When Love comes...You can’t ignore
it.
Gadis bertubuh tinggi
layaknya seperti orang Asia, dengan wajahnya yang khas Indonesia walaupun
terlihat mata nya yang seperti orang Jepang, dengan rambutnya yang berwarna
cokelat seperti orang Belanda. Perpaduan sempurna yang dimiliki gadis itu
membuat wajahnya cantik tanpa perlu riasan apapun. Kacamata setengah frame menghiasi wajahnya, rambutnya
diikat asal layaknya seorang seniman, bajunya pun hanya tanktop berwarna hitam dilapisi dengan cardigan cokelat dan jeans berwarna biru melengkapi tubuhnya, di tangan
kirinya terdapat beberapa buku, sedangkan tangan kanannya dengan cekatan
menekan keypad pada ponselnya.
“Ify!!” sapa seorang
gadis lain berambut pendek berwarna cokelat dengan kulit putih, bertubuh tinggi
dan pipinya yang chubby.
“Hi via” balas Ify
sambil tersenyum
“Aku, Iel, Cakka akan
pergi ke museum setelah kuliah. Kamu ingin pergi bersama kami?”
“Aku nggak bisa via.
Aku harus menyelesaikan tugasku.”
“Ooh Ify, ayolah.
Perjalanan nanti pasti akan membosankan kalau kamu tak ada” bujuk Sivia
“Sorry via”
“Alright. Oh ya, aku punya berita bagus hari ini.” ujar Via sambil
merangkul Ify dan berjalan ke kelas.
“Biar ku tebak, apa Iel
jadian dengan Cakka?”
“Bukan. Oh, kamu
memang memiliki imajinasi yang bagus. Tapi bukan itu. Kelas kita kali ini bukan
Mr.Daniel yang akan mengajar. Ia digantikan oleh Mr.Rio. Aku dengar, Rio adalah
pemuda yang tampan dan masih muda. Ia lulusan universitas ini tahun lalu
sebagai lulusan terbaik. I think that he
could be a good boyfriend”
“Apa kamu akan
mendepak Alvin, pacarmu, begitu saja?”
“Tidak. Aku mencintai Alvin.
Aku hanya berpikir bagaimana kalau kamu dengan Mr.Rio.”
“You really have a bad imaginary” ujar Ify kesal membuat Sivia
tertawa. Sudah 5 tahun Ify meninggalkan Indonesia. Dua tahun ia menyelesaikan
SMA nya di Swedia, dan ia kemudian mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah
di salah satu universitas terbaik di Swedia, dan ia mengambil jurusan art and
music. Ia bertemu dengan Sivia, Iel dan Cakka ketika ia baru menginjakkan kaki
di SMA. Sekarang mereka berempat menjadi sahabat baik. Ia tak pernah putus
kontak dengan Ray, sahabatnya. Ify pun datang ke Swedia, karena ia berusaha
melupakan seseorang. Seseorang yang ia cintai, tapi tak bisa ia miliki.
*****
“Morning class”
“Morning”
“Perkenalkan saya
adalah dosen kalian yang baru. Saya sebagai pengganti Mr.Daniel untuk sementara.
Nama saya Rio. Ada yang ingin ditanyakan?” ucap Rio, ia memiliki tubuh tinggi,
wajah tampan, keturunan Amerika- Indonesia
“Pak, umur berapa pak?”
“23 tahun. Karena umur
kita tidak berbeda jauh, maka jangan panggil saya pak. Panggil saya Kak Rio
atau nama saja juga boleh.” ucap Rio dengan senyuman manis membuat hampir
seluruh gadis terpukau
“Single?”
“Yup, Single.
Perkenalannya sekian, kita mulai saja pelajarannya” ucap Rio mengakhiri
perkenalan hari itu membuat para gadis kecewa.
“Ify, sudah ku bilang
kan ia tampan dan masih single.” Ujar Sivia sambil tersenyum jail membuat Ify
mendengus, kemudian memandang ke proyektor
****
Ify mendengus kesal.
