Sabtu, 26 Mei 2012

Bersama dengannya - cerpen


Aku baru saja sampai di salah satu stasiun kota jogjakarta, kota kelahiranku. Kota ini memang penuh kenangan. Dari kecil sampai aku SMA, aku berada di kota ini. Hanya saat kuliah saja aku pindah ke ibukota Indonesia, kota metropolitan, tapi kota yang juga menyimpan begitu banyak sifat individualistis dan egois mungkin. Tapi toh aku tetap ke jakarta mencari peruntungan di kota itu, dan saat ini aku kemvali untuk sedikit melepaskan kepenatan setelah ujian dan sidang skripsi. Aku sedikit terperangah ketika melihat jalanan yang begitu sepi. Aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Aku mendecak kesal. bagaimana bisa aku lupa bahwa ini sudah larut malam atau tengah malam dan kota jogja ini akan selalu sepi berbeda dengan jakarta. Salahku juga tidak mengatakan pada keluargaku bahwa aku akan pulang ke jogja hari ini. Tapi aku kan berencana membuat surprise. Kalo aku bilang, bukankah itu bukan sebuah kejutan lagi? Akhirnya aku mengedarkan pandangan masih berharap ada kendaraan yang lewat malam ini. Aku merapatkan jaketku karena merasa udara malam yang dingin menusuk badanku. Tiga puluh menit berlalu dan tak ada kendaraan satupun yang lewat. hmm, maksudku kendaraan umum tak ada satupun yang lewat. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan sambil masih berharap ada kendaraan yang lewat. Setidaknya aku tidak perlu menunggu di stasiun kereta yang menurutku cukup terlihat angker pada malam hari. Tiba2 ada yang menepuk bahuku, bulu kudukku berdiri tegak dengan sempurna. Ah, apalagi ini. Aku berdoa ini bukanlah salah satu jenis hantu baru. Atau yang lebih parah lagi pemerkosa. Aku langsung menggeleng kepalaku kuat2. Aku menoleh mencari tahu siapa yang menepuk bahuku tadi.
"astaga Rio" ujarku ketika melihat sahabatku berdiri di sana sambil memamerkan gigi putihnya. sahabat SMA ku, cinta pertamaku.
"kenapa kaget gitu sih?" tanyanya
"aku kira tuh hantu. hmm, lebih parah lagi aku mikir kamu pemerkosa" ujarku manyun membuat dia langsung tertawa
"kamu sama sekali nggak berubah"
"btw kamu kok di sini yo?"
"jemput kamu"
"hah?" mulutku terbuka lebar. hei, aku sama sekali tidak mengatakan kepulanganku pada siapapun kecuali teman2 kuliahku yang ada di jakarta. Tapi mereka kan sama sekali tak mengenal Rio atau siapapun yang ada di jogja ini.
"jangan mangap gitu ah. kasihan nyamuknya dimakan sama kamu" ujarnya membuat aku refleks menuup mulutku
"kamu tau dari mana aku pulang malam ini?"
"kontak batin. Kamu lupa dulu kita sering banget kontak batin." ujarnya membuat aku mau tak mau mengangguk juga. Dulu, aku dan dia sering sekali kontak batin. entah bagaimana kita pasti tau bahwa salah satunya sedang sedih, tertimpa kecelakaan bahkan sedang ingin menangis dan butuh orang lain untuk mendengarkan cerita.
"ya udah. aku anterin kamu pulang ya. Tapi aku mau ngajak kamu ke taman main kita dulu. Mau kan?"
"malam2 begini yo? Kenapa nggak besok aja? Aku kan masih sebulan di sini"
"Aku maunya malam ini. Aku kangen banget sama kamu. Sama sahabat terbaik yang pernah ku miliki" ujarnya membuat aku kembali tersadar bahwa perasaan cintaku padanya masih ada sampai sekarang dan dia hanya menganggapku sebagai sahabat.
"oke" sahutku kemudian mwngambil helm dari tangannya, menggunakannya kemudian naik ke atas motornya. Motor yang sama seperti SMA dulu, hanya saja motornya sedikit hancur di bagian kirinya. Dia pun melaju dengan kecepatan sedang, membuat aku harus merapatkan jaketku lagi. Dingin menusuk seluruh tubuhku. Sudah terlalu lama aku tidak merasakannya. Akhirnya Rio menghentikan motornya, di tempat tujuan. Taman ini terlihat sedikit berbeda dibanding 4 tahun yang lalu. Ayunan yang selalu ku mainkan sudah terlihat rapuh di pohon tua yang nampaknya tidak begitu terawat. Namun di sisi lain terdapat meja dan kursi dengan lampu taman yang bagus.
"ayo duduk di sana" ujarnya kemudian menarik tanganku. Aku bisa merasakan tangannya yang juga dingin seperti tanganku. Namun genggamannya itu cukup menghangatkanku. Entah bagaimana panas di pipiku terasa.
"gimana kabarmu?" tanyanya membuat aku sedikit tersenyum
"baik."
"btw, selamat ya udah lulus"
"makasih. kamu sendiri gimana? udah seminggu lebih aku nggak dengar kabarmu. tapi setelah kulihat, sepertinya semua baik2 saja"
"ya, terkadang yang kamu lihat nggak selalu seperti kenyataannya" ujarnya sambil menerawang membuatku mengernyitkan keningku.
"jadi ada apa nih ngajakin anak gadis yang cantiknya nggak ada habis2nya, tengah malam, duduk di taman?" tanyaku membuat dia tertawa. Dia langsung mengacak rambutku. Kemudian kami sama2 terdiam. Aku sedang menunggu jawabannya, penjelasanya atau apa saja, namun dia sama sekali tak berkomentar dan malah duduk terdiam.
"kamu ingat nggak, dulu kita sering bermain di ayunan itu. Kamu akan berteriak sekeras mungkin jika kamu punya masalah, untuk melepaskan bebanmu. padahal tanpa kamu sadari bahwa aku akan selalu membantumu" ujarnya membuat aku tersenyum. Dulu setiap aku ada masalah dengan pendidikanku ataupun banyak kegiatan yang membuat diriku cukup sibuk atau bahkan punya sedikit masalah dengan teman2ku, maka aku akan selalu datang ke sini dan mengajak Rio. Aku memintanya untuk mendorong ayunanku. Dia memang selalu ada untukku
