Jumat, 22 Juni 2012

The Only exception - cerpen


JANUARI
                Cinta. Satu kata yang sama sekali tak aku percayai. Kata yang aku yakini hanya ada pada dongeng semata atau setidaknya terjadi pada kehidupan orang lain dan sama sekali tidak terjadi dalam kehidupanku. Ataukah cinta itu memang hanya ilusi yang merupakan hayalan bahkan kamu tak akan benar2 yakin bahwa cinta itu akan berada di dalam hatimu selamanya?
 Aku menatap Gabriel yang sedang mengacak rambut Sivia penuh sayang. Gabriel dan Sivia memang sudah menjalin hubungan sekitar 3 tahun, dan entahlah mereka mengatakan bahwa mereka mencintai satu sama lain. Shilla dan Alvin pun tak berbeda jauh. Walaupun mereka baru pacaran sekitar 3 bulan, tapi terlihat bahwa Alvin sangat menyayangi Shilla dan akan melakukan apapun agar Shilla tak tersakiti. Sivia dan Shilla merupakan sahabatku saat aku menginjakkan kaki di universitas. Aku, Sivia dan Shilla berada di jurusan yang sama, design interior,  sedangkan Gabriel mengambil jurusan kedokteran, dan Alvin mengambil jurusan teknik industri.
“Hai sayang” ujar seorang lelaki yang mencium ubun-ubun kepalaku, kemudian duduk tepat di sampingku. “Maaf aku telat. Tadi ada kuliah tambahan” ujarnya lagi membuat aku mengangguk malas mendengar penuturannya. Riko, anak jurusan psikologi. Dia merupakan salah satu cowok yang cukup dikagumi di jurusannya, dan dia merupakan pacarku yang kesembilan, kesepuluh? Entahlah, aku tak begitu mengingatnya.
“Kamu udah makan?” tanyanya, membuatku mengangguk sekilas. Aku menatap Sivia dan Shilla yang menatapku seolah ingin berkata kamu-takkan-memutuskannya-di-kantin-dan-di-depan-berpuluh-pasang-mata-kan? Aku hanya nyengir menatap kedua sahabatku kemudian menggedikan bahuku, tandanya aku tak begitu perduli.
“Riko, ada yang harus aku bicarakan”
“Ada apa sayang?”
“Aku mau kita putus.” Ucapku santai tanpa beban
“Kamu bohong kan? Kamu masih sayang sama aku kan?”
“Maaf Riko, tapi aku rasa hubungan ini takkan pernah bisa bertahan lama. Aku...” Ujarku sedikit menahan nafasku, memandang ke arah sahabatku yang sekarang memutar kedua mata mereka yang artinya terserah-padamu-miss-tak-berperasaan.  “udah nggak cocok lagi berpacaran denganmu.” Ujarku akhirnya membuat semua orang yang menonton drama singkat itu memekik terkejut, menahan nafas mereka, ada yang bahagia karena aku maupun Riko putus, ada juga yang sepertinya mencibirku karena aku begitu mudah mempermainkan hati orang lain.
“Maaf” tambahku lagi dan memasang mata seperti puss in boots, berharap bahwa ia memakluminya dan akan memafkanku. Dia menarik nafasnya, kemudian menghembuskannya pelan.
“Kalau itu membuatmu bahagia, baiklah. Tapi kamu perlu tau, aku akan selalu sayang sama kamu, dan aku akan selalu ada untukmu, jika kamu membutuhkanku.” Ujarnya lagi kemudian menepuk puncak kepalaku dengan lembut kemudian berlalu dari kantin. Lagi-lagi, memutuskan seseorang bukanlah hal yang sulit bagiku.
“Astaga Alyssa, entahlah apa yang harus ku katakan padamu” ujar Shilla nampak shock denganku.
“Tenang saja Ashilla, kamu cukup memberikanku gelas cantik atau payung keluarga mungkin, karena telah berpacaran dengan....”
“sepuluh orang” celetuk Via kali ini
“Ah ya, 10 orang”
“Aku harap kamu menemukan lelaki yang dapat membuatmu jatuh cinta” ujar Iel kali ini membuat aku terkekeh
“Yah, liat saja nanti” ujarku santai kemudian mulai memainkan handphone-ku membuat kedua pasangan di hadapanku ini mendengus pasrah. Aku, Alyssa Saufika. Banyak lelaki di kampus ini akan begitu rela melakukan hal apapun asal bisa berpacaran denganku. Well, bukannya mau sombong, tapi memang begitulah kenyataannya. Pacaran bagiku hanyalah sesuatu yang main-main. Selama aku berpacaran, aku tak pernah jatuh cinta, karena aku tak mengenal yang namanya cinta. Kalau cinta itu memang ada, Mama dan papaku tak akan bercerai. Kalau cinta itu ada, mamaku takkan mungkin menikah sampai 3 kali, dan papaku menjadi pemabuk dan akhirnya meninggal karena kerusakan hati. Kalau cinta itu ada, aku akan bahagia, dan bukan malah seperti ini. Keluargaku kacau, hidupku kacau, dan itu semua membuatku sama sekali tak percaya dengan adanya cinta. Namun, aku tetap mempertahankan prestasiku dan bukan malah menghancurkan hidupku sendiri  dengan menggunakan drugs seperti anak muda zaman sekarang. Aku setidaknya masih memegang norma2 tertentu.
****
Aku melemparkan tasku begitu saja di atas tempat tidurku. Aku sama sekali tak mengerti kenapa mama mau diperlakukan kasar oleh orang yang entah bagaimana mama nikahi karena cinta. Apakah cinta membuat kamu menjadi tidak rasional dan menolerir segala kesalahan yang ada? Aku benci cinta.
