Sabtu, 17 Desember 2011

Sunshine Princess & Ice prince - part 1

Sebelum dilanjutin ceritanya, aku mau jelasin beberapa bagi yang nggak tau.
Senat. Senat itu organisasi yang ada di kampus, mirip sama OSIS
Humas. Hubungan masyarakat. Bidang ini biasanya yang ngehubungin antara mahasiswa dengan senat ataupun dengan senat2 universitas lain
UPMM (Unit Pengembangan Minat Mahasiswa). UPMM ini mirip sama ekskul di SMA

         

       ********
Setelah kuliah berakhir, aku segera balik ke kosan ku, ngambil tas berisi baju untuk 3 hari 2 malam. Tas yang biasanya ku gunakan kalau aku fitness. Sejak kuliah aku emang fitness, soalnya di kampus nggak ada pelajaran khusus untuk olahraga. Jadi kalau mau sehat jasmani, ya cari olahraga sendiri. Sesampainya di kampus, aku celingak-celinguk mencari anggota senat lainnya. Aku melirik ke arah jam tanganku. Udah jam 14.30. Bukannya harus ngumpul jam begini?
“Ify”
“Eh ka Alvin”
“Mau aku bantu bawain nggak?” tanyanya sambil meraih tas dari tanganku
“Nggak usah ka. Aku bisa sendiri. Nggak berat kok” jawabku sambil tersenyum. “Yang lain mana ka?”
”Hmm, belum pada datang”
“Bukannya ngumpul jam setengah 3?”
“Yup. Tapi, you know lah, kalau nggak ngaret bukan namanya Indonesia”
“Kapan mau maju, kalau budaya seperti itu tetap dipertahankan” dengusku sebal, membuat ia terkekeh mendengar penuturanku. Aku memang orang yang sangat tepat waktu dan sangat menghargai waktu. Aku bukan orang yang suka kompromi dengan waktu. Aku pun mengikuti langkah ka Alvin dan duduk di sebelahnya.
“Gimana perkembangan buletin?” tanyanya. Ah yah, buletin memang kerjaanku
“Udah siap cetak sebenarnya, tapi dana dari atas belom turun, jadi pending deh”
“Sabar yah. Atasan emang suka kayak gitu”
“Mahasiswa disuruh kreatif, tapi malah nggak didukung. Gimana sih” Aku mengungkapkan argumen lagi yang membuat ka Alvin tersenyum tipis.
“Kamu baru tahun kedua udah kayak gitu, apalagi aku yang udah tahun keempat. Dari yang sebel2 kayak kamu, sampai udah males”
“Kalau males, entar kita sama sekali nggak ada perubahan ka”
“Kan mereka emang selalu takut ngebuat perubahan” ujar ka Alvin sambil membuat tanda petik dengan jarinya untuk kata mereka yang ditujukan pada dekan, rektor dan staffnya.
“Selalu terpaku dengan yang sudah ada dan menolak perubahan yang sebenarnya untuk kebaikan nama universitas sendiri. Apa sih maunya?”
“Sabar fy”
“Tapi ka..”
“Beginilah kampus kita fy. Suara mahasiswa kadang diabaikan”
“Kadang? Bukannya selalu?” Ka Alvin hanya tertawa sambil mengacak rambutku
“Diiih, pada pacaran di sini”
“Siapa yang pacaran?” ujarku
“lah ini? Berduaan, ketawa2, ka Alvin ngacak rambutmu, itu udah kayak orang pacaran tau.”
“Orang pacaran apaan yang ngomongin kerjaan?”
“Ya kalian”
“Ih viaaa, jangan mulai deh” ujarku pada Via. Ia tertawa melihatku yang salah tingkah. Sivia, dia anggota humas juga. Tapi kerjaan kita beda. Kerjaan dia web, twitter, design. Kalau aku buletin dan lebih ke luar kampus buat ngehubungin sama universitas lain, makanya aku banyak kenal orang luar dan aku emang dasarnya yang suka ngomong
Setelah nunggu 1 jam, akhirnya semua pada ngumpul dan kita pun memulai perjalanan. Aku memasuki bus dan duduk paling belakang bersama Via. Angel dan ka Tian duduk di depan kami dan yang lain duduk sesuai dengan keinginan hati. Selama perjalanan, mataku terpaku pada satu titik, lebih tepatnya satu orang, yaitu ka Rio. Dia duduk sambil menatap ke jendela. Aku mengikuti arah pandangannya.  Tak ada yang menarik. Sungguh! Di luar hanya terdapat rentetan mobil yang terjebak macet ditambah gedung2 bertingkat. Lagi-lagi aku mengangkat bahuku, mencoba untuk tidak memperdulikannya. Tapi itu semua sungguh sulit.
“hei fy, jangan dipelototin kayak gitu, nggak bakal ke mana kok orangnya” bisik via membuat aku mendelik padanya
“Apa sih”
“Nggak usah bohong. Kamu lagi ngeliatin si pangeran es itu kan?”
“Maksudmu ‘rhisus sardonicus’?” ujarku pelan membuat Via langsung ngakak
(NB: rhisus sardonicus itu salah satu gejala pada orang yang terkena tetanus. Di mana gejala itu adalah nggak ada ekspresi yang muncul di wajahnya. Marah, tertawa, semuanya tetap datar)
“Parah banget fy” Aku Cuma nyengir tak berdosa, kemudian asyik menatapnya lagi. Aku sendiri tak mengerti ada daya tarik apa, sehingga mataku tak bisa lepas untuk tidak menatapnya.
“Awas ka Alvin cemburu loh”
“Via, aku nggak ada hubungan apa2 sama ka Alvin”
“Nggak ada hubungan apa2 kok mukanya merah”
“Hmm. Tidur aja yuk” ujarku mencoba mengalihkan pembicaraan. Via semakin tertawa puas melihatku yang semakin salah tingkah. Aku memejamkan mataku. Tapi pikiranku benar2 terbagi antara ka Rio dan ka Alvin. Hei, kenapa aku harus memikirkan mereka?