Ia sudah di depan lukisan ini dari 2 jam yang lalu, membuka buku yang menunjukkan
arti dan maksud dari pelukis, namun tetap saja ia tak mengerti bagaimana semua perpaduan
warna yang ada di depannya bisa menyampaikan makna tertentu. Ini hanya terlihat
seperti coretan-coretan anak TK yang baru mengerti akan warna. Ia rasa khusus
untuk mata kuliah seni lukis ini, ia akan mendapat nilai yang buruk. Ia tak
menyukai mata kuliah seni lukis ini sejak semester lalu. Semester pertama
sampai ketiga, ia sangat menyukainya karena berhubungan dengan musik. Ia
menyukai musik, karena dengan alunan nada bisa menyampaikan perasaan pemusik
pada pendengarnya. Tapi dengan lukisan? Hanya orang-orang tertentu yang memang
mengerti tentang seni saja yang bisa mengerti maksud dari pelukis.
“Lukisan yang menarik
bukan?” ucap seseorang di sebelahnya membuat Ify menoleh dengan cepat. Astaga,
apa orang ini gila mengatakan lukisan seperti ini menarik? Ini benar-benar
berbeda dengan lukisan yang lain. Ini benar-benar abstrak. Oke, Ify tau bahwa lelaki
di sampingnya ini adalah lulusan terbaik dan dosen, karena itu ia menganggap
ini mudah. Coba saja ia masih mahasiswa, ia pasti akan berpikir sama dengan yang
Ify pikirkan saat ini. “Hai, sepertinya tadi kita bertemu di kelas”
“Iya pak”
“Sudah saya bilang
jangan panggil pak. Apa saya terlihat setua itu?” tanya lelaki itu sambil
menunjukkan cengiran. “Siapa namamu?”
“Ify, pak. Maksudku
kak Rio”
“Lukisan yang menarik
kan?” tanyanya lagi membuat Ify mendengus kesal
“Saya sama sekali
nggak ngerti kak maksud dari pelukis. Ini benar-benar seperti coretan anak TK”
“Warna-warna itu
sendiri mewakili pengertian masing2. Seperti warna kuning dan merah yang ingin
menimbulkan maksud kehangatan, sedangkan warna abu2 yang ingin menunjukkan
kesan damai.” Ucap Rio sambil menunjukkan beberapa warna yang ada pada lukisan
itu “Kadang sengaja dibuat abstrak, agar tak dimengerti maksudnya tapi
tersampaikan perasaannya walaupun sangat tersirat.”
“Kenapa harus begitu?
Bukankah lebih bagus semuanya diungkapkan secara gamblang? Seperti musik,
sehingga dengan mendengarnya pun orang bisa mengerti.”
“Ada kalanya, kamu
nggak bisa mengungkapkan perasaanmu secara gamblang. Ketika kamu merasakannya,
maka kamu akan mengerti lukisan ini maupun lainnya” ucap Rio masih memandang
lukisan yang ada di hadapannya. “Saya pergi dulu. Saya yakin kamu akan
menyukainya” ujar Rio kemudian meninggalkan Ify yang masih mematung di hadapan
lukisan itu. ‘Merasakannya? Menyukainya? Itu tidak akan pernah terjadi. Sampai
kapan pun aku tidak akan pernah menyukai seni lukis’ Batin Ify kemudian
membereskan buku dan meninggalkan galleri yang ada di kampusnya itu.
****
6 bulan kemudian....