“Ify!” panggil mama membuatku membukakan pintu
“Ify tadi om Surya tak bermaksud menyakiti mama”
“Sudahlah ma, aku tak mau membicarakan dia.”
“Ify jangan seperti itu, dia papamu”
“Bukan, Dia bukan papaku ma. Papaku udah meninggal”
“Ify!”
“Ma, aku cape.” Ujarku membuat mama akhirnya meninggalkan kamarku. Aku tak suka bertengkar dengan mamaku, orang yang satu-satunya aku sayangi dalam hidupku setelah papaku tak lagi ada di dunia. Aku tak suka mama membela laki-laki tak bertanggung jawab itu di hadapanku dengan atas nama cinta. Sekali lagi, aku benci cinta. Aku memejamkan mataku, mengenyahkan segala kelelahanku. Aku mengganti seragamku dengan short pants dan layering tee yang berwarna hijau, tak lupa mengambil kamera SLR-ku dan kunci mobil. Aku kemudian segera mengendarakan mobilku ke lapangan basket kompleks.
Aku memotret ke arah lapangan basket di mana salah satu anak basket melakukan lay up dan mencetak angka untuk teman satu grupnya. Aku kemudian memotret ke arah mana saja yang menurutku itu menarik dan ini merupakan hobiku jika ada masalah.
 “Hai, kenalkan aku Mario, dan aku tinggal di kompleks B baru kemarin” Aku memandang lelaki yang berada di hadapanku dari kepala sampai kakinya kemudian aku mendengus kesal menatap tangannya yang terulur untuk berkenalan. Dia menghalangiku untuk memotret. “Kamu pasti Alyssa, dan biasa dipanggil Ify” ujarnya lagi dan memasukkan kedua tangannya di dalam saku. Aku benci orang munafik. Kalau sudah tahu namaku, lantas kenapa dia harus sok berkenalan denganku lagi.
“Ini nomor HP-ku” ujarnya sambil memberikan secarik kertas yang membuat aku melongo. Hei, apa2an lelaki ini.
“Kamu..” Aku berdiri menatapnya tajam
“Ya, ya, ya. Aku tau kamu mau bilang bahwa aku adalah belahan jiwamu. Karena itupun yang aku rasakan” ujarnya memamerkan sederet gigi putihnya membuat aku langsung mendengus kesal kemudian berjalan meninggalkan lapangan. Orang gila. Bagaimana bisa pertama kali bertemu, dan dia mengatakan bahwa aku adalah belahan jiwanya? Dia membuat aku semakin kesal
“Percayalah, nanti kita akan punya kisah yang berbeda.” Teriaknya membuat aku semakin keki. Demi apapun, aku benci pada laki2 ini seperti aku benci pada cinta.
****
Aku menatap tugasku yang dikumpulkan minggu lalu, dan dibagikan lagi hari ini. Nilai sempurna, A. Aku menatap design rumah yang aku buat, bukan rumah yang besar seperti rumahku saat ini. Tapi rumah sederhana, namun akan tetap terlihat luas.
“Rumah yang bagus untuk kita tinggal nanti” Aku menoleh ke samping dan menemukan laki2-aneh-yang-ku-temui-di-taman-kemarin. Kita? Astaga, dia mulai berulah lagi
“Ify” sapa Shilla, Via, dan pasangan mereka masing2.
“Hai.”
“Siapa dia?” tanya Alvin
“Kenalkan aku Mario. Panggil Rio aja. Aku anak design interior yang baru” ujarnya kemudian berkenalan dengan teman2ku lainnya
“Kamu kenal dengannya fy?” tanya Iel kali ini
“Aku teman Ify” ujarnya membuat semua langsung melongo “Hmm, maksudku kemarin aku berkenalan dengan Ify di lapangan basket kompleks” Keempat sahabatku semakin melongo dengan ucapannya. Mereka sangat mengenal diriku, bahwa aku takkan pernah berkenalan dengan cowok yang tak dikenal begitu saja, kemudian memproklamirkan bahwa akan menjadikan teman.
“Aku bukan temannya” ujarku akhirnya
“Yah, tapi belahan jiwaku” timpalnya lagi membuat Iel dan Alvin menahan tawa mereka karena entah bagaimana hanya dia membuatku kehabisan kata. Sedangkan Shilla dan Via menatapku iba.
“Sakit jiwa” ujarku padanya kemudian berjalan meninggalkan Rio, keempat sahabatku akhirnya mengikuti langkahku
Well, kayaknya miss kita yang satu ini bakal jatuh cinta sama RIo” ujar Iel sambil menunjukkan senyumnya yang menyebalkan.
“Oh yeah, dan aku yakin, aku tidak akan jatuh cinta padanya”
We’ll see” ujar Iel lagi membuatku mendengus sebal, sedangkan yang lain hanya terkekeh.
****
FEBRUARI
“Ify motorku rusak, dan kamu tau sendiri kan, aku masih belum begitu menghafal jalan di jakarta dan aku nggak tau naik angkot apa agar aku sampai di rumahku, uangku juga tak cukup untuk...”
“Oh astaga Rio, kalau kamu ingin menumpang, kamu cukup mengatakannya to the point, bukannya berputar-putar seperti itu” ujarku memotong pembicaraannya membuat ia terkekeh
“Aku nggak nyangka kamu sangat mengenal diriku” ujarnya kemudian masuk di dalam mobilku. Dalam waktu tiga minggu ini, aku memang cukup dekat dengan Rio, dan aku tidak sejutek pertama kali bertemu.
“Tapi aku harus ke gramedia dulu, ada buku yang harus aku cari.”
“Jangankan ke gramedia, ke seluruh dunia pun, akan aku temani kamu Ify”
“Rioo” geramku sebal kemudian menjalankan mobilku.