*******
Setelah menghabiskan waktu 3 jam, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Aku menatap villa yang kami tempati. Di depan gerbangnya terdapat 2 patung yaitu dewa zeus dan atlas. Entah apa maksudnya, apakah ada makna tertentu atau karena pemilik Villa ini menyukai mitologi Yunani. Di sebelah kanan ada taman yang luas lengkap dengan kolam ikan di tengahnya. Walaupun Villa ini bukan berada di gunung ataupun tepi pantai dan masih berada di pinggiran kota, tapi tetap saja ini sangat menarik. Aku bahkan membayangkan bahwa teman2 senagkatanku berlibur di sini. Aku memasuki pintu utama, ada lampu kristal dengan lantai marmer, tangga melingkar di kedua sisinya
“It’s cool” pujiku
“Oke pembagian kelompok main ya. Kelompok 1 : Daud, Septian, Angel , Zahra, Rio dan .....” ucapan panitia terhenti sambil membalikkan kertas yang ia pegang. Aku tak mengerti mengapa aku ingin agar namaku lah yang disebut panitia.
“Sivia” sambung pantia membuat aku sedikit melengos. Catat, hanya sedikit.
“Kelompok 2 : Alvin, Ify, Oik, Dea, Debo dan Deva” aku tidak lagi mendengarkan apa yang dibicarakan. Ah, kenapa aku masih tidak terima kalau Via yang satu kelompok dengan ka Rio?
“Ngelamun aja” ujar seseorang membuatku tersentak
“Ih ka Alvin hobby banget sih ngagetin orang” Ia terkekeh mendengar ucapanku
“Kelompokny kenapa pasangan2 melulu ya?” tanya ka Dea menghampiriku dan ka Alvin.
“Maksudnya ka?”
“Kelompok 1 : Angel sama Tian. Kelompok 3 : Lintar sama Nova. Kelompok 2 : ada kalian berdua” ucap ka Dea.
“Siapa yang pasangan sama ka Alvin sih ka?”
“duh dek, nggak usah malu2. Kalian berdua udah jadi trending topic di angkatanku kok. Cinta di senat” ucap ka dea sambil menaikturunkan alisnya
“Ih, kenapa sih semanya pada hobby ngeledekin aku sama ka Alvin? Pacarnya ka Alvin marah, ntar  aku yang kena”
“loh? Kan pacarku kamu fy” ucap ka Alvin sambil merangkulku dan membuat ka Dea tertawa  puas
“Ini ka Alvin juga ngebuat gosip tambahan deh”
“Supaya nggak jadi gosip dan nggak buat orang pada dosa, kita pacaran beneran aja gimana fy?” tanya ka Alvin
“Hah?”
Bukannya menjawab keterkejutanku, ia malah mengacak rambutku pelan dan melepaskan rangkulannya. Aku hanya terdiam. Kenapa jantungku jadi berdegup cepat? Kenapa ada monster kecil di perutku yang ingin bersorak keluar? Apa yang diomongin ka Alvin itu beneran atau hanya sekedar candaan? Kenapa aku jadi berharap lebih padanya?


