Jumat, 22 Juni 2012

Sunshine Princess & Ice prince - part 2


Haiyaaah, sejujurnya aku udah nggak mau ngelanjutin cerbung ini lagi karena aku beneran nggak ada ide. Jadi setelah part ini yang agak kacau. Gimana menurut kalian? Perlu dilanjutin nggak?


*****
Rio P.O.V

       Gue ngambil HP yang ada di dashboard mobil gue.
       From : Angel
       Yo, es batu nya kamu kasih ke Ify ya, dia yang jagain stand minuman. Gue rapat bntar.
       Gue langsung memasukan hape gue ke saku celana gue yang bagian belakang, kemudian mengambil beberapa kantong kresek yang isinya es batu. Gue berjalan dar parkiran ke stand minuman.
       "Permisi" ujar gue membuat gadis yang ada di hadapan gue langsung menoleh. Entah kenapa, gue senang ngeliat wajahnya yang diterpa sinar matahari, dengan dagu tirus, kulit putihnya, dan tetesan keringat yang mengalir di wajahnya membuat dia begitu menarik di mata gue.
        "Mau ngasih es batu" ucap gue sambil ngasih kantong kresek
        "Makasih ka Rio" ucapnya membuat gue tersenyum tipis. Suaranya merdu. Setidaknya itu yang terekam di otak gue. Gue pun langsung pergi, untuk menhindari segala fantasi yang mungkin terjadi.