Sesampainya di mall, kami langsung membeli buku yang ku cari di gramedia, kemudian beranjak ke food court untuk mengisi perut yang memang berdemo untuk diisi. Namun pandanganku terhenti pada orang yang ku kenal tak jauh dari tempatku sedang duduk dan menggandeng mesra wanita yang tak ku kenal
“Om surya” ucapku tiba2 membuat Rio langsung menatapku bingung, sedangkan om surya langsung menatapku.
“I...Ify..”
“Dia siapa mas?” tanya wanita itu
“Oh, jadi ini yang om lakukan di belakang mama? Dari awal aku emang nggak suka sama om” ujarku kemudian menarik Rio dari mall itu berjalan ke arah parkiran. Lagi2 aku tak percaya pada cinta. Cinta hanya menyakiti, dan cinta itu hanya membuatmu terlihat bodoh dan lemah. Aku benci pada cinta.  Apa yang akan mama rasakan kalau ia tau semua ini? Aku harus mengatakannya, aku tak ingin mama semakin terluka dengan sikap om surya.
“Fy, ada apa?” tanya Rio membuat aku langsung menoleh padanya. Aku benar2 lupa dia berada di sampingku sejak tadi.
“Nggak apa2” ujarku kemudian menggigit bibirku
“Nggak usah bohong sama aku. Cerita aja”
“Om surya menikah dengan mamaku setahun yang lalu. Dia selalu bersikap kasar pada mama, namun mama selalu membelanya di hadapanku. Mama menikahinya karena cinta. Aku tak percaya cinta Rio, aku benci cinta Rio.” Ujarku dan langsung memukul stir mobilku, melampiaskan segala amarah. Rio langsung memeluk diriku, seolah dengan demikian bisa menenangkanku, namun memang benar.
“Cinta nggak pernah bisa kamu pikirkan fy, hanya bisa kamu rasakan.” Ujar Rio. Sebenarnya aku ingin sekali berdebat dengannya, bahwa karena cinta itu tak bisa dipikirkan maka, orang akan dengan begitu bodoh menyerahkan segalanya demi cinta. Namun saat ini, aku sedang malas untuk berdebat, karena yang aku inginkan saat ini hanya sebuah ketenangan, dan entah bagaimana Rio bisa memberikanku ketenangan ini. “Aku sayang sama kamu fy”
****
Rio berjalan memasuki ruangan kuliah sambil menggenggam erat tanganku, membuat banyak mata memandang kami berdua.
Let me guess” ucap Via kemudian memasang tampang detektif “Kalian berdua udah jadian?” tanya Via membuat aku mengangguk sekilas
“PJ nya jangan lupa” ucap Shilla
“Dan aku merupakan orang yang paling bahagia kalau kamu jadian, karena itu artinya kita akan sering mendapat PJ darimu” ujar Iel membuat aku langsung menjitak kepalanya. Rio nampak bingung dengan pernyataan Iel dan menoleh padaku seolah meminta penjelasan
“Lupakan saja. Iel memang suka kacau kalau masih pagi” ujarku membuat Rio mengangguk mengerti.
“Ya udah buat PJ nya sekarang aja gimana? Lagi jam kosong kan?” ujar Rio membuat semua langsung mengangguk bahagia, kemudian kami berenam berjalan ke arah kantin.
“Kamu mau pesen apa fy?”
“Aku nggak makan yo”
“Ify, kamu harus makan. Dari kemarin siang kamu sama sekali nggak makan. Udah hampir sehari kamu nggak makan.”
“Tapi yo”
“Aku tau kamu udah biasa nggak makan sampai 2 hari dan sehat2 saja, tapi please, kamu harus makan, aku nggak mau kamu sakit.” Ujar RIo sambil menyingkirkan beberapa rambut yang menghalangi wajahku
“Nasi goreng sama es teh” ujarku akhirnya membuat Rio mengangguk kemudian pergi memesan makanan untukku bersama Alvin dan Iel
“Aku nggak nyangka kalau Rio segitu perhatiannya sama kamu, dan sangat mengenal kamu.” Ujar Shilla sambil menatap Rio yang sedang memesan nasi goreng pada salah satu ibu kantin. Aku hanya memutar bola mataku tanda aku tak perduli “Gimana ceritanya kamu bisa jadian sama Rio?”
“Bukan hal yang besar. Dan itu sama sekali tak penting” ujarku membuat Sivia dan Shilla hanya nyengir.
****
MARET
Aku mengambil beberapa barang yang aku butuhkan kemudian ku masukkan ke trolly belanjaanku. Aku mendorong trolly itu, sedangkan Rio ada di belakangku juga ikut mendorong trolly itu. Aku yakin wajahku sudah memerah, karena detak jantungku yang berdetak begitu cepat. Aku tak mengerti mengapa hanya berada di sampingnya membuat aku jadi grogi seperti ini
“Jadi kamu akan memasak apa malam ini?” tanyanya
“Hanya sup asparagus sederhana, dengan ayam goreng, cap cay. Gimana menurutmu?”
“Aku tak sabar untuk makan” ujarnya membuat aku tersenyum kemudian memfokuskan pikiranku untuk barang apa yang aku lewatkan “Kamu tau fy? Berbelanja denganmu seperti ini, membuat aku merasa menjadi suami yang sedang menemani istrinya berbelanja” bisiknya
“Rio hentikan” ucapku
“Aku hanya mencoba jujur” jawabnya kemudian mengangkat bahunya dan membantuku memilihkan barang2 yang aku butuhkan lagi. Setelah selesai membayar, Rio kemudian meletakkan segala barang bawaan di bagasi mobilku.
“Ify, ini apa?” tanyanya  sambil mengangkat sekantung plastik hitam yang sengaja aku sembunyikan di bagasi di salah satu sudutnya
“Hmm, bukan hal yang penting”
“Benarkah?”
“Yah”
“Kalau gitu aku buka ya” ujarnya kemudian membuka plastik itu
“Jaket cowok?”
“Waktu itu aku sedang berbelanja dengan Shilla dan Via. Kemudian aku melihat jaket itu sedang diskon 50%, dan akhirnya aku beli karena jaket itu terlihat bagus. Tapi itu bukan untuk siapa2”
 “Aku sedang membutuhkan sebuah jaket, menggantikan jaketku yang udah cukup usang, dan kamu membelikannya untukku?”
“Rio aku Cuma..”
“Kamu membelikannya karena kamu perduli dan kamu mencintaiku”
“Tidak. Aku membelinya karena diskon bukan karena mencintaimu Rio.” Ujarku mencoba memberikan 1000 alasan, asalkan dia tak tau bahwa ketika aku membelikan jaket itu aku memang memikirkannya. Hal bodoh yang ku lakukan
“Ayolah fy, akui saja.” Ujarnya sambil memohon “Tapi tak apa. Makasih untuk jaketnya. Aku cukup bahagia mengetahui bahwa kau mencintaiku”
****
APRIL
Aku memasuki salah satu restoran terkenal yang ada di Jakarta bersama Rio di sampingku. Aku menggunakan dress terbaikku dan mencoba melakukan yang terbaik untuk malam ini. Astaga, apa yang sebenarnya aku pikirkan? Dia kemudian berjalan menuju panggung yang ada di restoran itu kemudian sedikit berbisik pada pemusik yang ada di situ, kemudian tersenyum padaku.
You're insecure
Don't know what for
You're turning heads when you walk through the door
Don't need make up
To cover up
Being the way that you are is enough