******
Hari ini aku masuk kuliah, dan pulang seperti biasanya. 3 hari telah aku lewati bersama anggota senat yang lain. Hari-hari yang menyenangkan karena aku jadi ngerasa dekat sama anggota senat lainnya. Games, makan bersama, bahkan materi2 tentang senat diberikan secara menarik membuat aku benar2 excited.
Aku berjalan ke ruangan UPMM musik yang ada di kampusku. Hari ini memang jadwal latihan dari UPMM ini.
“ka Shilla”
“Hai Ify, gimana LKMM-nya?”
“Seru banget ka.” ucapku bersemangat membuatku ka Shilla tersenyum memandangku. “Hmm, belum dimulai?”
“Masih nunggu 2 orang lagi. Anggota lainnya pada minta jadwal sendiri, soalnya mereka masih harus ujian ntar sore” Aku pun mengangguk tanda mengerti.
“Ify!”
“Agni. Huaaa, akhirnya kamu datang juga”
“Lebay deh lo fy” Aku Cuma nyengir.
“Sorry telat” ucap seseorang lagi membuat aku mencari asal suara.
DEG...aku terdiam. Jadi dia masuk UPMM ini juga?
“Masuk yo.” Ucap ka Shilla. Ya, ka Rio orangnya. Dia pun mengambil tempat di sebelahku. “Oke kita mulai saja latihannya. Kali ini kita bakal latihan duet. Aku sama Agni, Ify sama Rio” ucap ka Shilla membuat aku harus menarik nafas dalam2, mencoba menyadarkan diriku bahwa ini bukan mimpi dan khayalanku semata.
“Jadi kita mau nyanyi apa fy?” tanya Rio membuat aku terperangah. Dia tau namaku? Bahkan selama LKMM kemarin aku nggak sempat mengobrol dengannya.
“Fy?”
“Hmm, pretending aja gimana?”
“Oke, kamu main piano, aku main gitar, terus kita nyanyi  aja sama2 dari awalnya” ujarnya membuat aku mengangguk. Dan tambah lagi 1 hal yang tak ku  mengerti, aku seolah terhipnotis jika berada di dekatnya. Aku seperti kehilangan kemampuan berbicaraku.
“ya, Rio dan Ify dipersilahkan” ucap ka Shilla lagi membuat aku menggigit sedikit bibirku. Well, walaupun aku bisa memainkan piano dan bisa bernyanyi, tapi aku tak sehebat itu.
“Tenang aja. Kamu pasti bisa kok” bisik ka Rio membuat detak jantungku tak beraturan

Face to face and heart to heart
we're so close yet so far apart
I close my eyes, I look away,
that's just because I'm not okay
But I hold on, I stay strong
Wondering if we still belong

Will we ever say the words we're feeling
Reach down underneath and tear down all the walls?
Will we ever have our happy ending Or will we forever only be pretending?
Will we ah-ah, ah-always, ah-ah, ah-always
Ah-ah, ah-always be pretending?