Rio dan Ify memang semakin dekat. Dimulai dari
lukisan, musik, kemudian nilai Ify yang buruk di seni lukis, membuat Rio dengan
sukarela mengajarkan seni lukis pada Ify. Kedekatan mereka pun merubah cara
memanggil mereka. Ify tidak lagi menggunakan kata ‘pak’, ‘kak’ ataupun ‘saya’
sebagai kata ganti. Begitupun juga Rio
“Bagaimana nilaimu?” tanya Rio
“Aku dapat A-.” Ucap Ify histeris dan langsung
memeluk Rio. Rio yang dipeluk tiba2, kaget bukan main, tapi ia balas memeluk Ify
“Ini semua berkat kamu. Aku nggak nyangka bisa mendapatkan nilai bagus dan
menyukai seni lukis seperti ini”
“Itu karena kamu bisa merasakannya. Aku turut
senang” ucap Rio “Hmm, by the way, sampai kapan kamu mau memelukku seperti ini?”
tanya Rio membuat Ify sontak melepuskan pelukannya dengan wajah memerah
“Maaf yo”
“Wajahmu lucu, memerah seperti itu. Aku suka” ucap
Rio sambil menyentuh pipi Ify membuat wajah Ify semakin memerah. “Ify, apa
sabtu ini kamu ada kegiatan? Kalau nggak ada, aku ingin mengajakmu ke galeri
yang ada di tengah kota.” Ucap Rio membuat Ify mengernyitkan keningnya. Apakah
Rio sedang mengajaknya kencan? Selama ini Rio memang tidak pernah mengajaknya
kencan. Mereka hanya sebatas pulang dan pergi bersama ke kampus, juga kebetulan
yang terlalu sering sehingga mereka sering bertemu di tempat2 tertentu.
“Aku bisa”
“Baiklah. Aku tak
sabar untuk bertemu denganmu sabtu ini.” ucap Rio sambil tersenyum “Ayo kita
pulang” sahut Rio lagi dan langsung menggenggam tangan Ify. Ify berharap Rio
tidak mendengar detak jantungnya. Ini bukan pertama kali Rio menggenggam
tangannya, tapi tetap saja ada sensasi menggelitik di hatinya. Ia jadi teringat
ketika Rio menggenggam tangannya pertama kali, waktu itu.
‘apakah kak Rio akan selalu menggenggam tangan
teman perempuanmu?’ pertanyaan itu terlontar dari mulut Ify ketika Rio
menggenggam tangannya pertama kali
‘tidak. Itu hanya ku lakukan untuk perempuan yang
ku sukai’ jawab Rio membuat Ify serasa terbang ke langit ketujuh.
“Ify” Ify tersentak
dari lamunannya
“Ayo, aku antar kamu
pulang” ucap Rio dan Ify pun mengangguk. Ia sadar bahwa ia merasakannya, dan ia
menyukai seni lukis. Ia juga merasakan cinta dan ia menyukai lelaki yang
menggenggam tangannya ini.
****
Love is vulnerability
Hari ini adalah hari
sabtu di mana Rio mengajaknya bertemu di sini. Ify memandangi lukisan-lukisan yang
ada di galeri. Sungguh, ia sangat menyukai lukisan sekarang. Ketika dulu ia
merasa bahwa ia salah memilih jurusan, saat ini ia sangat yakin bahwa darah
seni memang mengalir di tubuhnya. Ayahnya yang merupakan composer sedangkan ibunya yang merupakan pelukis, memang perpaduan
yang bagus. Dan ia menyukai lukisan maupun musik saat ini. Apakah ini benar2
karena kedua orang tuanya ataukah ada tokoh lain yang mempengaruhinya?
Mengingatnya saja membuat jantung Ify berdebar 2x lebih cepat dibandingkan
biasanya, dan pipinya memanas. Ia tak membayangkan seperti apa anaknya nanti,
jika mereka menikah. Astaga, pikiran ini terlalu jauh. Bahkan ia belum lulus
dari sini. Ia pun menggeleng kepalanya beberapa kali. Mencoba menyadarkan
dirinya bahwa ia masih berada di bumi, bukannya terbang ke dunia dongeng. Ia
kemudian memalingkan wajahnya, namun matanya menangkap sosok yang menghantui
pikirannya akhir-akhir ini malah sedang menggenggam tangan gadis lain sambil
berkeliling di galeri ini. Gadis itu memiliki tubuh yang sangat proporsional
dengan wajahnya yang cantik dan sepertinya sangat memperhatikan penampilan
sangat sesuai dengan lelaki itu. Lelaki itu berbisik, membuat gadis itu
tersenyum dengan wajah memerah kemudian memukul manja lengan lelaki. Ada
perasaan sakit yang dirasakan Ify. Rasa ini terlalu menyakitkan dibandingkan
ketika ia mendapatkan nila C di mata kuliah seni lukis. Saat ini, yang ingin ia
lakukan hanyalah menghilang dari ruangan ini tanpa disadari
“Hai Ify...” sapa
lelaki itu membuat Ify terpaku di tempatnya “Aku senang bertemu denganmu disini.
