Rabu, 04 Juli 2012

Sincerity - cerpen


                Hujan rintik2 membasahi kota Jakarta, kota metropolitan. Hujan dan dinginnya malam yang menusuk, merupakan alasan paing tepat untuk tidak keluar rumah, menikmati segelas cokelat panas, dan bergelung dalam selimut menanti datangnya mentari. Namun, gadis bertubuh kurus, dengan rambut sebahu dan keriting gantung ini malah dengan semangat yang entah muncul dari mana, mengalahkan segala rasa malas dan kantuknya hanya untuk bertemu dengan sang kekasih. Langkah kaki gadis itu pun memasuki sebuah mall  yang cukup terkenal di Jakarta. Kakinya kemudian berhenti pada sebuah tempat, yang sangat sering dikunjungi oleh orang2 di Jakarta atau anak muda yang memang ingin menghabiskan waktu untuk mengobrol. Tak butuh lama, matanya menemukan sosok yang ia cari, sosok yang sudah lama tak ia temui namun masih sangat jelas terekam di hatinya. Dengan senyumannya yang khas, ia pun memasuki tempat itu dan menghampiri sebuah meja yang berada di pojokan. Meja bundar dengan 2 kursi pada sisi yang berlawanan. Senyuman itu pun sirna ketika meliat sosok yang begitu ia rindukan, memeluk gadis lain di depannya.
                “Hai” ucap gadis itu kemudian menarik kursi, dan duduk tepat di depan kekasihnya “Udah lama?”
                “Baru sampai kok. Kamu mau pesan apa?”
                “Nggak. Aku udah makan tadi. Jadi, siapa dia?” tanya gadis itu to the point sambil melirik gadis berambut panjang, menggunakan softlens berwarna biru, dan make-up tipis pada wajahnya. Tanktop putih dengan cardigan berwarna cokelat serta rok jeans selutut menutupi tubuh gadis yang sedang dipeluk itu.
                “Oh kenalkan, dia pacar baruku. Namanya Shilla. Shill, ini Ify” suara gadis itu tercekat. Ada apa sebenarnya? “Ah ya, aku rasa alasan ini sudah sangat jelas agar kita putus. ”ucap pemuda itu lagi santai tanpa merasa bersalah.
                “Aku mau bicara denganmu.” Ucap Ify langsung berdiri “Di luar! Empat mata!” ucapnya tegas kemudian keluar, sambil sesekali melirik kekasihnya berbisik mesra terhadap gadis lain. Ia pun menuju taman yang ada di mall tersebut.
                “Apa lagi yang harus dibicarakan? Aku rasa semuanya sudah jelas!”
                “Nggak. Kenapa kamu tiba2 mutusin aku?”
                “Oh astaga, Ify. Setahuku kamu adalah gadis cerdas, dan untuk hal seperti ini saja kamu tidak mengerti? Keterlaluan.” Ujar kekasihnya sambil menggelengkan kepala dan melemparkan senyum meremehkan “Aku sudah tak ada perasaan apa2 lagi padamu Ify, aku sudah mencintai orang lain. Mengertilah. Kamu hanya bagian dari hidupku dulu. Kau adalah masa laluku. Sekarang aku ingin menjalin kisah yang berbeda dengan Shilla, gadis yang ku cintai saat ini. Shilla masa depanku. Aku mohon sama kamu, agar kamu tak pernah mengusik hidupku lagi”
                “Tapi..”
                “Cukup! Kisah kita berakhir malam ini fy” ujar pemuda itu kemudian meninggalkan Ify yang masih terpaku di taman mall itu. Kenapa harus seperti ini akhir kisah cintanya? Ia terduduk pada sebuah bangku taman, menatap kosong ke depan, mencoba mencari kekuatannya sendiri untuk melangkah namun kakinya tak bisa juga digerakkan. Akhirnya ia mengambil ponsel dan menekan duabelas digit  yang sudah ia hafal di luar kepalanya. Terdengar nada sambung dan suara hallo di ujung sana, namun sekali lagi ia kehilangan kekuatannya untuk sekedar berbicara. Akhirnya ia mematikan ponselnya dan memasukkan lagi ke dalam tas. Ia menyesali tidak menggunakan jaket malam ini untuk mengusir dingin yang ia rasakan. Ia memejamkan matanya, namun hanya ada bayangan kekasihnya di pikirannya