How long do I fantasize, make believe that it's still alive?
Imagine that I am good enough,
and we can choose the ones we love
But I hold on, I stay strong
Wondering if we still belong

Will we ever say the words we're feeling
Reach down underneath and tear down all the walls?
Will we ever have our happy ending Or will we forever only be pretending?
Will we ah-ah, ah-always, ah-ah, ah-always
Ah-ah, always be
Keeping secrets safe, every move we make

Seems like no one's letting go
And it's such a shame 'cause if you feel the same
How am I supposed to know?

Will we ever say the words we're feeling
Reach down underneath and tear down all the walls?
Will we ever have our happy ending Or will we forever only be pretending?
Will we ah-ah, ah-always, ah-ah, ah-always
Ah-ah, ah-always be
Will we ah-ah, ah-always, ah-ah, ah-always Ah-ah, ah-always be
Will we ah-ah, ah-always, ah-ah, ah-always
Ah-ah, ah-always be pretending?
Ka Shilla dan Agni bertepuk tangan. Aku hanya tersenyum kemudian membungkuk sebagai ucapan terima kasih. Nyanyian dari ka Shilla dan Agni sama sekali tak masuk di otakku. Aku tau mereka bernanyi, tapi aku tak dapat mengartikan lagu tersebut. Bukan karena mereka menyanyi tanpa penghayatan. Bukan sama sekali, tapi karena pikiranku memang terfokus pada ka Rio
“Kamu lagi sakit ya fy” bisik ka Rio membuatku sedikit menoleh padanya
“He-eh. Kok tau ka?”
“Tadi kedengaran pas nyanyi” Aku merutuki diriku menanyakan hal bodoh seperti itu. “Istirahat yang cukup, jangan lupa minum obat” ucapnya tanpa menatapku, kemudian bertepuk tangan karena pertunjukkan ka Shilla dan Agni telah selesai. Aku pun hanya mengikuti ka Rio bertepuk tangan. Kenapa jadi seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi denganku.
“Oke, latihan kita cukup sampai sini ya. Hari jumat kita ketemu lagi” ucap ka Shilla.
“Kamu pulang bareng siapa fy?” tanya ka Rio membuat aku sedikit tersentak
“Ify”
“Ah, ka Alvin”
“Ayo pulang, aku udah tungguin kamu dari tadi” Aku menggigit bibir bawahku mencoba berpikir tawaran pulang dari siapa yang akan ku terima. 


Bersambung,,,,,

Ify bakal pulang sama Rio atau Alvin? Sebenarnya Ify suka sama Alvin atau Rio?

No other words than "I Love You"

Cerpen ini dibuat secara random, gara2 dengerin lagunya Marcell – Bukan lagu Cinta sama train – Marry me. Suka banget sama kata-katanya. Terus terinspirasi deh ngebuat cerita ini. Jadi maaf ya kalo ngaco dan makin aneh.






Jika ada cara baru tuk mengungkap rasa rindu
Jik ada cara yang belum dicupta tuk cinta