"tapi banyak berubah dibanding 4 tahun yang lalu."
"yah, nggak ada yang pernah abadi di dunia ini" sagutnya sambil menerawang. Aku hanya menatap wajahnya, yang entah bagaimana bisa membuatku jadi tenang.
"kamu udah punya pacar di sana?" tanyanya membuatku langsung mengalihkan pandanganku padanya
"belum."
"kenapa?" aku hanya diam, ntah apa yang harus ku jawab. Jujurkah ataukah aku harus berbohong padanya?
"kamu sendiri? udah punya pacar? atau setidaknya gadis pujaan?" tanyaku mengalihkan peertanyaannya
"pacar belum. Tapi kalau gadis yang ku suka, ada" jawabnya singkat membuatku membelalakan mata tak percaya, namun kemudian mengalihkan pandanganku pada langit. Malam ini mendung, tak ada satu bintang pun yang bersinar, seperti hatiku mungkin.  Sepi, sunyi, tenang. Kami berdua sama2 larut dalam pikiran masing2.
"aku punya sesuatu untukmu." ujarnya kemudain merogoh saku jaketnya. "Happy birthday" ucapnya sambil membuka kotak kecil yang berisi kalung berliontin dolphin. Aku tersadar bahwa sekarang pukul 1 pagi dan saat ini memang hari ulang tahunku.
"makasih yo" ucapku "boleh bantuin buat pasangin?" tanyaku padanya, membuat ia mengangguk kemudian memasang kalung itu di leherku.
"kamu tau bahwa lumba2 itu akan selalu mengenal suara pasangannya walaupun mereka berada di tempat beratus-ratus bahkan beribu-ribu meter jauhnya. Aku juga mau kita seperti iu. Walaupun kita berada di tempat yang berbeda dan jauh sekalipun, aku akan selalu tau kamu di mana dan kamu membutuhkanku." ujarnya sambil menyingkirkan beberapa helai rambutku ke belakang telinga. Dia menyusuri wajahku dengan jarinya, dan dia mendekatkan wajahnya padaku, membuatku terpaku tak tau harus berbuat apa. Tanpa ku sadari dia mengecup bibirku lembut, membuat jantungku berdetak tak karuan. Ia menjauhkan wajahnya, dan menatapku dalam. Aku bisa tiba2 pingsan di sini kalau aku terus bersama dengannya.
"fy, mungkin ini udah terlambat, tapi aku cuma mau bilang, aku sayang kamu. Aku sayang kamu sejak SMA dulu, tapi aku nggak punya keberanian buat bialng ke kamu." Aku menatapnya tak percaya. Aku tak menyangka bahwa dia juga memiliki perasaan yang sama, dan itu artinya cintaku tak pernah bertepuk sebelah tangan.
"aku juga sayang sama kamu" ujarku membuat dia tersenyum pahit. bukankah seharusnya dia bahagia, kemudian memelukku, layaknya sinetron2? Tapi dia malah ttap pada posisinya
"makasih"
"untuk?"
"untuk malam ini dan untuk perasaanmu juga." aku tersenyum tipis mendengar jawabannya. Hei, ini sama sekali berbeda dengan film2. Tapi aku tetap saja bahagia. Ia kemudian mengantarku pulang ke rumah. Kali ini aku memeluk tubuhnya seolah takut kehilangan dirinya, seolah aku takut bahwa aku sedang bermimpi dan saat aku terbangun aku hanya dapat kekecewaan.
"apa yang kamu lihat mungkin nggak selalu sesuai dengan kenyataan, tapi apa yang kamu dengar nggak ada yang salah dan itu semua kenyataan" ucapnya membuat aku mengernyitkan keningku.
"kamu mau masuk dulu?" tanyaku padanya saat kami sampai di depan rumahku.
"nggak fy. udah malam. Kamu masuk saja." Aku pun mengangguk
"makasih ya udah mau jemput aku tadi" ujarku kemudian berjalan ke pintu rumahku.
"fy" panggilnya membuat aku menoleh padanya. "selamat malam" ucapnya kemudian mengecup keningku. Hangat. Itu yang ku rasakan. Kemudian dia berlalu dengan motornya. Tuhan, biarlah malam ini jadi malam yang indah.
            Aku mengetuk pintu rumahku beberapa kali. Pasti mama dan papa beserta kakak2ku akan terheran-heran dengan kepulanganku dan meeka akan memelukku layaknya di film2. Aku terkekeh membayangkan apa yang terjadi. Pintu dibuka"selamat malam semuanya" seruku heboh kemudian memasuki rumah. Nampak tak ada satu orang pun yang menunjukkan wajah kaget dan sebagainya. Satu lagi yang ku sadari, mereka duduk di ruang tamu pada tengah malam seperti ini? Ada apa?
"hmm, kalian nggak senang ya aku pulang?" tanyaku entah pada siapa saja yng ingin menjawab.
"ah ify, kami senang kok kamu pulang" ujar mamaku, namun kenapa wajahnya sama sekalk tidak menunjukkan kebahagiaan itu?
"kamu naik apa?"
"naik kereta"
"dari stasiun ke sini kamu naik apa?" tanya kakakku kali ini
"naik motor. Ah lebih tepatnya dianter sama Rio" ujarku membuat semua orang langsung memandangku. Entahlah apa yang tergambar dari wajah mereka, aku sama sekali tak tau.
"jangan bercanda"
"aku serius" ujarku kekeuh, membuat mamaku langsung menangis sedangkan papa berjalan mendekatiku.
"maafkan kami Ify. Tapi kamu harus tau satu hal" ujar papaku dengan wajah seriusnya "Rio kecelakaan motor 1 minggu yang lalu dan koma. sama sekali tak sadarkan diri. Dan beberapa menit yanv lalu sebelum kamu datang, orang tua Rio menelpon bahwa, ia telah menghembuskan nafas terakhirnya" aku menutup mulutku dengan kedua tanganku.  Nggak mungkin. Ini pasti hanya akal2an keluargaku untuk membuat kejutan padaku. Apalagi hari ini kan ulang tahunku. Ataukah hari ini adalah april mop? Aku sama sekali tak percaya. Jika Rio kecelakaan minggu lalu, lantas siapa yang tadi mengantarku?