” Ify hanya bisa tersenyum kaku
“Ify kenalkan ini Shilla,
Shilla ini Ify muridku di kelas” ujar lelaki itu lagi yang tak lain tak bukan
adalah Rio, membuat Ify membeku di tempatnya. Pengakuan dari mulut Rio bahwa
dirinya murid semakin menyakiti dirinya. Ia sadar bahwa selama ini mereka hanya
lebih dekat dan semakin sering pergi bersama. Tapi apakah semua itu lantas
menjadi biasa saja di mata Rio? Ifu pun mengulurkan tangan untuk berkenalan. “Sedang
apa kamu di sini fy?” tanya Rio lagi membuat Ify kali ini hancur tak bersisa. Ify
menatap mata Rio mencoba mencari jawaban apakah Rio sedang bercanda, ataukah
hari ini adalah april mop? Namun yang
ia dapatkan hanya tatapan penuh tanya dari Rio. Apa dia lupa akan janjinya? Ify
kemudian menggelengkan kepalanya
“Maaf pak, saya harus
pergi” ujar Ify kemudian meninggalkan Rio dan Shilla yang masih menatapnya
dengan bingung. Ify tak sanggup menahan tangisnya. Rasanya semuanya terlalu
cepat dan berat untuknya. Mengapa ia harus merasakannya dua kali? Apakah ia tak
pantas untuk bahagia? Atau inikah resikonya ketika ia jatuh cinta? Ketika ia
membuka hatinya dan membiarkan orang dekat dengannya, maka ia harus menerima
juga untuk tersakiti.
****
Rio memandang Ify yang
pergi begitu saja meninggalkan dirinya dengan Shilla tanpa menjawab
pertanyaannya sama sekali
“Tadi dia memanggilku
apa?”
“Pak” jawab Shilla
membuat Rio langsung mengernytikan keningnya tak mengerti. Ify tak pernah
memanggilnya Pak lagi, bahkan Kak pun sudah jarang karena hubungan mereka yang
memang dekat beberapa akhir hari ini
“Tanggal berapa hari
ini?”
“15”
“Astaga. Aku sudah
membuat janji dengannya untuk bertemu di sini”
“You hurt her” ucap Shilla
membuat Rio langsung memalingkan wajahnya memandang Shilla “Kamu melukai dia,
Rio. Kamu membuat janji dengannya, lantas kamu mengajak gadis lain datang ke
tempat yang sama dan kamu bahkan lupa mengapa ia berada di sini. ”
“Apa yang harus aku
lakukan?”
“Minta maaf?”
“Bagaimana caranya?
Bagaimana kalau ia tak mau memaafkanku?” tanya Rio panik, namun tak dijawab Shilla
****
Love is sacrifice
“IFY!”
panggil Rio membuat Ify merutuki pertemuan mereka di kampus. Ia masih butuh
waktu untuk menyatukan hatinya yang hancur
“Ada
apa pak?”
“Kamu
kenapa manggil aku ‘pak’ lagi?”
“Maaf pak, kalau tidak ada yang
penting, saya harus ke kelas” ucap Ify. Rio sadar,ia telah melakukan kesalahan
besar. Ify telah mengganti kata ganti menjadi ‘pak’ dan ‘saya’. Rio akhirnya
hanya menghembuskan nafasnya pasrah
“Ify tunggu” Rio pun menahan lengan
Ify agar tidak pergi, namun dengan segera dilepaskan Ify
“Maaf pak ini di kampus. Bukannya
bapak sendiri yang melarang agar kita tidak terlihat akrab di kampus.”