Lelaki itu menyandarkan tubuhnya ke tembok yang berada tepat di belakangnya, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menutup matanya, mencoba melukiskan wajah seseorang yang sudah lama tak ia jumpai. Gadisnya memang pergi ke luar negeri untuk kuliah S2. Sedangkan dirinya sendiri sudah selesai S2 dan sedang bekerja di sebuah perusahaan ternama. Senyum terukir, ketika ia berhasil memetakan wajah gadisnya. Ia membuka matanya, mengeluarkan I-phone yang ia kantongi, memandangi walpaper HP-nya di mana terdapat fotonya bersama sang gadis. Ada rasa membuncah dalam dadanya. Bahkan rasa itu terlalu sulit untuk dijelaskan dalam kata-kata. Sulit ia gambarkan betapa ia rindu pada gadisnya itu
“Pesawat boeing 786 dengan tujuan Jerman – Jakarta baru saja mendarat di bandara soekarno hatta, pukul 14.30”
Lelaki itu mengalihkan pandangannya, sedikit mengubah posisi berdirinya agar dapat melihat ke arah pintu lebih jelas. Tak butuh lama, ia dapat menemukan gadisnya di antara kerumunan orang. Lagi-lagi senyum terukir dari bibirnya. Ia menunggu gadisnya keluar dari kerumunan, menggeleng kepalanya ketika melihat gadis itu berdiri dengan wajah bingung.
Do you need some help?” tanyanya pada gadis
No thanks, I think...” ucapan gadis itu terhenti ketika melihat orang yang menanyakannya
“Rio!” pekik gadis itu, melepaskan tasnya kemudian memeluk lelaki yang berada di depannya. Ia benar2  tidak perduli dengan tatapan banyak orang yang mengarah padanya
Welcome to Indonesia, dear” ucap Rio, hendak melepaskan pelukannya
 “Nope” gadis itu menggeleng dalam pelukan Rio, kemudian mengeratkan pelukannya “Please, let me stay in your arms
Tanpa menjawab apapun Rio semakin erat memeluk gadisnya. Sudah hampir 5 tahun ia bersama sang gadis, tapi sampai sekarang ia masih tak sanggup mengontrol detak jantung yang berdegup cepat. Ia sadar bahwa ia tak mau dan tak bakal sanggup jauh lagi dari gadisnya.

*****
Saat semua kata kehilangan makna
Saat segala upaya terasa hampa
Maka, Aku berdiam tanpa daya hanya karena kehadiranmu
Sementara jiwaku ingin berseru setengah mati
Pandangan Rio tetap lurus ke depan memandangi jalan, hanya sesekali ia melirik gadis yang duduk di sebelahnya. Bukannya ia tak rindu, ia hanya mencoba tetap konsentrasi untuk menyetir. Namun, ia tetap mendengar apa yang dibicarakan gadisnya itu, sambil tersenyum mendengar celotehan yang sudah lama tak ia dengarkan
So, where are we going now princess Ify?
Rio, stop calling me princess. I don’t like it” Rio terkekeh melihat gadisnya kesal dipanggil princess. Di saat hampir semua gadis akan tersenyum ketika dipanggil princess, Ify malah kebalikannya. Rio pun mengacak rambut Ify, membuat Ify semakin mengerucutkan bibirnya
“Oke dear. Jadi mau ke rumah aku dulu atau ke rumah kamu?”
“Hmm, ke rumah aku dulu yo. Setelah itu kita ke rumah kamu” ucap Ify kemudian kembali menceritakan kehidupannya, kuliahnya, teman2nya, dosennya, semua hal yang berada di Jerman.
Tak butuh waktu lama, mereka berdua telah sampai di rumah Ify
“Ma, pa” panggil Ify
“Ify sayang, ya ampun mama kangen banget sama kamu”
“Papa juga kangen banget sama kamu” ucap papanya dan memeluk Ify bergantian dengan mamanya
“Aku juga kangen sama mama & papa. Aku kangen tidur dipeluk mama, main tenis meja sama papa, masak sama mama dan bantuin papa periksa hasil ujian mahasiswa” ucap Ify sedikit menerawang kemudian mencium pipi kedua orang tuanya
“Kita habiskan waktu 2 ini bersama ya ma, pa”
“Iya sayang”
“fy, Rio  kamu nganggurin gitu?” tanya papanya membuat Ify menepuk jidat, ia benar2 lupa dengan kekasihnya
“Maaf ya yo” ucap Ify sambil menggigit bibir bawahnya.
No problem dear” ucap Rio kemudian menggenggam tangan Ify “Aku ngerti kok kamu kangen sama tante Gita & om Sam”
“Habis ini kalian mau ke mana?”
“Ke rumah Rio ma. Melepas rindu dengan tante Manda”
“Cuma sama mamaku nih fy?”
“Sama kamu juga sayang” ucap Ify kemudian mengecup pipi Rio. Rio yang diperlakukan seperti itu di depan orang tua Ify jadi salah tingkah. Ia pun hanya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal
“Ma, pa,  kita berdua langsung ke rumah Rio ya. Udah sore, lagian macet juga. Takut kemaleman balik ke sini”
“Rio sama Ify pamit ya om tante”
“Iya, jaga Ify ya yo”
“Hati2, jangan ngebut”
“Iya om tante”