Everyone else in the room can see it
Everyone else but you

[Chorus]
Baby you light up my world like nobody else
The way that you flip your hair gets me overwhelmed
But when you smile at the ground it aint hard to tell
You don't know
Oh Oh
You don't know you're beautiful

If only you saw what I can see
You'll understand why I want you so desperately
Right now I'm looking at you and I can't believe
You don't know
Oh oh
You don't know you're beautiful
Oh oh
But that's what makes you beautiful

So c-come on
You got it wrong
To prove I'm right I put it in a song
I don't know why
You're being shy
And turn away when I look into your eyes

Everyone else in the room can see it
Everyone else but you

[Chorus]
Baby you light up my world like nobody else
The way that you flip your hair gets me overwhelmed
But when you smile at the ground it aint hard to tell
You don't know

Oh oh
You don't know you're beautiful

If only you saw what I can see
You'll understand why I want you so desperately
Right now I'm looking at you and I can't believe
You don't know
Oh oh
You don't know you're beautiful
Oh oh
But that's what makes you beautiful

[Bridge]
Nana Nana Nana Nana
Nana Nana Nana Nana
Nana Nana Nana Nana

Baby you light up my world like nobody else
The way that you flip your hair gets me overwhelmed
But when you smile at the ground it aint hard to tell
You don't know
Oh Oh
You don't know you're beautiful

[Chorus]
Baby you light up my world like nobody else
The way that you flip your hair gets me overwhelmed
But when you smile at the ground it aint hard to tell
You don't know
Oh oh
You don't know you're beautiful

If only you saw what I can see
You'll understand why I want you so desperately
Right now I'm looking at you and I can't believe
You don't know
Oh Oh
You don't know you're beautiful
Oh oh
You don't know you're beautiful
Oh oh
But that's what makes you beautiful
Aku sangat terperangah mendengar Rio bernyanyi. Suaranya begitu bagus, dan lagu dari one direction membuat aku tersenyum manis.
“Kamu tau, lagu yang tadi aku nyanyikan buat kamu” bisiknya membuat aku merasa pipiku memanas, namun aku mencoba mengalihkan wajahku agar ia sama sekali tak melihatnya.
“RIO” panggil seorang gadis yang terlihat begitu cantik menghampiri mejaku dan Rio
“Hai Zahra, apa kabar?” ujar Rio kemudian bersalaman dengan gadis itu
“Ify kenalkan ini Zahra, sahabat SMA ku. Zahra ini Ify” Aku mengulurkan tanganku berusaha tampak ramah.  Zahra membalas uluran tanganku itu kemudian langsung beralih pada Rio
“Ada yang harus aku bicarakan denganmu, empat mata” ujarnya sambil sedikit melirik padaku
“Ah, biar aku pindah tempat” ujarku seolah mengerti posisiku kemudian  berjalan ke bagian luar restoran itu sambil menatap orang yang lalu lalang. Rio tidak mencegah diriku pergi, dan Rio tak memperkenalkanku sebagai pacarnya tadi. Bukankah seharusnya malam ini menjadi malam yang indah, karena candle light dinner yang aku dan Rio lakukan?  Oh hell, apa yang ada di pikiranku? Kenapa aku harus memikirkan hal kecil seperti itu. Bukankah harusnya aku tidak perduli? Aku kemudian merogoh HP ku yang bergetar.
“Hallo vi”
“Ify kamu lagi nggak di rumah ya?”
“Hmm, ya.”
“Kamu di mana?”
“Lagi dinner sama Rio, tapi Rio lagi sibuk dengan sahabat SMA nya, dan melupakanku” gerutuku membuat Sivia langsung tertawa “Hey, di mana solidaritas sebagai sahabat? Kenapa kamu tertawa?”
“Perempuankah sahabat Rio?”
“Ya”
“Oh fy, jangan bilang kalau kamu cemburu?”
“Siapa bilang aku cemburu?”
“Oh yeah? Tapi kenapa dari nada bicaramu, kamu seperti cemburu”
“Aku nggak mungkin cemburu Via. Kamu tau sendiri, aku tak pernah serius kalau pacaran. Kamu tau sendiri, Rio sama sekali tak menarik dan sangat berbeda jauh dari kriteriaku. Aku tak mungkin jatuh cinta padanya. Dia sama seperti pacar2ku sebelumnya, hanya sebagai penambah kenangan dalam hidupku.”
“Terserah padamu fy. Kalau gitu aku matikan saja teleponnya, aku tak mau mengganggu dinner mu dengan Rio. Bye Ify”
Bye Via” Aku memasukkan HP ku ke dalam tas tangan kecil yang ku bawa tadi. Aku menoleh ke belakang dan melihat Rio masih asyik mengobrol dengan sahabat SMA nya itu. Akhirnya ku putuskan untuk berjalan meninggalkan dia dengan sahabatnya itu. Aku mengendarai mobilku ke rumahku, kemudian memarkirkannya secara asal, dan membuka pintu rumahku
 “Kamu kenapa ?” Suara itu tiba2 muncul di belakangku
“Apanya yang kenapa?”
“Kamu kenapa ninggalin aku begitu aja di restoran tadi, tanpa bilang padaku? Kamu sakit? ” tanyanya mencoba menyentuh keningku namun ku tarik tubuhku sedikit sehingga tangannya tak bisa menyentuh keningku
“Nggak”
“Lantas?”
“Aku Cuma nggak mau ganggu pembicaraan kamu dengan perempuan tadi”
“Oh aku tau, jadi kamu cemburu?” ujarnya sambil terkekeh seolah menemukan hipotesis yang benar. Tidak, aku sama sekali tidak cemburu. Karena aku tak jatuh cinta padanya
“Aku nggak cemburu” bentakku membuat kami berdua dalam suasana sepi dan sunyi
“Aku mendengar semuanya” ujarnya memecahkan keheningan, membuatku langsung menatapnya bingung “Aku mendengar pembicaraanmu dengan Angel tadi, tentang aku yang tidak menarik dan hanya menjadi pacar sementaramu, bahkan kamu takkan pernah jatuh cinta padaku, kemudian kamu akan memutuskan hubungan denganku begitu saja. ”
“Yo..”
“Apa begitu tak pantasnya diriku di matamu?”
“Yo, tapi aku...” ucapanku terhenti. Apa yang akan ku katakan? Aku jatuh cinta padanya? Tidak, aku tidak jatuh cinta padanya, dan aku menganggapnya sama seperti pacarku sebelumnya. Bukankah begitu? “Itu  semuanya benar” ujarku akhirnya membuat dia tersentak dengan pengakuanku.
“Aku rasa semuanya memang harus berakhir” ujarku lagi
“Yah, aku tau. Maaf kalau aku hanya mengganggu hidupmu. Aku janji mulai besok, aku takkan pernah mengganggu hidupmu lagi.” Ujarnya mengecup keningku lama, kemudian meninggalkanku yang masih terpaku di halaman. Kenapa kali ini terasa begitu menyakitkan dan sesak?
****
Aku duduk di kamar Shilla, sambil menceritakan apa yang terjadi semalam dengan hubunganku dan Rio.
“Kamu putus dengan Rio?”
“Hmm...”
“Aku kira Rio akan menjadi orang pertama yang membuatmu jatuh cinta, tapi ternyata....” ucapannya terhenti kemudian menatapku seolah aku merupakan orang aneh. “Kamu memang jatuh cinta padanya”
“Nggak”
“Oh ify, c’mon. Jangan coba membohongi dirimu sendiri. Kamu bahkan terlihat begitu tak bersemangat sejak semalam. Berbeda saat kamu putus dengan pacarmu sebelumnya.”
“Nggak Shilla”
“Kamu bahkan terlalu takut untuk mengakui bahwa kamu jatuh cinta padanya”
“Aku nggak jatuh cinta pada Rio, Shilla. Nggak” ujarku namun ntah bagaimana air mataku mengalir begitu saja. Dia langsung memelukku kemudian menepuk punggungku. “Aku benci Rio, Shill. Aku benci dia. Aku benci dia sama kayak aku benci pada kata cinta. Aku benci dia, karena dia membuatku mengenal sakit hati dan sedih. Aku benci dia, karena hanya dia yang berhasil membuat aku merasa dicintai. Aku benci dia karena dia berhasil membuatku bahagia dengan caranya sendiri. Aku benci dia, karena dia telah membuat aku jatuh cinta. Aku benci pada diriku sendiri yang membiarkanku jatuh cinta pada Rio. Aku benci, Shilla”
“Ify sayang, hey dengarkan aku” ujarnya sambil melepaskan pelukannya kemudian menghapus air mataku “Saat kamu mengenal cinta, kamu harus siap untuk merasakan  sakit dan bahagianya sekaligus.  Cinta itu memang sulit dijelaskan fy, tapi kamu akan menyadarinya saat kamu kehilangannya. Seperti saat ini fy. Cinta merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Cinta tidak dapat diucapkan dengan kata-kata, tidak dapat dideskripsikan dengan bahasa apaun. Cinta hanya bisa dibaca dengan bahasa cinta dan juga dengan perasaan. Yang kamu butuhkan hanya satu, jujurlah” ujarnya membuat aku langsung memeluk Shilla, sebagai ucapan terima kasih atas semua nasihatnya
****
JUNI
 “Selamat malam semua. Untuk ulang tahun sahabatku, Via, maka aku akan menyanyikan dua buah lagu untuknya.” Ujarku kemudian duduk di atas panggung
Lilin kecil menyala disini
Kuredupkan kembali
Kupanjatkan doa tulus dan suci
Kuingat hari ini ultahmu