“Ify aku tau kamu marah. Aku minta
maaf, aku benar2 lupa bahwa aku punya janji denganmu. Aku..”
“Nggak apa2 pak. Saya nggak marah.
Lagian saya juga Cuma murid bapak, jadi nggak apa2 kalau bapak lebih
mementingkan pacar bapak”
“Ify, kamu... ”
“Bapak tenang saja. Saya pergi dulu
pak” Ify pun meninggalkan Rio yang nampak frustasi. Rio kemudian berlari
mengejar Ify. Namun ketika melihat Ify, ia juga melihat Shilla menyebrang ke
arahnya sambil melambaikan tangan, dan truk yang berjalan ke arah Shilla
“SHILLAE AWAAS” teriak Rio membuat Shilla
tersentak, Ify pun menoleh ke arah Shilla.
BRAAAK
****
Love is victory
Rio memasuki kamar
yang serba putih itu. Sungguh sakit melihat orang yang ia sayang terbaring tak
sadarkan diri. Ia kemudian mengambil tempat di sisi tempat tidur, memegang
tangan gadis itu, kemudian mengecupnya pelan.
“Kamu jangan pernah ninggalin aku. Aku takut
kehilangan kamu. Aku sayang kamu” ucap Rio kemudian mengecup kening gadis itu.
Tak lama kemudian, gadis itu membuka matanya perlahan
“Rio?” sahut gadis itu pelan, membuat Rio langsung
menarik nafas lega “Aku kenapa di sini?” tanya gadis itu lagi membuat Rio
menyadari bahwa gadis ini benar2 sudah memaafkan dirinya, karena tak
menggunakan kata ‘pak’ dan ‘saya’ lagi. Gadis itu kemudian memandang orang lain
yang ada di ruangan itu, kemudian ia ingat bahwa ia mengalami kecelakaan karena
menyelamatkan orang itu
“Bentar aku panggilin dokter” ucap Rio sambil
tersenyum lega dan mengecup kening gadis itu sekali lagi dan meninggalkan
ruangan.
****
“Ify, aku pulang dulu ya. Semoga cepat sembuh, dan
hmm terima kasih karena telah menolongku” ucap Shilla
“Aku senang kamu nggak apa2” ucap Ify tulus
“Kamu memang gadis yang baik dan hebat. Aku pulang”
ucap Shilla
“Hati2 Shilla. Kalau sudah sampai, kabari aku
secepat mungkin” ucap Rio dengan sirat khawatir membuat Ify harus menelan rasa
sakitnya lagi. Shilla mengangguk kemudian meninggalkan ruangan.
“Yo, kok nggak nganterin Shilla?”
“Nggak apa2, dia bisa pulang sendiri. Lagian aku
mau jagain kamu” ucap Rio membuat Ify mengerutkan kening, bagaimana bisa Rio
membiarkan pacarnya pulang sendiri. Tapi di sisi lain, Ify merasa jantungnya
berdebar cepat, astaga ia harus melupakan Rio. “Makasih”
“Untuk?”
“Makasih udah maafin aku dan udah mau
menyelamatkan Shilla. Dia sangat berarti untukku” ucap Rio membuat Ify
terhempas lagi ke bumi.
“Bukan masalah. Hmm, yo maaf rasanya mataku
terlalu lelah. Aku tidur dulu” ucap Ify dan diangguki Rio. Ify memejamkan
matanya. Ia tidak benar2 mengantuk. Ia hanya ingin menghindari percakapan
antara dirinya dengan Rio. Luka di tubuhnya masih belum sembuh, jangan ditambah
dengan luka yang harus ditorehkan lagi di hatinya.
“Aku sayang kamu” bisik Rio. Ify merasa perutnya seperti
terisi banyak jutaan kupu2 yang terbang, rasa menggelitik yang menyenangkan.