                ****
                ‘Damn’ umpat seorang pemuda di rumahnya kemudian mengambil jaket dan kunci mobilnya. Seusai menerima telepon yang sama sekali tak ada balasan dari seberang, sudah cukup menyatakan bahwa sahabatnya sedang berada dalam masalah. Ia mencoba menelpon sahabatnya itu, namun ponselnya sengaja dimatikan. Akhirnya ia putuskan untuk mencari sahabatnya itu. Mencoba berpikir, Lantas sebuah tempat yang cukup familiar terlintas dalam benaknya. ‘tak ada salahnya mencoba’ ia pun mulai menginjak pedal gas dalam2 dan menuju tempat yang ia pikirkan.
                Sesampainya di sana, ia menyapu pandangannya ke seluruh penjuru taman, kemudian menemukan gadis itu sedang duduk sambil menunduk. Tanpa ia sadari, ia menarik nafas lega, akhirnya ia bisa menemukannya juga. Ia pun melangkah mendekati gadis itu, duduk di sebelahnya kemudian menyampirkan jaket ke tubuh gadis itu. Tak ada kata di antara mereka. Hanya sikapnya saja yang seperti itu membuat sang gadis menatapnya kemudian menangis. Tangis yang tampaknya ditahan dari tadi. Ia pun merengkuh gadis itu, mencoba menenangkannya. Dan selalu saja Ia punya cara untuk menenangkan gadis di sampingnya ini.
                “Aku diputusin Rio” ujar gadis itu di tengah isakan tangisnya. Pemuda itu menghela nafasnya berat. Ia marah, ia benci dengan Rio. Ia tak menyangka bahwa Rio akan menyakiti gadis seperti Ify. “Dia ngenalin pacarnya padaku” ujar Ify membuat pemuda ini semakin marah. Marah terhadap Rio yang melukai Ify? Atau marah pada dirinya sendiri yang tak bisa menjaga Ify?
                “Aku antar kamu pulang” ujar pemuda itu dan membantu Ify berjalan ke arah mobilnya yang diparkir. Setidaknya untuk malam ini, ia hanya ingin Ify menenangkan diri, dan bukan terlihat tak menentu. Masih ada hari esok, untuk mendengar cerita gadis itu.
                ****
                Pemuda itu sekali lagi menatap dirinya di kaca spion mobilnya, memastikan bahwa penampilannya baik hari ini. Senyum manisnya tak lupa ia tunjukkan. Pemuda itu kemudian berjalan ke sebuah rumah besar yang terletak di perumahan real estate. Menekan bel yang tersampir di pojok pintu sebelah kanan.
                “Siang tante.”
                “Siang Iel. Ayo masuk, bentar lagi Ify nya turun kok” ujar wanita paruh baya yang membukakan pintu pada pemuda tadi, Iel.
                “Ma, Ify pergi ya” ujar Ify sambil mencium kedua pipi mamanya
                “Tante, Iel ajak Ify pergi main ya.”
                “Iya. Tante percaya sama kamu kok. Hati2 di jalan” Iel kemudian membukakan pintu mobilnya, layaknya seorang pangeran. Mobilnya pun melaju ke bagian utara dari Jakarta, dengan kecepatan sedang.             
                Iel dan Ify. Mereka memang telah bersahabat sejak kecil, bahkan saat mereka baru lahir ke dunia ini pun, mereka sudah bersebelahan. Kedua orang tua mereka pun bersahabat, membuat mereka berdua pun menjadi dekat. Tak pernah terlintas sekalipun di pikiran mereka dulu bahwa ketika mereka sudah memiliki pasangan masing2, maka mereka tidak akan bisa selamanya bersama. Ada saat di mana mereka harus bersama dengan pasangan masing2, dan ada saat di mana mereka akan bersama sebagai sahabat. Mendengar kata sahabat, membuat Iel merasa sakit di hatinya. Ia memang tak ingin hubungannya dengan Ify hanya sebatas