****
         Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Aku memandang sekeliling dan aku sadar bahwa aku ada di kamarku. Aku memandang cermin dan liontin dari Rio semalam masih menggantung manis di leherku. Tapi mataku terpaku pada koran yang ada di meja riasku. Koran yang bisa ku pastikan, terbit seminggu yang lalu. Namun yang membuatku terpana adalah headline news, dengan judul berukuran besar yang cukup menyita perhatianku. "PENGEMUDI TRUK MENYANGKAL DIRINYA MABUK"
Jogjakarta, 31 mei 2011
 ....Kecelakaan di jalan malioboro terjadi pada pukul 23.00 malam hari senin kemarin (30/5). Menurut saksi mata, kecelakaan terjadi saat seorang pemuda mengendarai motornya meninggalkan area malioboro, dan ada sebuah truk dari arah berlawanan. dengan kecepatan tinggi menabrak pemuda tersebut. Motornya hancur, dan setelah dievakuasi korban bernama Mario Haling....
   
Aku sama sekali tak membaca kelanjutannya lagi. Jadi ini semua kenyataan. Lantas aku melihat foto2 yang berada di koran tersebut. Bagian kiri dari motor tersebut hancur. Foto lainnya, terdapat foto korban dan kalung berliotin dolphin. Ini adalah kalung yang sama seperti yang diberikan Rio semalam. Aku memekik, menutup mulutku. Kejadian semalam pun mulai terputar lagi di otakku seolah menyusun setiap kejadian yang terlewatkan olehku.
"Ify, kamu siap2, kita pergi ke pemakaman Rio" ujar ka Iel dari balik pintu

****
             Di sinilah aku berada di depan nisan Rio. Air mataku terus turun tanpa henti. Rasa apa ini? Mengapa dadakku sesak setiap kali mengingat kenyataan.
"makasih yo, untuk semalam" ujarku sambil memegang kalung yang diberikannya padaku. Bukankah semalam dia berkata bahwa dia akan tau bahwa aku membutuhkannya?
 Aku tidak perduli bagaimana semua itu bisa terjadi. Yang aku lakukan saat ini hanyalah bersyukur karena aku bisa dipertemukan dengan Rio, walaupun itu merupakan malam terakhirku bersama dengannya


Tamat

0 komentar:

Posting Komentar