Namun ia sadarsatu hal bahwa Rio sudah memiliki Shilla.
****
Love is you and me
Ify menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya
mencoba menghangatkan telapak tangannya yang terasa membeku. Ini sudah tahun
keenam ia berada di Swedia, tapi tetap saja ia masih tak bisa menyesuaikan diri
dengan 4 musim di sini.
“Sorry, I’m late” ucap
seorang lelaki kemudian duduk di hadapannya. Ify kemudian tersenyum, setidaknya
lelaki itu tidak melupakan janjinya lagi.
“No problem. So, what
will we talking about?” tanya Ify kemudian membuat lelaki itu terkekeh.
“I like snow” ujar
lelaki itu membuat Ify merengut karena tak menjawab pertanyaannya. “You are so
funny, Ify. I’m not regret that i’m falling in love with you” ujar lelaki itu
sambil memberika senyuman manisnya
“You are kidding me”
“Nope. I’m serious, Ify.”
Ucap Rio membuat Ify terpaku. Apakah ia sedang dipermainkan?
“Hmm, How about
Marrie?” tanya Ify akhirnya
“She is my cousin. I’m
sorry not to tell you about this before, but when i wanna tell it, you look like
jealous” ujar lelaki itu sambil tersenyum nakal
“I’m not jealous, Rio”
ujar Ify sambil memukul lengan Rio dengan pipi memerah
“Kamu tau aku suka
lukisan, selain musik tentunya. Tuhan itu seperti pelukis. Tuhan melukis hidup
kita, bahkan saat kita sama sekali nggak tau maksudnya, hasilnya pasti akan
tetap indah, dan aku percaya bahwa aku bisa menemukanmu pun merupakan lukisan
Tuhan dalam hidupku.” Ujar Rio panjang lebar “Alyssa, would you marry me?”
tanya Rio mengeluarkan sebuah cincin, membuat Ify kehilangan kata-katanya.
Sebelum ini mereka memang dekat, namun tak pernah ada kata pacaran di antara
mereka. Bahkan hubungan mereka sempat memburuk karena kesalahpahaman Ify
tentang Shilla. Semua ini terasa seperti mimpi dan begitu tiba2
“I would, Rio..”
“I love you” ucap Rio
membuat Ify tersenyum kemudian mengangguk “Oh Ify, bahkan kamu nggak mau
membalas ucapanku? Kamu nggak mau mengucapkan ‘I love you too’?” tanya Rio
sedikit memohon
“I love you, I love
you, I love you, I love you, I love you, I...” ucapan Ify terhenti ketika Rio
membungkam bibirnya dengan ciuman manis.
“Thanks” ucap Rio
“Terima kasih buat
apa?”
“Karena kamu menjadi
muridku, karena kamu mau menikah denganku, karena kamu juga mencintaiku, dan
karena kamu mengizinkan ku mencium bibirmu”
“Hei, aku nggak pernah
mengizinkanmu menciumku, kamu saja yang sembarangan” protes Ify tak setuju. Rio
langsung tertawa melihat ekspresi Ify.
“Ayo kita pulang, aku
antarkan kamu sampai rumah. Besok, aku akan membicarakan pernikahan ini dengan
orang tuaku dan orang tuamu” ucap Rio kemudian mengulurkan tangan pada Ify.
“Tapi kamu belum
tanggung jawab karena telah mencuri ciuman pertamaku”
“Oke baiklah, aku akan
tanggung jawab. Jadi apa yang harus ku la...” kali ini ucapan Rio terpotong
karena ciuman singkat dari Ify tepat di bibir Rio
“satu sama. Itu sudah
cukup” ucap Ify sambil nyengir tak berdosa meninggalkan Rio yang masih terpaku.
Ia tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Rio kemudian mensejajarkan
langkahnya dengan Ify, kemudian menggenggam tangan Ify erat seolah takut
kehilangan Ify. Cinta membuat segalanya menjadi lengkap.
The End