Usiamu semakin dewasa
dimasa remaja yang ceria
bunga-bunga ditaman hatiku
yang tumbuh indah wangi kasih
hanya kupersembahkan untukmu

selamat ulang tahun ku ucapkan
sambutlah hari indah bahagia
selamat ulang tahun untuk kamu
Panjang umur didalam hidupmu

Trimalah kadoku buat kamu
Yang kupersembahkan lewat laguku ini

Lilin kecil menyala disini
Kuredupkan kembali
Kupanjatkan doa tulus dan suci
Kuingat hari ini ultahmu

Usiamu semakin dewasa
dimasa remaja yang ceria
bunga-bunga ditaman hatiku
yang tumbuh indah wangi kasih
hanya kupersembahkan untukmu

selamat ulang tahun ku ucapkan
sambutlah hari indah bahagia
selamat ulang tahun untuk kamu
Panjang umur didalam hidupmu

Trimalah kadoku buat kamu
Yang kupersembahkan lewat laguku ini
“Lagu berikutnya aku persembahkan untuk kalian semua yang ada di sini” ujarku
When I was younger I saw my daddy cry
and curse at the wind.
He broke his own heart and I watched
as he tried to reassemble it.

And my momma swore
that she would never let herself forget.
And that was the day that I promised
I'd never sing of love if it does not exist.

But Darling,
You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.

Maybe I know somewhere
deep in my soul
that love never lasts.
And we've got to find other ways
to make it alone.
Keep a straight face.
And I've always lived like this
keeping a comfortable distance.
And up until now I had sworn to myself
that I'm content with loneliness.

Because none of it was ever worth the risk.

                Aku memandang lelaki bertubuh tinggi sedang berdiri di salah satu sudut sambil menatap ke arahku. Aku hanya berharap ia tahu bahwa lagu ini menunjukkan perasaanku. Ia berjalan keluar. 
Well you are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.

I've got a tight grip on reality,
but I can't let go of what's in front of me here.
I know you're leaving in the morning
when you wake up.
Leave me with some kind of proof its not a dream.

You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.

You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.
You are the only exception.