sahabat. Sudah dari dulu ia ingin mengungkapkan perasaannya. Namun ia didahului oleh kakak kelasnya yang bernama Rio. Lelaki berkulit hitam manis, yang membuat banyak gadis di sekolahnya jatuh cinta pada Rio. Salah satunya pun Ify, sahabatnya. Sekali lagi yang bisa dilakukan seorang sahabat hanya bisa mendukung selama semuanya masih di jalur yang benar. Dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk hubungan kekasih antara Rio dan Ify. Mereka bahkan cukup membuat pasangan lainnya iri terhadap keserasian mereka. Walaupun Iel menyayangi Ify lebih dari seorang sahabat, tapi ia tak pernah menginginkan Ify putus dengan Rio. Ia hanya ingin Ify bahagia. Ia akan mengorbankan segalanya asalkan Ify bisa tersenyum, termasuk perasaannya sendiri. Karena ia tulus menyayangi gadis itu
                “Iel kok ngelamun sih.” Ucap Ify membuat ia langsung menoleh pada gadis itu.
                “Lagi ngelamunin cewek”
“Ngelamunin aku ya?” goda Ify membuat Iel mau tak mau tertawa kemudian mengacak rambut Ify penuh sayang. Memang ia sedang melamunkan gadis itu. Andai saja Ify tau perasaannya. Tidak, ia tidak butuh Ify tau perasaannya.
“Udah ah, udah nyampe. Kita parkir mobil terus kita masuk ke dalam.” Ujarnya membuat gadis itu tersenyum senang. “Yuk turun” ucapnya lagi kemudian menggandeng tangan Ify. Ify pun tak menolak tangannya digandeng Iel, bukankah selama ini memang seperti ini? Tapi Iel merasa kerja jantungnya semakin tak beraturan.
****
“Iel, aku senang banget kamu ngajakin aku ke sini” ujar Ify dengan tertawa bahagia setelah mereka mencoba berbagai macam permainan, dan mentari pun sudah tenggelam digantikan bulan. Ia bahkan lupa bahwa baru satu minggu ia putus dengan Rio, namun hari ini dia bahagia. Iel memang selalu bisa diandalkan sebagai sahabat. Iel selalu ada saat ia butuhkan.
“Baguslah kamu senang” ujar Iel  masih menggenggam tangan Ify berjalan ke arah parkiran. Namun Iel sadar langkah Ify terhenti “Kena..pa?” tanya Iel terhenti ketika mengikuti tatapan Ify dan menatap Rio sedang merangkul Shillla mesra.
“Eh, ada Ify dan Iel” ujar Rio sambil menampilkan senyum sinisnya. Tak ada lagi senyum manis yang selalu membuat Ify ikut tersenyum. Tak ada lagi tatapan hangat yang membuat Ify merasa tenang jika bersama pemuda itu. Namun walaupun seperti itu, di lubuk hati masih tetap terukir satu nama, Rio. “Nge-date?”tanya Rio meremehkan
“Kenapa memang? Cemburu?” tanya Iel balik
“Oh yang benar saja Iel. Untuk apa aku cemburu.” Ujar Rio sambil terkekeh “Aku nggak nyangka, ternyata cepat juga Ify ngelupain aku. Kata apa yang cocok untukmu? Murahan?” ucap Rio dengan sinis membuat Iel ingin melayangkan tinjunya ke wajah Rio, namun Ify menahan tangan Iel dan menggeleng pelan
“Terserah kamu Rio. Aku nggak perduli.”
“Takut?” ejek Rio
“Bukan. Aku terlalu baik untuk mengatai orang lain. well, menurutku Cuma orang yang nggak berpendidikan yang mengejek orang lain.”
“Kamu menghinaku?”
“Tidak Rio. Tapi jika kamu merasa, bukan salahku” Ujar Ify  kemudian menarik tangan Iel menjauhi Rio. Rio geram, ia mengepalkan tangannya. Ia tak menyangka bahwa Ify seberani itu.
“Kamu nggak apa2?” tanya Iel pada Ify ketika mereka telah sampai di mobil
“Nggak apa2”
“Nangis lagi?” tanya Iel membuat Ify langsung tertawa.
“Oh astaga Iel, tidak. Aku tidak akan melakukannya lagi pada pemuda seperti itu. Sudah cukup seminggu ku habiskan air mataku untuknya. Lagian kata seseorang tangisanku terlalu berharga untuk menangisi orang seperti dia” ujar Ify membuat Iel langsung mengacak rambut Ify.