******
“Yo, Ify dibawa ke kamar tamu aja. Ntar mama yang ngomong sama mama Ify kalo Ify nginep aja di sini, soalnya udah tidur. Kasihan kalo harus dibangunin. Besok pagi kamu anterin Ify” Ucap tante manda membuat Rio mengangguk. “Mama, tidur duluan ya yo”
“Iya ma. Night ma.”
“Night too. Ify nya jangan diapa-apain”
“Iya ma”
Sepeninggal mamanya, Rio langsung menggendong Ify ke kamar tamu. Ia menatap Ify yang tertidur dengan polosnya. Lagi-lagi senyuman yang dapat terukir di wajahnya. Entah bagaimana hanya menatapnya seperti ini saja, senyuman dapat terus terukir. Rio menyelimuti Ify, kemudian mengecup kening Ify, dan menahannya beberapa saat.
‘Aku sayang banget sama kamu. Aku kangen banget sama kamu.’ Batin Rio. Ia yakin, tanpa mengeluarkan kata-kata itupun Ify dapat merasakannya. “Night dear. Have a nice dream” bisik Rio, kemudian meninggalkan kamar tamu, dan masuk ke kamarnya sendiri

*****
                Ify menatap wajahnya di cermin, memastikan bahwa tak ada sesuatu yang kurang dari dirinya. Setelah tadi pagi ia diantar Rio balik ke rumah, maka malam ini akan pergi makan malam bersama Rio. Bukan sesuatu yang luar biasa, tapi tetap saja ia sama sekali tidak mau mengecewakan Rio, dan ia ingin agar setiap hari ia bersama Rio selalu menjadi kenangan manis.
“sayang, Rio udah nunggu kamu di bawah”
“Hmm, ma, Ify udah kelihatan cantik belum?”
“Udah sayang. Ayo turun” ucap mamanya membuat Ify mengangguk dan keluar dari kamarnya. Rio yang menatap Ify turun hanya bisa menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya lagi, agar ia tidak terlihat gugup menatap gadisnya. Ify terlihat begitu anggun menggunakan mini dress berwarna putih, flatshoes berwarna putih, dan rambutnya ia biarkan terurai.
“Kenapa aku ditatap gitu yo?” tanya Ify yang merasa aneh melihat kekasihnya menatap dirinya seerti melihat seseorang yang berbeda
“Hmm, kamu cantik banget malam ini” Ify tersenyum mendengar ucapan Rio. Ia merasa pipinya memanas.
“Kita kayak anak SMA aja, yang malu2 & jantung berdebar” ucap Rio membuat Ify tertawa. Ya, mereka memang seperti pasangan ABG. Padahal setelah dipikir-pikir lagi, mereka sudah berumur 26 tahun. Bukan usia yang tepat untuk berlaku seperti ABG. Tapi itulah yang terjadi. Bukankah sensasi dari cinta itu sendiri, tak pernah bisa disangka-sangka?
“Udah ah yo, kita pergi”
“Tante, Om, Ify nya Rio pinjam dulu ya”
“Iya yo” Rio pun membukakan pintu mobil pada Ify, menutupnya, kemudian sedikit memutar mobilnya, dan masuk ke sisi sebelah kanan, mengambil tempat untuk mengemudi.