****
          Setelah pulang dari acara LKMM yang menurut gue biasa aja, akhirnya gue harus dipertemukan dengan kuliah-kuliah yang membosankan.  Untungnya hari ini ada latihan musik di UPMM. Gue ngelirik jam tangan gue, udah telat 20 menit sih, tapi shilla pasti nungguin gue. Bukan ge-er, tapi yang kosong jam begini dan nggak lagi ujian kan cuma gue sama agni.
           "sorry telat" ucap gue sambil memasuki ruangan.
            "masuk yo" ucap Shilla. Hey, gue bertemu lagi dengan gadis itu. Gadis yang menyebut ekspresi wajahku datar seperti Rhisus sardonicus. Ify. Alyssa Saufika Umari "....ify sama Rio" gue sama sekali nggak denger apa yang diucapi. Shilla kecuali dia nhebutin nama gue dan ify berbarengan. Apakah itu artinya gue akan sekelompok dengan gadis ini?
            "jadi kita mau nyanyi apa fy?" tanya gue membuat dia sedikit terbelalak, namun dia tak kunjung menjawab pertanyaan gue. "fy?"
            "hmm, pretending aja gimana?"
           Gue kemudian memberikan instruksi apa yang harus kita berdua lakukan, dan sedikit ketenangan buat dia yang kelihatannya gugip. Mungkin karena ini pertama kalinya buat dia. Akhirnya kita berdua bernyanyi membuat shilla dan agni bertepuk tangan riuh. Kita berdua langsung kembali ke tempat. Dia menatap ke arah Agni dan shilla, namun pandangannya kosong. Gue nggak tau apa yang dipikirin.Tapi yang oasti gue jadi menikmati untuk melihat wajahnya, menyusuri setiap lekuk wajahnya dan mencoba memetakannya di otak gue.
              "kamu lagi sakit fy?" bisik gue
              "he-eh. Kok tau ka?"
              "tadi kedengaran pas nyanyi." kemudian gue bertepuk tangan saat shilla dan agni menyelesaikan lagu mereka, yang artinya pertemuan hari ini juga selesai aampai si sini.
               "kamu pulang bareng siapa fy?" tanya gue, namun sedetik kemudian gue bener2 nyesel. Harusnya gue nggak perlu nanyain kayak gitu. Itu kan urusan dia 
               "Ify"
               "ah ka alvin."
               "ayo pulang, aku udah tungguin kamu dari tadi" gue langsung berjalan melewati dia dan Alvin.
               "ka Rio tunggu. Gue nebeng lu." ujar Agni yang langsung mengikuti langkah gue. Gue menggedikan bahu sebagai pernyataan Agni tadi. Gue lupa kalau di sisi dia selalu ada Alvin. Tapi kenapa gue harus ngerasa kesel dengan Alvin? Nggak! Gue nggak suka sama dia. jangan pernah salah ngartiin perasaan. Gue cuma bersikap sebagai kakak kelas yang baik, apalagi sepanitia dan sepengurusan. Kakak kelas yang baik? Sejak kapan? Bukankah selama gue berada di kampus ini, nama gue udah tersohor di mana2 kalau gue adalah salah satu anggota geng di kampus yang kerjaannya bolos kuliah dan ngerokok? Well, sebenarnya gue nggak ngerokok, karena gue tau itu nggak sehat. Tapi kalo lo berada di tengah2 orang yang ngerokok, lo pasti akan dicap juga sebagai salah satu yang ngerokok. Bukan masalah gue salah gaul atau kayak gimana, tapi gue nemuin orang2 yang bisa disebut sahabat sejati yaitu sahabat2 di geng gue. Nggak selamanya orang yang selalu bersikap baik, dengan prestasi yang menjulang tinggi, membuat ia berteman dengan orang2 yang benar2 tulus untuk bersahabat. Karena terkadang orang2 hanya suka ngelihat kelebihan kita dan tak mau menerima kekurangan kita. Padahal kita juga manusia biasa, yang pasti punya kekurangan. Sahabat2 di geng gue itulah yang ngajarin gue banyak hal tentang hidup, well kecuali untuk bolos kuliah.
             "ka Rio diem banget sih" ujar agni membuat gue tersadar dari lamunan gue. Gue cuma tersenyum tipis menanggapi pernyataan Agni tadi. Banyak orang yang bilang kalau gue itu orangnya terlalu cool? atau pendiam? Atau malah jaim? Entahlah. sampai2 teman2 gue ngasih julukan prince ice. Sebenarnya sifat gue yabg satu itu cuma keluar kalo ada cewek dan nggak lagi bareng teman2 geng gue. Udah gue bilang kan, gue selalu terbuka sama teman2 geng gue karena mereka nggak pernah ngeliat kekurangan gue. Dan nama geng gue adalah babeh. well, bukan nama yang sebenarnya. Geng kita emang nggak pinya nama, tapi karena kita sring duduk si tempat seorang bapak jualan nasi goreng, maka orang akan langsing nyebut kita geng babeh.
****
            Gue memainkan gitar dayat, sambil duduk bercanda dengan teman2 geng gue. tempat kita mangkal, memang tempat paling strategis di kampus gue. Dari tempat ini bisa ngeliat 3 angkatan sekaligus, dan bisa juga ngeliat orang2 yg pada ke kantin, tapi biasanya nggak sadar kalau sedang diperhatiin. Mata gue terpaku sama satu sosok gadis yang kebetulan lewat bersama temannya. Bahkan untuk tahun kedua gue di kampus ini, baru gue sadar kalau ada makhluk Tuhan yang cantiknya luar biasa saat gue satu panitia dengan dia.
          "ify!" gue langsung nengok ke arah yang manggil dia. Lintar yang manggil dia. Lintar & Septian emang seangkatan sama Ify. Tapi mereka berdua.gabung d geng babeh ini karena mereka juga ngerokok kayak yang lain.
          "ya?"
          "ntar belajar kelompok?"
          "iya, di perpus. Yang ngajar Via."
          "sip, thank you" ujar Lintar kemudian diangguki Ify dengan tambahan senyum manisnya.
          "lu kenal sama Ify?" tanya gue yang terdengar tolol di telinga lainnya. Gimana dia nggak kenal, kan seangkatan. "maksud gue, lu sekelompok sama Ify?" tanya gue meralat pertanyaan gue sebelumnya. Kelompok belajar di kampus gue emang wajib, tapi kelompoknya benar2 bebas. Terserah mau sekelompok sama siapa, berapa orang, dan biasanya yang sekelompok itu adalah teman2 dekat. Gue nggak cukup yakin gadis tipe Ify merupakan teman dekat Lintar.
          "well, gue emang sekelompok sama dia. Awalnya gue emang nggak gitu dekat sama dia. Tapi jadi dekat karena cuma kelompoknya dka aja yang mau nerima gue sama Septian, di saat semua kelompok nolak keberadaan kita berdua."
          "emangnya dia bukan tipe orang yang milih teman, cupu, kutu buku, dan pendiam?" tanya gue yang disambut tawaan dari Septian dan Lintar. Emang ada yang salah dengan pertanyaan gue? Setidaknya itu yang gue lihat dari dirinya
          "itu artinya lu belom kenal baik sama dia" ujar Lintar membuat Septian mengangguk setuju
          "Dia itu friendly sama siapa aja. Dia nggak pernah milih2 teman, selama orangnya mau juga berteman sama dia. Dia emang suka baca, tapi bukan berarti dia kutu buku yang kerjaannya cuma baca buku pelajaran. Malah dia senang banget sana novel atau bahkan komik. Dan dia itu cerewet banget. Dia bisa nyerocos tanpa henti di saat dia lagi bahagia ataupun lagi stress. Dia juga usil banget. Punya banyak ide ngerjain maupun comblangin orang, tapi dia bisa jadi orang pertama yang ngasih saran ataupun masukan kalau misalnya kita ada masalah."ujar Septian panjang lebar
          "Dia itu manis. Mungkin dia nggak secantik Febby yang notabene adalah model. Tapi dia itu manis, buat orang suka ngeliat wajahnya dia, walaupun sebenarnya dia cuek banget sama penampilannya. Nggak pernah dandan, tapi malah ngebuat dia jadi manis dalam kesederhanaannya itu" tambah Lintar kali ini. Gue mengangguk ngerti.
          "Kenapa emang lu nanyain?"
          "cuma nanya aja. Soalnya dia satu UPMM musik sama gue, satu panitia sama gue, satu pengurus senat sama gue, tapi gue nggak gitu kenal sama dia"
          "gue kira, lu suka sama dia." ujar Lintar kali ini membuat gue langsung mendengus kesal.  "siapa tau, Ify bisa mencairkan pangeran es kita yang satu ini"
****
Ify P.O.V
         Aku mulai mematut diriku di cermin. Kalau bukan karena permintaan kakakku, maka aku tak akan datang ke pesta pernikahan temannya menggunakan dress. Seandainya ka Winda ada di Indonesia, setidaknya aku tidak perlu pergi ke pesta pernikahan temannya itu. well, ka Uci memang dekat denganku juga, tapi please, di sana aku cuma kenal ka Uci. Nggak.mungkin kan akumeminta ka Uci untuk menemaniku makan, padahal dia yang punya pesta pernikahan. Aku memang kenal dengan Ka vina ataupun ka Dian, tapi ak juga nggak mungkin meminta mereka ynag sudah punya pacar untuk menemaniku juga kan? Bisa2 aku jadi obat nyamuk atau kacang goreng. Seandainya saja aku punya pacar, mungkin aku tidak akan duduk sendirian di sana. Atau aku ajak ka Alvin ya? Ah sudahlah, aku tak ingin merepotkan orang lain. Sekali lagi ku tatap diriku di cermin, meyakinkan bahwa tak ada yang kurang. Aku pun mengambil tas pesta peninggalan ka Winda, kemudian aku segera keluar kamar menghampiri taxi yang sudah menungguku.
             Aku berjalan memasuki ruangan di mana pesta nya berlangsung. Aku menatap kiri dan kananku, berharap ada yang ku kenal, namun tampaknya itu hanya harapanku.
            "Ify?" Langkahku terhenti. Hei, ada yang mengenalku. Aku berbalik dan terperangah menemukan dia ada di hadapanku.
            "ka Rio, kok ada di sini?"
            "kakakku nggak bisa datang jadi aku harus menggantikannya. Kamu?"
            "sama. kakakku jiga nggak bisa datang"
            "ify!!"
           "ka Vina, ka Dian, hai.."
           "dateng sama pacar ya?"
           "ah bukan ka."
           "tapi kalian cocok" ujar ka Dian membuat aku tersenyum tipis.