“Ke mana kita sekarang?” tanya Iel kemudian menstarter mobilnya
“Makan. Aku lapar yel”
”Yah aku tau. Apalagi setelah menghabiskan energi untuk bermain dan sedikit membentak pemuda tadi” ujar Iel dan mengedipkan sebelah matanya pada Ify, membuat Ify lagi2 tertawa. Iel memang selalu memiliki caranya sendiri membuat Ify tertawa, dan Ify nyaman dengan semua itu.
*****
Sudah hampir jam 9 malam, dan gadis itu masih mematung di salah satu halte bus dekat sekolahnya. Ia baru saja menyelesaikan beberapa proposal yang harus diserahkan besok, serta absen nama2 panitia pensi di sekolahnya. Inilah salah satu tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh gadis itu, termasuk pulang malam dari sekolahnya. Hampir satu jam ia menunggu dan tak ada bus yang lewat. Jangankan bus, taksi saja tak ada satupun yang lewat. Atau seandainya lewat pun pasti sudah ada penumpang. Ia sedikit menyesal tidak menyanggupi tawaran jemputan dari Iel. Seandainya ia tidak menolak, ia pasti tidak akan luntang-lantung seperti ini. Namun ia hanya ingin menghindari Iel. Ia takut dengan perasaannya sendiri. Ia takut jika bersama dengan Iel terlalu lama malah membuat rasa yang ada di dadanya semakin membuncah. Ia tau rasa apa ini, karena ini untuk kedua kalinya ia rasakan. Namun, ia tak ingin merusak persahabatan yang telah terjalin hampir 17 tahun. Ataukah ia takut, perasaanya hanya sebatas pelampiasan setelah putus dengan Rio? Entahlah. Yang pasti 3 bulan ini Iel memang merasuki hatinya.
“Hai cantik, mau ke mana?” tanya salah seorang pria bertubuh besar duduk di sebelah Ify. Ia bisa mencium aroma alkohol dari mulut pria itu, dan itu membuat hati Ify semakin ketar ketir.
“Pulang” ujar Ify singkat kemudian menggeser duduknya menjauhi pria itu
“Om anterin aja ya. Atau mau pulang ke rumah om?” tanya pria itu lagi menggeser duduknya mendekati Ify. Ify menarik nafasnya dalam2, kemudian ia hembuskan secara perlahan. Ia butuh keajaiban malam ini. Ia kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan halte tersebut. Namun langkahnya kurang cepat sehingga tangannya dipegang oleh pria tadi
“Lepaskan” sentak Ify
“Tidak gadis cantik. Akan om lepaskan setelah kamu menolong om.” Ujar pria itu kemudian memeluk dirinya membuat Ify  langsung berontak. Ia tak punya kekuatan yang cukup besar melawan pria ini. Ia ingin sekali berteriak namun suaranya sama sekali tak keluar, dan mengingat daerah sekitar sini memang sepi, maka ia yakin takkan ada yang mendengar teriakannya
“Lepaskan saya pak” ujar Ify lirih hampir menangis. Pria tersebut kemudian menngendorkan pelukannya pada Ify, kemudian terhuyung-huyung dan ambruk di salah satu sudut halte.
“Iel?” tanya Ify histeris
“Kamu nggak apa2?” tanya Iel lantas membuang sebuah balok kayu yang ia gunakan untuk memukul tulang belakang pria tadi, kemudian memeluk Ify. Membelai rambut Ify, dan mengecup puncak kepala Ify
“Aku takut yel.” Ucap Ify terisak. Ketenangan, rasa nyaman dan aman yang ia rasakan jika bersama Iel.
“Sst..ada aku di sini.” Ujar Iel lantas mengeratkan pelukannya “Maafin aku ya, telat jemput kamu” Ify hanya menggelengkan kepalanya dalam dekapan Iel. Ini semua bukan salah Iel, jadi Iel memang tak perlu meminta maaf. Jantungnya kembali berdegup cepat. Sekarang ia yakin satu hal. Iel tidak merasuki hatinya selama tiga bulan ini, tapi Iel memang berhasil menyusup di hatinya selama 17 tahun ini. Iel memang selalu punya caranya tersendiri