I'm on my way to believing
And I'm on my way to believing
Aku mengakhiri nyanyianku kemudian meninggalkan panggung dan berjalan keluar rumah Via. Mencoba mencari sosok laki2 yang ku lihat tadi. Berharap itu bukan hanya imajinasiku saja.
“Cari aku?” ucap seseorang membuat tubuhku menegang. Suara ini sudah begitu lama tak ku dengar. Aku menoleh dan mendapatkan dirinya sedang duduk di salah satu bangku taman belakang rumah Via
“ya” jawabku tercekat. Astaga kenapa di hadapannya, seluruh kata2 yang telah ku siapkan hilang begitu saja
“Kamu cantik malam ini” ujarnya membuatku tersenyum tipis. Aku benar2 tak ingin kehilangan dirinya. Aku duduk di sampingnya. Sejak malam aku putus dengannya, aku memang sama sekali tak berbicara sepatah kata pun dengannya. Ia menjaga jarak denganku. Aku tak yakin pasti tapi itu semua terasa begitu menyakitkan. Aku sungguh tak berani menatap matanya, sehingga aku hanya melakukan hal bodoh menatap tanah yang kuinjak. Entah bagaimana semua ceritaku dari awal tentang hidupku, mamaku, papaku, lalu kemudian aku tak percaya cinta, dan aku bertemu dengannya, smeuanya mengalir begitu saja dari bibirku.
“Mungkin ini terdengar konyol setelah aku menyakiti hatimu, tapi please, jangan ninggalin aku.” Ucapku yang melihat ia berdiri dan sepertinya akan meninggalkanku. “Hmm, lupakan saja permintaanku tadi. Tapi bolehkah aku memelukmu untuk yang terakhir kali?” ujarku lagi. Ia kemudian mendatangiku dan memelukku. Aku membalas pelukannya, air mataku mengalir lagi. Benarkah ini akan jadi yang terakhir?
“Kumohon ini bukanlah pelukan terakhir kita. Aku takkan pernah meninggalkanmu” ujarnya dan mempererat pelukannya. Aku tak ingin malam ini harus segera berakhir, dan seandainya ini mimpi jangan pernah bangunkan aku dari mimpi indah ini “Aku cinta kamu”
“Aku juga cinta kamu. Kamu orang pertama yang membuatku jatuh cinta”
“Jangan pernah nangis lagi.” Ujarnya kemudian menghapus air mataku. Dia mengecup keningku.  Sungguh, hanya dia yang membuatku sadar akan cinta, dan percaya pada cinta.

The end

 ******

Ini merupakan cerpen paling panjang yang pernah aku buat. Terinspirasi waktu denger lagunya one direction - what makes you beautiful sama paramore - The Only exception. 
Komentarnya ya....

Sunshine Princess & Ice prince - part 2


Haiyaaah, sejujurnya aku udah nggak mau ngelanjutin cerbung ini lagi karena aku beneran nggak ada ide. Jadi setelah part ini yang agak kacau. Gimana menurut kalian? Perlu dilanjutin nggak?


*****
Rio P.O.V

       Gue ngambil HP yang ada di dashboard mobil gue.
       From : Angel
       Yo, es batu nya kamu kasih ke Ify ya, dia yang jagain stand minuman. Gue rapat bntar.
       Gue langsung memasukan hape gue ke saku celana gue yang bagian belakang, kemudian mengambil beberapa kantong kresek yang isinya es batu. Gue berjalan dar parkiran ke stand minuman.
       "Permisi" ujar gue membuat gadis yang ada di hadapan gue langsung menoleh. Entah kenapa, gue senang ngeliat wajahnya yang diterpa sinar matahari, dengan dagu tirus, kulit putihnya, dan tetesan keringat yang mengalir di wajahnya membuat dia begitu menarik di mata gue.
        "Mau ngasih es batu" ucap gue sambil ngasih kantong kresek
        "Makasih ka Rio" ucapnya membuat gue tersenyum tipis. Suaranya merdu. Setidaknya itu yang terekam di otak gue. Gue pun langsung pergi, untuk menhindari segala fantasi yang mungkin terjadi.

