa nyaman dan aman yang ia
rasakan jika bersama Iel.
“Sst..ada aku di sini.” Ujar Iel lantas mengeratkan pelukannya “Maafin aku ya,
telat jemput kamu” Ify hanya menggelengkan kepalanya dalam dekapan Iel. Ini
semua bukan salah Iel, jadi Iel memang tak perlu meminta maaf. Jantungnya kembali
berdegup cepat. Sekarang ia yakin satu hal. Iel tidak merasuki hatinya selama
tiga bulan ini, tapi Iel memang berhasil menyusup di hatinya selama 17 tahun ini.
Iel memang selalu punya caranya tersendiri
****
Ify mulai menyesap cokelat panas yang ada di
gelasnya. Sudah terlalu lama ia tak melihat pemuda yang ada di hadapannya ini.
Pemuda yang dulunya menghiasi hidupnya. Pemuda yang membuatnya jatuh cinta
untuk pertama kalinya. Rambutnya dipotong pendek, dan lebih terlihat rapi
dibandingkan terakhir kali mereka bertemu.
“Bagaimana kabarmu?” tanya pemuda itu membuat Ify
tersenyum manis
“Seperti yang kau lihat saat ini”
“Baik sekali”
“Yah, begitulah kabarku saat ini. Kamu?”
“Buruk. Tiga bulan setelah aku berpisah denganmu dan menjalin hubungan
dengannya, akhirnya aku putus dengannya. Ia selingkuh di belakangku” ujar Rio
sambil menerawang, kisahnya. “Maafkan aku Ify” ujar Rio penuh penyesalan
“Sudah aku maafkan dari dulu Rio” ujar Ify sambil
mengembangkan senyumnya.
“Setelah aku putus dengannya, aku mulai sadar bahwa
hanya kamu yang ada di hatiku fy. Maukah kau kembali bersama denganku?” tanya
Rio sambil menggenggam tangan Ify
****
Iel menjalankan mobilnya meninggalkan kafe di mana
Rio dan Ify sedang berbicara. Mobilnya melaju di tengah kota Jakarta, menuju
rumahnya. Ia tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi ia sudah
cukup jelas mengetahui apa yang diminta Rio pada Ify ketika Rio menggenggam
tangan Ify. Akhirnya ia sadar satu kenyataan yang selama ini ia tepis. Satu
ketakutan untuk kehilangan Ify. Selama tiga bulan ini, ia mungkin merasa
berharga bagi Ify dan memiliki Ify seutuhnya. Namun ia tau bahwa suatu saat
nanti, ketika Rio datang lagi semuanya hanya tinggal kenangan. Ia lupa bahwa
ada satu hal yang sulit disentuhnya, hati Ify. Kurangkah perhatiannya pada Ify?
Kurangkah kebaikannya pada Ify? Kurangkah pengorbanannya pada Ify? Kurangkah
cintanya yang tulus pada Ify? Apakah itu semua masih kurang? Iel membuang nafasnya
kasar. Malam ini ia hanya ingin beristirahat, dan melupakan apa yang terjadi
malam ini. Besok, semuanya akan berbeda. Benarkah? Ketika ia memejamkan
matanya, yang terbayang hanyalah wajah Ify, senyum Ify, dan segala hal tentang
Ify. Bagaimana ia bisa menghapus segala rasa ini? Ponselnya berdering membuat
ia mau tak mau menjawabnya
“Aku ada di depan rumahmu” Iel membelalak mendengar
suara yang ada di seberang. Ia kemudian memandang layar ponselnya memastikan ia
sedang tidak berkhayal, namun nama Ify memang tertera di ponselnya. Ia kemudian
menampar pipinya mencoba menyadarkan dirinya jika ia sedang bermimpi, namun
nama Ify tetap ada di layar ponselnya
“Halo..” ujar Iel akhirnya
“CEPETAN BUKAIN PINTUNYA” teriak Ify membuat Iel
langsung keluar dari kamarnya, menuruni tangga dan membuka pintu rumahnya
“Ify? Kamu kok di sini? Sendirian?”
“Aku mau curhat Iel. tadi sih diantar Rio” ujar Ify
membuat Iel terhenyak akan kenyataan yang menyakitkan buatnya.
“Masuk. Di sini dingin. Aku buatkan teh manis untukmu,
karena sepertinya ini akan jadi curhatmu yang panjang.” Ujar Iel kemudian
menggenggam tangan Ify. Ia rela menukarkan apapun asalkan ia bisa bersama gadis
ini. Ia membuat teh, meletakan 2 cangkir di atas meja, kemudian duduk di
sebelah Ify. “Jadi, gimana kisahnya?”
“Aku senaaaang bangeeeet malam ini Iel” ujar Ify
bersemangat sambil meremas tangan Iel. “Tadi aku bertemu dengan Rio, dan ia
memintaku untuk balikan dengannya”
“Waaah, selamat ya. Traktirannya boleh lah” ujar Iel
menutupi rasa pedih di hatinya
“Apaan sih Iel. Aku belum selesai cerita. Lagian
bukan itu inti ceritanya” Ujar Ify merengut membuat Iel meringis. Cukup! Ia tak
sanggup mendengarkan apapun lagi. “Saat aku bersama Rio, saat dia memegang
tanganku, aku sadar satu hal, bahwa tak ada lagi getaran yang dulu pernah aku
rasakan bersama Rio. Tak ada lagi wajahku yang memerah jika dipuji Rio.”
“Kamu...”
“Aku sudah tidak mencintainya lagi Iel. Tadi pun aku
menolaknya. Aku sadar bahwa getaran yang aku rasakan itu hanya bisa ku rasakan
saat ini. Saat aku menggenggam tanganmu” ujar Ify dengan wajahnya yang memerah
membuat Iel hampir saja melompat saking senangnya “Aku...” belum sempat Ify
mengucapkan dua kata itu, Iel sudah mengecup lembut bibirnya.
“Aku mencintaimu. Aku nggak mau kamu ngucapinnya
pertama kali” ucap Iel sambil tersenyum manis membuat wajah Ify semakin memerah
“Aku juga mencintaimu Iel.” Iel pun menarik Ify ke
dalam pelukannya. Ia sangat bahagia hari ini. Kali ini ia yakin besok akan ada
yang berbeda.
The end
anjirr ah, cerpennya bagus banget
BalasHapusdemi apapun keren parah
tapi itu waktu ada kalimat "..Iel sudah mengecuplembut bibirnya" ga kuat bayanginnya, jadi mules nih perut
seandainya ga pake nama Ify sama Iel kayanya bakal biasa aja sih ngebayanginnya =,,=
kaka demi apa ini keren pake banget... but couple nya itu loh fyel.. huhu tapi nggak papa ding.. kaka teruskan karya mu yess.. aku selalu menunggu karya mu selanjutnya..
BalasHapusnumpang nitipin link aku yaa..kalau mau berkunjung juga boleh..
obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal.
thanks before..