****
                Ify mulai menyesap cokelat panas yang ada di gelasnya. Sudah terlalu lama ia tak melihat pemuda yang ada di hadapannya ini. Pemuda yang dulunya menghiasi hidupnya. Pemuda yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Rambutnya dipotong pendek, dan lebih terlihat rapi dibandingkan terakhir kali mereka bertemu.
                “Bagaimana kabarmu?” tanya pemuda itu membuat Ify tersenyum manis
                “Seperti yang kau lihat saat ini”
                “Baik sekali”
                “Yah, begitulah kabarku saat ini. Kamu?”
“Buruk. Tiga bulan setelah aku berpisah denganmu dan menjalin hubungan dengannya, akhirnya aku putus dengannya. Ia selingkuh di belakangku” ujar Rio sambil menerawang, kisahnya. “Maafkan aku Ify” ujar Rio penuh penyesalan
                “Sudah aku maafkan dari dulu Rio” ujar Ify sambil mengembangkan senyumnya.
                “Setelah aku putus dengannya, aku mulai sadar bahwa hanya kamu yang ada di hatiku fy. Maukah kau kembali bersama denganku?” tanya Rio sambil menggenggam tangan Ify
                ****
                Iel menjalankan mobilnya meninggalkan kafe di mana Rio dan Ify sedang berbicara. Mobilnya melaju di tengah kota Jakarta, menuju rumahnya. Ia tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi ia sudah cukup jelas mengetahui apa yang diminta Rio pada Ify ketika Rio menggenggam tangan Ify. Akhirnya ia sadar satu kenyataan yang selama ini ia tepis. Satu ketakutan untuk kehilangan Ify. Selama tiga bulan ini, ia mungkin merasa berharga bagi Ify dan memiliki Ify seutuhnya. Namun ia tau bahwa suatu saat nanti, ketika Rio datang lagi semuanya hanya tinggal kenangan. Ia lupa bahwa ada satu hal yang sulit disentuhnya, hati Ify. Kurangkah perhatiannya pada Ify? Kurangkah kebaikannya pada Ify? Kurangkah pengorbanannya pada Ify? Kurangkah cintanya yang tulus pada Ify? Apakah itu semua masih kurang? Iel membuang nafasnya kasar. Malam ini ia hanya ingin beristirahat, dan melupakan apa yang terjadi malam ini. Besok, semuanya akan berbeda. Benarkah? Ketika ia memejamkan matanya, yang terbayang hanyalah wajah Ify, senyum Ify, dan segala hal tentang Ify. Bagaimana ia bisa menghapus segala rasa ini? Ponselnya berdering membuat ia mau tak mau menjawabnya
                “Aku ada di depan rumahmu” Iel membelalak mendengar suara yang ada di seberang. Ia kemudian memandang layar ponselnya memastikan ia sedang tidak berkhayal, namun nama Ify memang tertera di ponselnya. Ia kemudian menampar pipinya mencoba menyadarkan dirinya jika ia sedang bermimpi, namun nama Ify tetap ada di layar ponselnya
                “Halo..” ujar Iel akhirnya