****
           Cantik, manis. entahlah kata pujian apa yang cocok untuk mendeskripsikan dirinya malam ini. Ia menggunakan dress hitam, dengan motif polkadot putih, high heels dan sedikit jepitan kupu2 menghiasi rambutnya. Dia terlihat begitu berbeda malam ini. Sisi feminim dan anggunnya keluar malam ini.
           "ayo Rio foto sama Ify" ujar salah satu di antara orang yang menyapa Ify, kalau nggak salah namanya Dian. Akhirnya gue mengangguk kemudian memasukkan tanganku ke dalam saku celana, sambil memamerkan senyum tipis yang entah bisa didefinisikan sebagai senyuman atau nggak. Ify berdiri sebelah kanan gue sambil tersenyum manis. "hmm, kurang mesra". Gue langsung merengkuh pundaknya membuat dia yang tadinya mau protes langsung terdiam, dan gue bisa ngelihat semburat merah muncul di kedua pipinya. Kali ini tanpa mau menyia-nyiakan kesempatan, gue langsung tersenyum manis. Entahlah apa yang membuat gue senekat ini. Bukankah selama ini gue selalu jaim?
            "nah gitu kan bagus"
            "maaf ya" ujarnya membuat gue mengernyitkan kening nggak ngerti dengan apa yang dibicarakan. "hmm, teman2 kakakaku suka banget ngegodain aku dengan siapa aja cowok yang deket sama aku. Maafin insiden foto tadi" ujarnya sambil menundukkan wajahnya dalam2 seperti benar2 menyesal
            "ya"
            "fy, tadi kamu dateng naik apa?" tanya yang lain lagi, mungkin namanya Vina
            "taxi ka"
            "pulangnya naik apa?"
            "naik taksi paling ka"
            "lho jangan, udah malem, nggak bagus gadis pulang sendirian malam2 lagi"
            "Ify,pulang bareng aku aja" ujar gue akhirnya