*****
Jika ada nada baru tuk nyanyikan lagu cinta
Jika ada kata yang belum dicipta oleh pujangga
Saat
semua resah meluluh sayapnya
Saat yang ku miliki hanya nafas ini
Hanya detak jantungku yang mampu jujur kepadamu
Sementara lidahku kaku dan kelu
Setengah mati ingin menghilang

Rio menggenggam tangan Ify, berjalan ke arah tempat duduk di restoran yang telah mereka masuki. Rio berjalan ke arah tempat yang sudah ia pesan, di pojok dengan pemandangan laut. IA menarik sedikit kursi agar Ify bisa duduk, kemudian ia sendiri duduk di seberangnya. Candle light Dinner mungkin bukan hal biasa lagi bagi mereka berdua ataupun bagi banyak pasangan, tapi tetap saja kenangan bersama yang ingin mereka ukir
“Mau pesan apa fy?”
“Aku samain aja kayak kamu.” Ucap Ify sambil menutup menu makanan yang ada di tangannya. Rio pun memesan makanan dan minuman yang sama untuk mereka berdua. Ify masih saja memandang ke arah laut.
“Suka?”
“Iya. Kamu masih inget aja kalo aku suka sama laut. Apalagi di Jerman, nggak ada laut yang bagus seperti ini”
“Hmm fy.” Ucap Rio, sementara tangan kirinya menggenggam tangan Ify “Aku yakin, kalimat ‘aku sayang kamu’, ‘aku cinta kamu’ sudah terlalu sering kamu dengar dari aku. Aku pengen ngucapin kalimat lain untuk nunjukin rasa aku ke kamu, tapi tak ada kata bahkan upaya yang bisa aku lakukan untuk menunjukkan seberapa besar aku cinta sama kamu. Cuma satu yang bisa jujur. ” Rio menarik tangan Ify sedikit, meletakkannya di dada kiri Rio. “Detak jantungku nggak pernah bisa bohong. Setiap kali dekat kamu, jantungku berdetak nggak seperti orang normal.” Rio menatap mata Ify tajam, seolah dengan demikian, dapat menyampaikan segala apa yang ia rasakan. Segala rasa yang tak pernah bisa ia ungkapkan dengan kata-kata, tunjukkan dengan perbuatan, karena itu lebih dari sekedar kata-kata bahkan usaha. Rio melepaskan tangan  Ify, berdiri di depan panggung. Mengambil gitar, kemudian mulai memainkannya, membiarkan intro lagu itu mengalun di restoran itu
For the first, I’m so sorry if I bother of you. This song just For Alyssa Saufika.”
Forever can never be long enough for me
To feel like I've had long enough with you
Forget the world now, we won't let them see
But there's one thing left to do
Now that the weight has lifted

Love has surely shifted my way

Marry me
Today and every day
Marry me
If I ever get the nerve to say hello in this cafe
Say you will
Say you will

Together can never be close enough for me
To feel like I am close enough to you
You wear white and I'll wear out the words I love you
And you're beautiful
Now that the wait is over

And love has finally showed her my way

Marry me
Today and every day
Marry me
If I ever get the nerve to say hello in this cafe
Say you will
Say you will

Promise me you'll always be Happy by my side
I promise to sing to you
When all the music dies
And marry me

Today and everyday
Marry me
If I ever get the nerve to say hello in this cafe
Say you will
Say you will Marry me

Ify terperangah mendapatkan hal seperti ini. Bukan, ini memang bukan pertama kali Rio menyanyikan sebuah lagu untuknya. Tapi entah mengapa malam ini semuanya terasa berbeda daripada biasanya. Rio menghampiri Ify, mengeluarkan kotak kecil berisi cincin.
Alyssa Saufika, will you marry me?”
Yes I will Mario” Rio memasangkan cincin itu di jari manis Ify kemudian memeluknya erat. Dan untuk kesekian kalinya senyuman bahagia terukir di wajah mereka berdua. Ify tidak perduli dengan semua sorakan bahkan tepuk tangan riuh dari pendatang di restoran itu
I love you Rio
I’m sorry because I don’t find the words other than, I Love you Alyssa
No problem. That was more than enough for me” bisik Ify sambil mengeratkan pelukannya. Ia benar2 bahagia malam ini

******
Apa yang ku rasakan, apa yang kau dengarkan, bukan lagu cinta
Tapi lebih dari semua itu
-Rio


The End

Nah, ada yang mau ngusulin judulnya? Komentarnya please...