                “CEPETAN BUKAIN PINTUNYA” teriak Ify membuat Iel langsung keluar dari kamarnya, menuruni tangga dan membuka pintu rumahnya
                “Ify? Kamu kok di sini? Sendirian?”
                “Aku mau curhat Iel. tadi sih diantar Rio” ujar Ify membuat Iel terhenyak akan kenyataan yang menyakitkan buatnya.
                “Masuk. Di sini dingin. Aku buatkan teh manis untukmu, karena sepertinya ini akan jadi curhatmu yang panjang.” Ujar Iel kemudian menggenggam tangan Ify. Ia rela menukarkan apapun asalkan ia bisa bersama gadis ini. Ia membuat teh, meletakan 2 cangkir di atas meja, kemudian duduk di sebelah Ify. “Jadi, gimana kisahnya?”
                “Aku senaaaang bangeeeet malam ini Iel” ujar Ify bersemangat sambil meremas tangan Iel. “Tadi aku bertemu dengan Rio, dan ia memintaku untuk balikan dengannya”
                “Waaah, selamat ya. Traktirannya boleh lah” ujar Iel menutupi rasa pedih di hatinya
                “Apaan sih Iel. Aku belum selesai cerita. Lagian bukan itu inti ceritanya” Ujar Ify merengut membuat Iel meringis. Cukup! Ia tak sanggup mendengarkan apapun lagi. “Saat aku bersama Rio, saat dia memegang tanganku, aku sadar satu hal, bahwa tak ada lagi getaran yang dulu pernah aku rasakan bersama Rio. Tak ada lagi wajahku yang memerah jika dipuji Rio.”
                “Kamu...”
                “Aku sudah tidak mencintainya lagi Iel. Tadi pun aku menolaknya. Aku sadar bahwa getaran yang aku rasakan itu hanya bisa ku rasakan saat ini. Saat aku menggenggam tanganmu” ujar Ify dengan wajahnya yang memerah membuat Iel hampir saja melompat saking senangnya “Aku...” belum sempat Ify mengucapkan dua kata itu, Iel sudah mengecup lembut bibirnya.
                “Aku mencintaimu. Aku nggak mau kamu ngucapinnya pertama kali” ucap Iel sambil tersenyum manis membuat wajah Ify semakin memerah
                “Aku juga mencintaimu Iel.” Iel pun menarik Ify ke dalam pelukannya. Ia sangat bahagia hari ini. Kali ini ia yakin besok akan ada yang berbeda.

                The end


2 komentar:

  1. anjirr ah, cerpennya bagus banget
    demi apapun keren parah

    tapi itu waktu ada kalimat "..Iel sudah mengecuplembut bibirnya" ga kuat bayanginnya, jadi mules nih perut

    seandainya ga pake nama Ify sama Iel kayanya bakal biasa aja sih ngebayanginnya =,,=

    BalasHapus
  2. kaka demi apa ini keren pake banget... but couple nya itu loh fyel.. huhu tapi nggak papa ding.. kaka teruskan karya mu yess.. aku selalu menunggu karya mu selanjutnya..


    numpang nitipin link aku yaa..kalau mau berkunjung juga boleh..
    obat kista tradisional.
    obat pelangsing herbal.
    thanks before..

    BalasHapus