****
          Setelah pulang dari acara LKMM yang menurut gue biasa aja, akhirnya gue harus dipertemukan dengan kuliah-kuliah yang membosankan.  Untungnya hari ini ada latihan musik di UPMM. Gue ngelirik jam tangan gue, udah telat 20 menit sih, tapi shilla pasti nungguin gue. Bukan ge-er, tapi yang kosong jam begini dan nggak lagi ujian kan cuma gue sama agni.
           "sorry telat" ucap gue sambil memasuki ruangan.
            "masuk yo" ucap Shilla. Hey, gue bertemu lagi dengan gadis itu. Gadis yang menyebut ekspresi wajahku datar seperti Rhisus sardonicus. Ify. Alyssa Saufika Umari "....ify sama Rio" gue sama sekali nggak denger apa yang diucapi. Shilla kecuali dia nhebutin nama gue dan ify berbarengan. Apakah itu artinya gue akan sekelompok dengan gadis ini?
            "jadi kita mau nyanyi apa fy?" tanya gue membuat dia sedikit terbelalak, namun dia tak kunjung menjawab pertanyaan gue. "fy?"
            "hmm, pretending aja gimana?"
           Gue kemudian memberikan instruksi apa yang harus kita berdua lakukan, dan sedikit ketenangan buat dia yang kelihatannya gugip. Mungkin karena ini pertama kalinya buat dia. Akhirnya kita berdua bernyanyi membuat shilla dan agni bertepuk tangan riuh. Kita berdua langsung kembali ke tempat. Dia menatap ke arah Agni dan shilla, namun pandangannya kosong. Gue nggak tau apa yang dipikirin.Tapi yang oasti gue jadi menikmati untuk melihat wajahnya, menyusuri setiap lekuk wajahnya dan mencoba memetakannya di otak gue.
              "kamu lagi sakit fy?" bisik gue
              "he-eh. Kok tau ka?"
              "tadi kedengaran pas nyanyi." kemudian gue bertepuk tangan saat shilla dan agni menyelesaikan lagu mereka, yang artinya pertemuan hari ini juga selesai aampai si sini.
               "kamu pulang bareng siapa fy?" tanya gue, namun sedetik kemudian gue bener2 nyesel. Harusnya gue nggak perlu nanyain kayak gitu. Itu kan urusan dia 
               "Ify"
               "ah ka alvin."
               "ayo pulang, aku udah tungguin kamu dari tadi" gue langsung berjalan melewati dia dan Alvin.
               "ka Rio tunggu. Gue nebeng lu." ujar Agni yang langsung mengikuti langkah gue. Gue menggedikan bahu sebagai pernyataan Agni tadi. Gue lupa kalau di sisi dia selalu ada Alvin. Tapi kenapa gue harus ngerasa kesel dengan Alvin? Nggak! Gue nggak suka sama dia. jangan pernah salah ngartiin perasaan. Gue cuma bersikap sebagai kakak kelas yang baik, apalagi sepanitia dan sepengurusan. Kakak kelas yang baik? Sejak kapan? Bukankah selama gue berada di kampus ini, nama gue udah tersohor di mana2 kalau gue adalah salah satu anggota geng di kampus yang kerjaannya bolos kuliah dan ngerokok? Well, sebenarnya gue nggak ngerokok, karena gue tau itu nggak sehat. Tapi kalo lo berada di tengah2 orang yang ngerokok, lo pasti akan dicap juga sebagai salah satu yang ngerokok. Bukan masalah gue salah gaul atau kayak gimana, tapi gue nemuin orang2 yang bisa disebut sahabat sejati yaitu sahabat2 di geng gue. Nggak selamanya orang yang selalu bersikap baik, dengan prestasi yang menjulang tinggi, membuat ia berteman dengan orang2 yang benar2 tulus untuk bersahabat. Karena terkadang orang2 hanya suka ngelihat kelebihan kita dan tak mau menerima kekurangan kita. Padahal kita juga manusia biasa, yang pasti punya kekurangan. Sahabat2 di geng gue itulah yang ngajarin gue banyak hal tentang hidup, well kecuali untuk bolos kuliah.
             "ka Rio diem banget sih" ujar agni membuat gue tersadar dari lamunan gue. Gue cuma tersenyum tipis menanggapi pernyataan Agni tadi. Banyak orang yang bilang kalau gue itu orangnya terlalu cool? atau pendiam? Atau malah jaim? Entahlah. sampai2 teman2 gue ngasih julukan prince ice. Sebenarnya sifat gue yabg satu itu cuma keluar kalo ada cewek dan nggak lagi bareng teman2 geng gue. Udah gue bilang kan, gue selalu terbuka sama teman2 geng gue karena mereka nggak pernah ngeliat kekurangan gue. Dan nama geng gue adalah babeh. well, bukan nama yang sebenarnya. Geng kita emang nggak pinya nama, tapi karena kita sring duduk si tempat seorang bapak jualan nasi goreng, maka orang akan langsing nyebut kita geng babeh.
****
            Gue memainkan gitar dayat, sambil duduk bercanda dengan teman2 geng gue. tempat kita mangkal, memang tempat paling strategis di kampus gue. Dari tempat ini bisa ngeliat 3 angkatan sekaligus, dan bisa juga ngeliat orang2 yg pada ke kantin, tapi biasanya nggak sadar kalau sedang diperhatiin. Mata gue terpaku sama satu sosok gadis yang kebetulan lewat bersama temannya. Bahkan untuk tahun kedua gue di kampus ini, baru gue sadar kalau ada makhluk Tuhan yang cantiknya luar biasa saat gue satu panitia dengan dia.
          "ify!" gue langsung nengok ke arah yang manggil dia. Lintar yang manggil dia. Lintar & Septian emang seangkatan sama Ify. Tapi mereka berdua.gabung d geng babeh ini karena mereka juga ngerokok kayak yang lain.
          "ya?"
          "ntar belajar kelompok?"
          "iya, di perpus. Yang ngajar Via."
          "sip, thank you" ujar Lintar kemudian diangguki Ify dengan tambahan senyum manisnya.
          "lu kenal sama Ify?" tanya gue yang terdengar tolol di telinga lainnya. Gimana dia nggak kenal, kan seangkatan. "maksud gue, lu sekelompok sama Ify?" tanya gue meralat pertanyaan gue sebelumnya. Kelompok belajar di kampus gue emang wajib, tapi kelompoknya benar2 bebas. Terserah mau sekelompok sama siapa, berapa orang, dan biasanya yang sekelompok itu adalah teman2 dekat. Gue nggak cukup yakin gadis tipe Ify merupakan teman dekat Lintar.
          "well, gue emang sekelompok sama dia. Awalnya gue emang nggak gitu dekat sama dia. Tapi jadi dekat karena cuma kelompoknya dka aja yang mau nerima gue sama Septian, di saat semua kelompok nolak keberadaan kita berdua."
          "emangnya dia bukan tipe orang yang milih teman, cupu, kutu buku, dan pendiam?" tanya gue yang disambut tawaan dari Septian dan Lintar. Emang ada yang salah dengan pertanyaan gue? Setidaknya itu yang gue lihat dari dirinya
          "itu artinya lu belom kenal baik sama dia" ujar Lintar membuat Septian mengangguk setuju
          "Dia itu friendly sama siapa aja. Dia nggak pernah milih2 teman, selama orangnya mau juga berteman sama dia. Dia emang suka baca, tapi bukan berarti dia kutu buku yang kerjaannya cuma baca buku pelajaran. Malah dia senang banget sana novel atau bahkan komik. Dan dia itu cerewet banget. Dia bisa nyerocos tanpa henti di saat dia lagi bahagia ataupun lagi stress. Dia juga usil banget. Punya banyak ide ngerjain maupun comblangin orang, tapi dia bisa jadi orang pertama yang ngasih saran ataupun masukan kalau misalnya kita ada masalah."ujar Septian panjang lebar
          "Dia itu manis. Mungkin dia nggak secantik Febby yang notabene adalah model. Tapi dia itu manis, buat orang suka ngeliat wajahnya dia, walaupun sebenarnya dia cuek banget sama penampilannya. Nggak pernah dandan, tapi malah ngebuat dia jadi manis dalam kesederhanaannya itu" tambah Lintar kali ini. Gue mengangguk ngerti.
          "Kenapa emang lu nanyain?"
          "cuma nanya aja. Soalnya dia satu UPMM musik sama gue, satu panitia sama gue, satu pengurus senat sama gue, tapi gue nggak gitu kenal sama dia"
          "gue kira, lu suka sama dia." ujar Lintar kali ini membuat gue langsung mendengus kesal.  "siapa tau, Ify bisa mencairkan pangeran es kita yang satu ini"
****
Ify P.O.V
         Aku mulai mematut diriku di cermin. Kalau bukan karena permintaan kakakku, maka aku tak akan datang ke pesta pernikahan temannya menggunakan dress. Seandainya ka Winda ada di Indonesia, setidaknya aku tidak perlu pergi ke pesta pernikahan temannya itu. well, ka Uci memang dekat denganku juga, tapi please, di sana aku cuma kenal ka Uci. Nggak.mungkin kan akumeminta ka Uci untuk menemaniku makan, padahal dia yang punya pesta pernikahan. Aku memang kenal dengan Ka vina ataupun ka Dian, tapi ak juga nggak mungkin meminta mereka ynag sudah punya pacar untuk menemaniku juga kan? Bisa2 aku jadi obat nyamuk atau kacang goreng. Seandainya saja aku punya pacar, mungkin aku tidak akan duduk sendirian di sana. Atau aku ajak ka Alvin ya? Ah sudahlah, aku tak ingin merepotkan orang lain. Sekali lagi ku tatap diriku di cermin, meyakinkan bahwa tak ada yang kurang. Aku pun mengambil tas pesta peninggalan ka Winda, kemudian aku segera keluar kamar menghampiri taxi yang sudah menungguku.
             Aku berjalan memasuki ruangan di mana pesta nya berlangsung. Aku menatap kiri dan kananku, berharap ada yang ku kenal, namun tampaknya itu hanya harapanku.
            "Ify?" Langkahku terhenti. Hei, ada yang mengenalku. Aku berbalik dan terperangah menemukan dia ada di hadapanku.
            "ka Rio, kok ada di sini?"
            "kakakku nggak bisa datang jadi aku harus menggantikannya. Kamu?"
            "sama. kakakku jiga nggak bisa datang"
            "ify!!"
           "ka Vina, ka Dian, hai.."
           "dateng sama pacar ya?"
           "ah bukan ka."
           "tapi kalian cocok" ujar ka Dian membuat aku tersenyum tipis.