Ify P.O.V
Di sinilah aku berada, tepat di samping ka Rio di dalam mobil mercedesnya. Sudah setengah jam berlalu kami berada di dalam mobil ini, dan sama2 terdiam. Ini sama sekali bukan diriku. Jika aku berada pada situasi seperti ini, maka aku akan denan mudah mencari topik pembicaraan. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Aku terdiam, dan sama sekali tak tau harus berbicara apa dengannya.
“Kamu nggak suka aku anter?” tanya ka Rio tiba2 membuat aku langsung menoleh padanya, dan lagi2 suaraku tercekat. Melihat wajahnya saat malam hari di mana hanya disinari bulan, membuat gurat kedewasaannya timbul dan ini membuat aku terperangah. “hmm, atau kamu takut pacarmu marah?” tanyanya lagi, dan aku harus berusaha untuk berkonsentrasi dan tidak terlena dengan wajahnya.
“Nggak keduanya ka. Aku Cuma ngerasa ngerepotin ka Rio aja” ujarku akhirnya
“Tenang aja, sama sekali nggak ngerepotin kok” ujarnya sambil tersenyum dan membuatku entah untuk ke berapa kalinya kehilangan suara. Ka Rio tersenyum. Ini merupakan hal langka yang terjadi. Aku mencoba menyadarkan diriku kemudian mengalihkan pandanganku ke jalanan. Kesunyian dan kesepian pun melanda sampai aku tiba di kosanku.
“Makasih ka.” ujarku kemudian membuka pintu mobil “Hati2 ka” ujarku lagi dan menutup pintu mobilnya kemudian masuk ke kosanku. Gosh! Apa yang terjadi malam ini? Kalau seandainya ini hanya mimpi, please,  biarin aku dalam mimpi indah ini

6 komentar:

  1. Keren banget, kak!
    Kurang panjang tapi *eh -.-v
    Rio sama Ify dong yayayaya ~ *winkwink*
    Lanjut, kakkk.... Jangan ngaretttttt :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. astaga maaf ya aku baru sempat bales komentarnya...
      makasiiih...
      duh padahal, aku udah rencana nggak mau dilanjutin lagi nih cerita

      Hapus
  2. lanjut kak..
    cerita.y kerennn.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasiiiiih. duh padahal aku udah rencana nggak mau ngelanjutin nih cerita...

      Hapus
  3. Kak, mana lanjutannya? Penasaran niih -_-"

    BalasHapus
  4. Aduhh kak, lanjutannya mana???

    BalasHapus