****
           Cantik, manis. entahlah kata pujian apa yang cocok untuk mendeskripsikan dirinya malam ini. Ia menggunakan dress hitam, dengan motif polkadot putih, high heels dan sedikit jepitan kupu2 menghiasi rambutnya. Dia terlihat begitu berbeda malam ini. Sisi feminim dan anggunnya keluar malam ini.
           "ayo Rio foto sama Ify" ujar salah satu di antara orang yang menyapa Ify, kalau nggak salah namanya Dian. Akhirnya gue mengangguk kemudian memasukkan tanganku ke dalam saku celana, sambil memamerkan senyum tipis yang entah bisa didefinisikan sebagai senyuman atau nggak. Ify berdiri sebelah kanan gue sambil tersenyum manis. "hmm, kurang mesra". Gue langsung merengkuh pundaknya membuat dia yang tadinya mau protes langsung terdiam, dan gue bisa ngelihat semburat merah muncul di kedua pipinya. Kali ini tanpa mau menyia-nyiakan kesempatan, gue langsung tersenyum manis. Entahlah apa yang membuat gue senekat ini. Bukankah selama ini gue selalu jaim?
            "nah gitu kan bagus"
            "maaf ya" ujarnya membuat gue mengernyitkan kening nggak ngerti dengan apa yang dibicarakan. "hmm, teman2 kakakaku suka banget ngegodain aku dengan siapa aja cowok yang deket sama aku. Maafin insiden foto tadi" ujarnya sambil menundukkan wajahnya dalam2 seperti benar2 menyesal
            "ya"
            "fy, tadi kamu dateng naik apa?" tanya yang lain lagi, mungkin namanya Vina
            "taxi ka"
            "pulangnya naik apa?"
            "naik taksi paling ka"
            "lho jangan, udah malem, nggak bagus gadis pulang sendirian malam2 lagi"
            "Ify,pulang bareng aku aja" ujar gue akhirnya

Ify P.O.V
Di sinilah aku berada, tepat di samping ka Rio di dalam mobil mercedesnya. Sudah setengah jam berlalu kami berada di dalam mobil ini, dan sama2 terdiam. Ini sama sekali bukan diriku. Jika aku berada pada situasi seperti ini, maka aku akan denan mudah mencari topik pembicaraan. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Aku terdiam, dan sama sekali tak tau harus berbicara apa dengannya.
“Kamu nggak suka aku anter?” tanya ka Rio tiba2 membuat aku langsung menoleh padanya, dan lagi2 suaraku tercekat. Melihat wajahnya saat malam hari di mana hanya disinari bulan, membuat gurat kedewasaannya timbul dan ini membuat aku terperangah. “hmm, atau kamu takut pacarmu marah?” tanyanya lagi, dan aku harus berusaha untuk berkonsentrasi dan tidak terlena dengan wajahnya.
“Nggak keduanya ka. Aku Cuma ngerasa ngerepotin ka Rio aja” ujarku akhirnya
“Tenang aja, sama sekali nggak ngerepotin kok” ujarnya sambil tersenyum dan membuatku entah untuk ke berapa kalinya kehilangan suara. Ka Rio tersenyum. Ini merupakan hal langka yang terjadi. Aku mencoba menyadarkan diriku kemudian mengalihkan pandanganku ke jalanan. Kesunyian dan kesepian pun melanda sampai aku tiba di kosanku.
“Makasih ka.” ujarku kemudian membuka pintu mobil “Hati2 ka” ujarku lagi dan menutup pintu mobilnya kemudian masuk ke kosanku. Gosh! Apa yang terjadi malam ini? Kalau seandainya ini hanya mimpi, please,  biarin aku dalam mimpi indah ini